Ayat Tentang Silaturahmi
أَوَلَمْ يَرَوْا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يَبْسُطُ ٱلرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Arab-Latin: a wa lam yarau annallāha yabsuṭur-rizqa limay yasyā`u wa yaqdir, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yu`minụn
Artinya: Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman.
يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ
Arab-Latin: yatīman żā maqrabah
Artinya: (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat,
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Pelajaran Menarik Tentang Ayat Tentang Silaturahmi
Didapatkan aneka ragam penafsiran dari banyak mufassirin terhadap isi ayat tentang silaturahmi, antara lain seperti di bawah ini:
Atau memberi makan pada satu hari yang terjadi kelaparan berat padanya. Kepada anak yatim, yaitu yang anak bapaknya wafat saat dia kecil,dari kerabat sehingga dia menyatukan keutamaan sedekah dan silaturahmi. Atau orang miskin yang tidak punya apapun. (Tafsir al-Muyassar)
Memberi makan anak kecil yang kehilangan ayahnya, yang masih punya hubungan kekerabatan dengannya. (Tafsir al-Mukhtashar)
Yaitu memberi makan anak yatim yang menjadi kerabatmu sedangkan dia ditinggal ayahnya. Anak yatim adalah anak kecil yang tidak memiliki ayah (Tafsir al-Wajiz)
أَوْ إِطْعٰمٌ فِى يَوْمٍ ذِى مَسْغَبَةٍ (atau memberi makan pada hari kelaparan) Yakni ketika terjadi kelaparan, karena krisis makanan. (Zubdatut Tafsir)
ذَٰلِكَ ٱلَّذِى يُبَشِّرُ ٱللَّهُ عِبَادَهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ ۗ قُل لَّآ أَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا ٱلْمَوَدَّةَ فِى ٱلْقُرْبَىٰ ۗ وَمَن يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهُۥ فِيهَا حُسْنًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
Arab-Latin: żālikallażī yubasysyirullāhu 'ibādahullażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāt, qul lā as`alukum 'alaihi ajran illal-mawaddata fil-qurbā, wa may yaqtarif ḥasanatan nazid lahụ fīhā ḥusnā, innallāha gafụrun syakụr
Artinya: Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.
apa yang Aku beritahukan kepada kalian (wahai manusia) berupa Kenikmatan dan kemuliaan di akhirat, adalah berita gembira yang Allah sampaikan kepada hamba-hambaNya yang beriman kepadaNya dan menaatiNya di dunia. Dan katakanlah (wahai rasul) kepada orang-orang yang meragukan hari kiamat dari kalangan orang-orang musyrik kaummu, ”aku tidak meminta upah dari harta kalian atas kebenaran yang aku bawa kepada kalian dan aku dakwahkan kepada kalian, kecuali kecintaan kalian kepadaku sebagai kerabat kalian dan hendaknya kalian tetap menyambung tali silaturahmi antara diriku dengan kalian”. Dan barang siapa melakukan kebaikan, maka Kami melipat gandakannya menjadi sepuluh kali lipatnya bahkan lebih. Sesungguhnya Allah maha pengampun bagi dosa-dosa para hambaNYa juga maha memberikan balasan baik atas kebaikan dan ketaatan mereka kepadaNYa. (Tafsir al-Muyassar)
Itulah kabar gembira besar yang diberikan Allah melalui rasul-Nya bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan melaksanakan amal saleh. Katakanlah -wahai Rasul- “Aku tidak meminta upah dari kalian atas seruanku kepada kebenaran, kecuali satu balasan yang manfaatnya kembali kepada kalian, yaitu kalian mencintaiku karena kekeluargaanku pada kalian.” Barangsiapa melakukan kebaikan niscaya Kami lipatkan pahalanya, kebaikan dengan sepuluh kali lipatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap dosa-dosa orang yang bertobat kepada-Nya di antara hamba-hamba-Nya, dan Maha Mensyukuri amal perbuatan yang mereka kerjakan karena mendambakan wajah Allah. (Tafsir al-Mukhtashar)
