Ayat Tentang Berbakti Kepada Orangtua
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَٰحِدَةً فَلَهَا ٱلنِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُۥ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُۥ وَلَدٌ وَوَرِثَهُۥٓ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Arab-Latin: yụṣīkumullāhu fī aulādikum liż-żakari miṡlu ḥaẓẓil-unṡayaīn, fa ing kunna nisā`an fauqaṡnataini fa lahunna ṡuluṡā mā tarak, wa ing kānat wāḥidatan fa lahan-niṣf, wa li`abawaihi likulli wāḥidim min-humas-sudusu mimmā taraka ing kāna lahụ walad, fa il lam yakul lahụ waladuw wa wariṡahū abawāhu fa li`ummihiṡ-ṡuluṡ, fa ing kāna lahū ikhwatun fa li`ummihis-sudusu mim ba'di waṣiyyatiy yụṣī bihā au daīn, ābā`ukum wa abnā`ukum, lā tadrụna ayyuhum aqrabu lakum naf'ā, farīḍatam minallāh, innallāha kāna 'alīman ḥakīmā
Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
رَّبَّنَآ إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِى لِلْإِيمَٰنِ أَنْ ءَامِنُوا۟ بِرَبِّكُمْ فَـَٔامَنَّا ۚ رَبَّنَا فَٱغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّـَٔاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ ٱلْأَبْرَارِ
Arab-Latin: rabbanā innanā sami'nā munādiyay yunādī lil-īmāni an āminụ birabbikum fa āmannā rabbanā fagfir lanā żunụbanā wa kaffir 'annā sayyi`ātinā wa tawaffanā ma'al-abrār
Artinya: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Pelajaran Menarik Tentang Ayat Tentang Berbakti Kepada Orangtua
Terdokumentasikan bermacam penjelasan dari banyak pakar tafsir terkait makna ayat tentang berbakti kepada orangtua, di antaranya seperti berikut:
Wahai tuhan kami, sesungguhnya kami telah mendengar seorang penyeru, (yaitu nabiMU, Muhammad sholallohu alaihi wasallam), yang menyeru sekalian manusia untuk beriman kepadaMU dan mengakui keesaanMU, serta beramal mengerjakan syariatMU, lalu kami memenuhi seruan dakwahnya dan kami Imani risalahnya, maka ampunilah dosa-dosa kami dan tutupilah aib-aib kami dan kumpulkanlah kami bersama orang-orang shalih. (Tafsir al-Muyassar)
Wahai Rabb kami, sesungguhnya kami telah mendengar orang (yaitu nabi-Mu Muhammad -Ṣallallāhu 'alaihi wa sallam) yang menyerukan keimanan seraya berkata, “Berimanlah kamu kepada Allah, Rabb kalian, sebagai Tuhan Yang Maha Esa.” Kemudian kami beriman kepada apa yang diserukannya dan mengikuti syariatnya. Maka tutupilah dosa-dosa kami dan janganlah Engkau permalukan kami. Ampunilah keburukan-keburukan kami dan janganlah Engkau menghukum kami karenanya. Dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang saleh dengan Engkau bimbing kami untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk. (Tafsir al-Mukhtashar)
Wahai tuhan Kami, sesungguhnya Kami mendengarkan penyeru, yaitu Nabi dan Al-Qur’an yang menyeru agar kami beriman kepadaMu. Lalu Kami beriman kepadaMu wahai Tuhan yang Maha Esa, tiada tuhan selain Engkau. Wahai Tuhan kami, tutuplah kemaksiatan kami, dan matikanlah kami bersama orang-orang terpilih yang memperbaiki amal mereka, yaitu para nabi yang shalih. Adz-dzunub adalah sesuatu yang timbul akibat kelalaian dalam ibadah. As-sayyiat adala sesuatu yang menyalahi hak-hak para hamba (Tafsir al-Wajiz)
سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِى لِلْإِيمٰنِ (kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman) Orang yang menyeru itu adalah Rasulullah. Dan pendapat lain mengatakan itu adalah al-Qur’an. فَـَٔامَنَّا ۚ (maka kamipun beriman) Yakni kami menjawab apa yang diperintahkan orang yang menyeru ini berupa keimanan. رَبَّنَا(Ya Tuhan kami) Pengulangan panggilan ini untuk menunjukkan ketundukan dan ketaatan kepada-Nya. الْأَبْرَارِ (orang-orang yang banyak berbakti) Yakni yang berbakti dan senantiasa sibuk dalam ketaatan kepada Allah. Dan pendapat lain mengatakan mereka adalah para Nabi. (Zubdatut Tafsir)
۞ قُلْ تَعَالَوْا۟ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُم مِّنْ إِمْلَٰقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلْفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا۟ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Arab-Latin: qul ta'ālau atlu mā ḥarrama rabbukum 'alaikum allā tusyrikụ bihī syai`aw wa bil-wālidaini iḥsānā, wa lā taqtulū aulādakum min imlāq, naḥnu narzuqukum wa iyyāhum, wa lā taqrabul-fawāḥisya mā ẓahara min-hā wa mā baṭan, wa lā taqtulun-nafsallatī ḥarramallāhu illā bil-ḥaqq, żālikum waṣṣākum bihī la'allakum ta'qilụn