Pahala yang agung itu diberitakan oleh Allah kepada hamba-hamba mukminNya yang mengerjakan amal ibadah yang diperintahkan olehNya dan meninggalkan apa yang dilarangNya. Katakanlah wahai Nabi: “Aku tidak mencari imbalan atau upah dari kalian atas risalah yang aku sampaikan.” (kecuali agar terjalin hubungan kekerabatan antara aku dan kalian), sebagaimana dijelaskan Imam Bukhari dari Ibnu Abbas. Sesungguhnya beliau (Muhammad) memiliki hubungan kerabat dengan setiap orang suku Quraisy. Barangsiapa melaksanakan amal yang baik dan mengusahakan ketaatan, niscaya akan kami lipatgandakan pahalanya dan kami tambah pahala kebaikannya. Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang memiliki banyak ampunan bagi dosa-dosa hambaNya yang bertaubat, dan Maha Bersyukur atas hambaNya yang sedikit ketaatan dan kebaikannya. Qatadah berkata: “Orang-orang Musyrik berkata: “Barangkali Muhammad mencari imbalan atas apa yang dia kerjakan” kemudian diturunkanlah ayat ini untuk menerangkan kepada mereka tentang cinta kasihnya dan upayanya dalam menjaga kekerabatan. (Tafsir al-Wajiz)
ذٰلِكَ الَّذِى يُبَشِّرُ اللهُ عِبَادَهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ الصّٰلِحٰتِ ۗ (Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh) Mereka adalah orang-orang yang mengumpulkan dalam dirinya keimanan dan ketaatan untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Merekalah orang-orang yang mendapat kabar gembira ini. قُل لَّآ أَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِى الْقُرْبَىٰ ۗ( Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”) Yakni akan tetapi aku meminta dari kalian kasih sayang dalam kekerabatan antara aku dengan kalian, maka jagalah aku dan janganlah kalian tergesa-gesa untuk melawanku, serta biarkanlah urusanku dengan orang-orang. Ibnu ‘Abbas berkata: Rasulullah memiliki hubungan kerabat dengan seluruh orang Quraisy; ketika mereka mendustakannya dan menggan untuk menjadi pengikutnya, beliau bersabda: “Hai kaumku, jika memang kalian dengan untuk menjadi pengikutku maka paling tidak jagalah hubungan kekerabatanku dengan kalian; dan jangan sampai orang Arab lainnya lebih kuat dalam menjagaku dan membelaku daripada kalian.” Rasulullah tidak pernah sama sekali meminta upah atas dakwah yang beliau sampaikan. وَمَن يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهُۥ فِيهَا حُسْنًا ۚ( Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu) Yakni barangsiapa yang mengerjakan kebaikan niscaya Kami tambah baginya kebaikan yang dilipat gandakan pahalanya. (Zubdatut Tafsir)
أَوْ إِطْعَٰمٌ فِى يَوْمٍ ذِى مَسْغَبَةٍ
Arab-Latin: au iṭ'āmun fī yaumin żī masgabah
Artinya: atau memberi makan pada hari kelaparan,
Atau memberi makan pada satu hari yang terjadi kelaparan berat padanya. Kepada anak yatim, yaitu yang anak bapaknya wafat saat dia kecil,dari kerabat sehingga dia menyatukan keutamaan sedekah dan silaturahmi. Atau orang miskin yang tidak punya apapun. (Tafsir al-Muyassar)
Atau memberi makan saat terjadi kelaparan, saat makanan sulit didapat. (Tafsir al-Mukhtashar)
14 Atau memberi makan seseorang pada hari saat dia lapar (Tafsir al-Wajiz)
أَوْ إِطْعٰمٌ فِى يَوْمٍ ذِى مَسْغَبَةٍ (atau memberi makan pada hari kelaparan) Yakni ketika terjadi kelaparan, karena krisis makanan. (Zubdatut Tafsir)
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوٓا۟ أَرْحَامَكُمْ
Arab-Latin: fa hal 'asaitum in tawallaitum an tufsidụ fil-arḍi wa tuqaṭṭi'ū ar-ḥāmakum
Artinya: Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
Bila kalian berpaling dari kitab Allah dan Sunnah NabiNya, niscaya kalian akan berbuat kemaksiatan kepada Allah di muka bumi, lalu kalian kafir kepada Allah dan menumpahkan darah serta memutuskan hubungan Rahim kalian. (Tafsir al-Muyassar)
Dan seringkali kondisi kalian apabila kalian berpaling dari keimanan terhadap Allah dan ketaatan kepada-Nya bahwa kalian membuat kerusakan di bumi dengan kekufuran dan kemaksiatan serta kalian memutuskan hubungan silaturahmi, sebagaimana kondisi kalian pada jaman jahiliyah. (Tafsir al-Mukhtashar)
Jika kalian diperintahkan untuk berperang dan memperjuangkan keyakinan kalian, dan kalian diberi kekuasaan maka kalian akan berbuat kerusakan, kedhaliman, fitnah, pertumpahan darah dan memutuskan hubungan persaudaraan dengan saudara-saudara kalian (Tafsir al-Wajiz)
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا۟ فِى الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوٓا۟ أَرْحَامَكُمْ (Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?) Yakni apakah jika kalian diberi kekuasaan untuk mengurusi urusan umat maka kalian akan berbuat kerusakan di bumi dengan saling memerangi di antara kalian dan menumpahkan darah serta memutus hubungan kekeluargaan? Pendapat lain mengatakan maknanya adalah apakah kiranya jika kalian berpaling dari ketaatan dan enggan untuk ikut berperang serta tidak mengindahkan hukum-hukumnya. (Zubdatut Tafsir)
طَاعَةٌ وَقَوْلٌ مَّعْرُوفٌ ۚ فَإِذَا عَزَمَ ٱلْأَمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا۟ ٱللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ
Arab-Latin: ṭā'atuw wa qaulum ma'rụf, fa iżā 'azamal-amr, falau ṣadaqullāha lakāna khairal lahum
Artinya: Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNya berkata, “Mengapa tidak diturunkan satu surat dari Allah yang memerintahkan kami berjihad melawan orang-orang kafir?” maka apabila satu ayat yang muhkam penjelasannya dan hukum-hukumnya turun dengan membawa perintah jihad, kamu melihat orang-orang yang memendam keraguan dan kemunafikan dalam hati mereka kepada agama Allah, memandang kepadamu (wahai Nabi) dengan pandangan orang yang hendak pingsan karena takut mati. Maka yang lebih utama bagi orang-orang yang memendam kebimbangan dalam hati mereka, adalah menaati Allah dan mengucapkan kata-kata yang sejalan dengan syariatNya. Bila perang telah wajib, maka perintah Allah yang mewajibkannya telah datang, orang-orang munafik itu membencinya. Seandainya mereka membenarkan Allah dalam beriman dan beramal, niscaya itu lebih baik bagi mereka daripada maksiat dan menentang. (Tafsir al-Muyassar)
Mereka menaati perintah Allah dan mengucapkan perkataan baik yang tidak mengandung kemungkaran itu lebih baik bagi mereka. Maka jika peperangan telah diwajibkan atas mereka dan kesungguhan telah dibebankan (niscaya mereka tidak menyukainya). Seandainya mereka benar dalam keimanan mereka kepada Allah dan ketaatan mereka kepada-Nya, niscaya itu lebih baik bagi mereka daripada kemunafikan dan kemaksiatan terhadap perintah-perintah Allah. (Tafsir al-Mukhtashar)
Ketaatan dalam melaksanakan perintah Allah dan rasul, juga perkataan yang baik serta mulia, yang menunjukkan kebaikan bagi mereka adalah lebih baik. Kata tha’at menjadi awal kalimat disebabkan kata itu adalah maushuf yang sifatnya tersirat, kalimat aslinya adalah tha’atun mukhlishatun: taat yang ikhlas. Apabila perintah dan keharusan itu benar-benar diturunkan, maka akan lebih baik jika iman mereka benar-benar teguh (Tafsir al-Wajiz)
أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ
Arab-Latin: au miskīnan żā matrabah
Artinya: atau kepada orang miskin yang sangat fakir.
Atau memberi makan pada satu hari yang terjadi kelaparan berat padanya. Kepada anak yatim, yaitu yang anak bapaknya wafat saat dia kecil,dari kerabat sehingga dia menyatukan keutamaan sedekah dan silaturahmi. Atau orang miskin yang tidak punya apapun. (Tafsir al-Muyassar)
Atau memberi makan kepada orang fakir yang tidak mempunyai apa-apa. (Tafsir al-Mukhtashar)
16 Atau memberi makan orang miskin yang tidak memiliki apapun seakan-akan dia meletakkan tangannya di tanah sebagai kiasan tentang kefakirannya (Tafsir al-Wajiz)
أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ (atau kepada orang miskin yang sangat fakir) Yakni dia tidak memiliki apapun, seakan-akan dia telah tergeletak di atas tanah karena kemiskinannya. Mujahid berpendapat: ia adalah orang yang tidak memiliki pakaian atau lainnya yang dapat melindungi badannya dari tanah. (Zubdatut Tafsir)
۞ إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Arab-Latin: innallāha ya`muru bil-'adli wal-iḥsāni wa ītā`i żil-qurbā wa yan-hā 'anil-faḥsyā`i wal-mungkari wal-bagyi ya'iẓukum la'allakum tażakkarụn
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Sesungguhnya Allah memerintahakan hamba-hambaNya di dalam al-qur’an ini untuk berbuat adil dan berlaku obyektif terhadap hakNya, dengan mengesakanNya dan tidak mempersekutukanNya, dan juga terhadap hak-hak hamba-hambaNYa dengan memberikan hak kepada orang yang berhak mendapatkannya, juga memerintahkan (orang lain) untuk berbuat baik terhadap hakNya dalam beribadah kepadaNya dan menjalankan kewajiban-kewajiabnNya sebagaimana yang disyariatkannya dan kepada sesama makhluk dalam ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan, memerintahakan untuk memberi orang-orang yang masih memiliki hubungan kekerabatan sesuatu yang mewujudkan silaturahmi dan kebaikan bagi mereka, dan melarang dari setiap yang buruk baik ucapan maupun perbuatan dan semua yang diingkari dan tidak disukai oleh syariat seperti zhalim kepada manusia dan menindas mereka. Dan melalui perintah dan larangan ini, Allah menasihati kalian dan mengingkatkan dampaknya supaya kalian mengingat-ingat perintah-perintah Allah dan memperoleh manfaat darinya. (Tafsir al-Muyassar)
Sesungguhnya Allah memerintahkan keadilan pada hamba-hamba-Nya dengan menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak para hamba, tidak mengutamakan seseorang di atas orang lain dalam hukum kecuali karena satu hak yang mengharuskan demikian. Allah memerintahkan berbuat kebaikan dengan memberikan apa yang tidak wajib atas seorang hamba seperti infak suka rela atau memaafkan orang zalim. Allah memerintahkan membantu hajat kebutuhan para kerabat. Allah melarang segala sesuatu yang buruk, baik berupa perkataan seperti perkataan yang buruk atau perbuatan seperti zina. Allah melarang apa yang diingkari oleh syariat, yaitu segala bentuk kemaksiatan. Allah melarang berbuat zalim dan sombong di hadapan manusia. Allah menasihati kalian dengan apa yang Dia perintahkan kepada kalian dan apa yang Dia larang dalam ayat ini dengan harapan kalian mau mengambil pelajaran dari nasihat Allah tersebut. (Tafsir al-Mukhtashar)
Sesungguhnya Allah memerintahkan seluruh manusia untuk jujur dan adil dalam segala perkara, membalas kebaikan dengan sesiatu yang lebih baik, membalas keburukan dengan memberi maaf dan ampunan, dan memberikan hak-hak kepada kerabat berupa silaturahmi dan berbuat baik. Dan Allah melarang dari setiap keburukan dalam perkataan ataupun perbuatan seperti ghibah, namimah, zina, pelit, dan dari setiap sesuatu yang dilarang syariat dan tidak sesuai dengan akal sehat, yaitu seluruh perbuatan maksiat, serta dari kezaliman dan permusuhan. Allah mengingatkan kalian dengan hukum-hukumNya supaya kalian mengambil pelajaran dan mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. Semua itu mencakup keseluruhan ayat dalam kitab Allah tentang kebaikan dan keburukan (Tafsir al-Wajiz)
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسٰنِ (Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan) Makna (العدل) yakni berlaku adil kepada semua orang tanpa condong kepada sebagiannya kecuali dengan alasan yang mewajibkan itu. Dan termasuk dari perbuatan adil adalah bersikap pertengahan antara sikap berlebih-lebihan dan kelalaian. Dan makna (الإحسان) yakni melakukan sesuatu diluar kewajiban yang dituntut atasnya, seperti bersedekah dan segala perbuatan yang tidak diwajibkan Allah namun berpahala jika dilakukan. وَإِيتَآئِ ذِى الْقُرْبَىٰ( memberi kepada kaum kerabat) Yakni memenuhi kebutuhan para kerabat. وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَآءِ(dan Allah melarang dari perbuatan keji) Makna (الفحشاء) yakni perkataan atau perbuatan yang sangat buruk seperti perbuatan zina atau kikir. وَالْمُنكَرِ(kemungkaran) Yakni segala yang dilarang oleh syari’at yang meliputi segala kemaksiatan. وَالْبَغْىِ ۚ( dan permusuhan) Yakni kesombongan dan kezaliman. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran) Yakni agar kalian senantiasa ingat setiap perintah dan larangannya dalam ayat ini, sehingga kalian dapat mengambil pelajaran yang diberikan Allah kepada kalian. (Zubdatut Tafsir)
ٱلَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ ٱللَّهِ مِنۢ بَعْدِ مِيثَٰقِهِۦ وَيَقْطَعُونَ مَآ أَمَرَ ٱللَّهُ بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِى ٱلْأَرْضِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْخَٰسِرُونَ
Arab-Latin: allażīna yangquḍụna 'ahdallāhi mim ba'di mīṡāqihī wa yaqṭa'ụna mā amarallāhu bihī ay yụṣala wa yufsidụna fil-arḍ, ulā`ika humul-khāsirụn
Artinya: (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.
Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah yang telah Dia ambil dari mereka untuk bertauhid dan taat kepada-Nya. padahal Allah telah menegaskan isi perjanjian itu dengan mengirim para rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Namun mereka menyelisihi aturan agama Allah seperti dengan memutus tali silaturahim dan menebar kerusakan di muka bumi. Mereka itu adalah orang-orang yang rugi di dunia dan akhirat. (Tafsir al-Muyassar)
Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian dengan Allah bahwa mereka hanya akan menyembah kepada Allah semata dan mengikuti Rasul-Nya yang telah diberitakan oleh para rasul sebelumnya. Ciri-ciri orang yang mengingkari perjanjian-perjanjian dengan Allah adalah mereka memutuskan hal-hal yang Allah perintahkan untuk disambung seperti tali silaturrahim, dan berusaha menyebarkan kerusakan di muka bumi dengan malakukan kemaksiatan. Mereka itulah orang-orang yang merugi di dunia dan di akhirat. (Tafsir al-Mukhtashar)
Orang-orang fasik adalah orang-orang yang merusak perjanjian, melanggar apa yang diperintahkan dan dijanjikan Allah kepada mereka berupa keimanan, setelah melakukan perjanjian dan memperkuatnya dengan lisan-lisan semua rasul; memotong hubungan silaturahmi, hubungan kerabat dan menjauhi orang-orang mukmin; dan melakukan kemaksiatan di bumi, menghalangi manusia untuk beriman kepada risalah Muhammad SAW. Dan mereka semua adalah penduduk neraka (Tafsir al-Wajiz)
الَّذِيْنَ يَنْقُضُوْن عَهْدَ اللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ مِيْثَاقِهٖۖ ((yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh) makna (النقض) adalah perusakan apa yang telah kokoh baik itu berupa bangunan, tali, ataupun perjanjian. Dan makna perjanjian Allah adalah perjanjian yang Allah ambil atas mereka yang terdapat dalam al-Qur’an yang mereka setujui dan sepakati untuk taat dan mengikutinya. وَيَقْطَعُوْنَ مَآ اَمَرَ اللّٰهُ بِهٖٓ اَنْ يُّوْصَلَ (dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya) Yakni menghubungkan/menyambungkan tali silaturrahim dan kekerabatan. وَيُفْسِدُوْنَ فِى الْاَرْضِۗ (dan membuat kerusakan di muka bumi) Yakni dengan mengerjakan kemaksiatan di muka bumi. اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ (Mereka itulah orang-orang yang rugi) Yakni dengan menjadi ahli neraka. Tidak seperti apa yang mereka kira bahwa jika mereka mengingkari perjanjian Allah maka mereka akan mendapat kemaslahatan yang mereka inginkan. Padahal sesungguhnya menepati perjanjian dengan Allah merupakan maslahat terbesar yang telah mereka sia-siakan. (Zubdatut Tafsir)
وَءَاتُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰٓ أَمْوَٰلَهُمْ ۖ وَلَا تَتَبَدَّلُوا۟ ٱلْخَبِيثَ بِٱلطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَهُمْ إِلَىٰٓ أَمْوَٰلِكُمْ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
Arab-Latin: wa ātul-yatāmā amwālahum wa lā tatabaddalul-khabīṡa biṭ-ṭayyibi wa lā ta`kulū amwālahum ilā amwālikum, innahụ kāna ḥụbang kabīrā
Artinya: Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Dan berikanlah kepada anak-anak yang telah ditinggal mati oleh ayah-ayah mereka sebelum usia baligh, (sedang kalian berstatus sebagai penerima wasiat), harta-harta mereka ketika mereka telah mencapai usia baligh, dan kalian telah dapat melihat dari mereka adanya kemampuan untuk menjaga harta mereka. Dan janganlah kalian mengambil barang yang baik harta mereka dan menukar harta tersebut dengan barang buruk dari harta kalian. Dan janganlah kalian mencampuradukan antara harta mereka dengan harta milik kalian denga tujuan supaya kalian bias mencari alasan untuk bias memakan harta mereka dengan itu. Sesungguhnya orang yang lancang melakukannya, sungguh dia telah mengerjakan dosa yang besar. (Tafsir al-Muyassar)
Dan serahkanlah -wahai para pengasuh- harta anak-anak yatim (yaitu anak yang kehilangan ayahnya dan belum balig) secara lengkap apabila mereka telah balig dan dewasa. Dan janganlah kalian mengganti yang halal dengan yang haram. Yaitu mengambil yang baik dan berharga dari harta anak-anak yatim tersebut dan menggantinya dengan yang jelek lagi murah dari harta kalian. Dan janganlah kalian mengambil harta anak-anak yatim lalu digabungkan dengan harta kalian. Sesungguhnya hal itu adalah dosa besar di sisi Allah. (Tafsir al-Mukhtashar)
Wahai para wali berikanlah kepada anak-anak yatim itu harta mereka ketika telah dewasa. Yatim adalah orang yang kehilangan ayahnya sebelum dewasa. Dan janganlah kalian mengambil harta anak yatim dan meletakkannya pada tempat yang buruk, yaitu dicampur dengan harta kalian. Dan janganlah kalian ambil harta mereka, untuk kalian tambahkan pada harta kalian. Sesungguhnya perbuatan tersebut adalah dosa yang amat agung. Ayat ini turun untuk leki-laki dari Bani Ghatfan yang menjaga harta keponakannya. Ketika keponakannya sudah besar dan meminta harta tersebut, pamannya tersebut mencegahnya. Lalu keduanya meminta keadilan kepada Nabi SAW , lalu turunlah ayat ini (Tafsir al-Wajiz)
وَءَاتُوا۟ الْيَتٰمَىٰٓ أَمْوٰلَهُمْ ۖ (Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka) Ini adalah kalimat yang ditujukan bagi para wali dan orang yang diwasiati. Dan makna yatim adalah anak yang tidak mempunyai bapak dan belum mencapai usia baligh. Dan anak-anak yatim tidak diserahi harta mereka sampai hilang sebutan yatim mereka dengan mencapai usia baligh. وَلَا تَتَبَدَّلُوا۟ الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ ۖ (jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk) Allah melarang para wali untuk berbuat apa yang biasa dilakukan di masa jahiliyah pada harta anak yatim, mereka mengambil harta yang baik milik anak yatim kemudian menukarkannya dengan harta mereka yang buruk. Dan pendapat lain mengatakan maknanya adalah janganlah kalian memakan harta anak yatim karena itu haram dan buruk bagi kalian kemudian kalian meninggalkan harta kalian yang baik bagi kalian. وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوٰلَهُمْ(dan jangan kamu makan harta mereka) Yakni dengan memasukkannya ke dalam harta kalian. حُوبًا (dosa) Yakni dosa. (Zubdatut Tafsir)
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Demikianlah sekumpulan penafsiran dari banyak ahli tafsir terhadap kandungan dan arti ayat tentang silaturahmi (arab, latin, artinya), semoga bermanfaat untuk kita semua. Dukung perjuangan kami dengan memberikan backlink menuju halaman ini atau menuju halaman depan TafsirWeb.com.