Artinya: Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
Katakanlah (wahai rasul) kepada mereka, ”kemarilah, akau akan bacakan apa yang diharamkan tuhan kalian kepada kalian, yaitu; janganlah kalian menyekutukan sesuatupun dengan Allah dari makhluk-makhlukNya dalam beribadah kepadaNya, akan tetapi arahkanlah seluruh jenis ibadah kepadaNya semata, seperti khauf (rasa takut), pengharapan, do’ a dan jenis ibadah lainnya, dan hendaknya kalain berbuat baik kepada kedua orangtua kalian dengan berbakti dan doa serta jenis kebaikan lainnya. Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian dikarenakan kefakiran yang kalian alami. Sesungguhnya Allah lah yang memberikan rizki kepada kalian dan kepada mereka. Dan janganlah kalian mendekati dosa-dosa besar yang tampak dan tersembunyi. Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk di bunuh, kecuali dengan sebab yang dibenarkan seperti dalam kondisi menuntut hukum qishash dari pembunuh, perzinaan yang dilakukan orang yang telah menikah, atau karena murtad dari islam. Hal-hal yang disebutkan termasuk perkara yang Allah melarang kalian darinya dan menuntut janji dari kalian untuk menjauhinya, serta perkara yang Allah memerintahkan dan berpesan kepada kalian dengannya, semoga kalian memahami perintah-perintah dan larangan-laranganNya. (Tafsir al-Muyassar)
Katakanlah -wahai Rasul- kepada manusia, “Kemarilah! Aku akan membacakan untuk kalian apa yang telah Allah haramkan. Dia telah mengharamkan kalian menyekutukan-Nya dengan makhluk-Nya; durhaka kepada orangtua kalian, justru kalian wajib berbakti kepadanya; dan membunuh anak-anak kalian karena takut miskin seperti yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah. Karena Kami-lah yang memberikan rezeki kepada kalian dan kepada mereka. Allah juga mengharamkan kalian melakukan perbuatan keji, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Dan Allah pun telah mengharamkan kalian membunuh orang yang nyawanya dilindungi oleh Allah, kecuali ada alasan yang dibenarkan, seperti orang yang berzina dan statusnya telah menikah atau orang yang murtad sesudah memeluk Islam. Hal-hal tersebut adalah wasiat Allah kepada kalian agar kalian mengerti perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya. (Tafsir al-Mukhtashar)
151 Katakanlah wahai Nabi kepada orang-orang musyrik dan lainnya: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu dengan benar yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia dalam penyembahan, berbuat baiklah terhadap kedua orang tua ibu dan bapak kalian, dengan membaiki mereka dan mentaati mereka. Dan janganlah kamu membunuh anak-anak laki-laki kamu karena takut akan menjadi miskin. Dan takut terhina sehingga kalian mengubur hidup-hidup anak perempuan kalian sebagaimana yang telah dilakukan orang-orang Jahiliyyah, juga jangan kalian melakukan perbuatan keji. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, yaitu dosa-dosa besar dan maksiat besar seperti zina, baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Janganlah kamu membunuh jiwa yang Allah haramkan untuk membunuhnya melainkan dengan sesuatu sebab yang benar”. Seperti membunuh sebagai qishash merajam pelaku zina muhson, atau membunuh orang yang murtad. Yang telah disebutkan itu adalah yang telah diperintahkan dan diwajibkan kepadamu supaya kamu memahami perintah dan larangan Allah yang menuntun kepada kebaikan dan menghilangkan keburukan (Tafsir al-Wajiz)
قُلْ تَعَالَوْا۟ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمَ (Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu) Yakni aku akan membacakan untuk kalian ayat-ayat yang mengandung apa-apa saja yang diharamkan atas kalian. ألَّا تُشْرِكُوا۟ (janganlah kamu berbuat syirik) Yakni aku mengharuskan dan menghimbau kepada kalian untuk tidak mempersekutukan-Nya. وَبِالْوٰلِدَيْنِ إِحْسٰنًا ۖ (berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa) Yakni dengan berbakti kepada keduanya, dan menjalankan perintah dan larangannya. Dalam potongan ayat ini juga terdapat larangan untuk mendurhakai keduanya. وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَوْلٰدَكُم مِّنْ إِمْلٰقٍ ۖ (dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan) Makna (الإملاق) yakni kemiskinan. Dahulu orang-orang jahiliyah membunuh anak laki-laki dan perempuan mereka karena takut akan jatuh miskin, dan mereka juga membunuh anak perempuan karena takut aib. وَلَا تَقْرَبُوا۟ الْفَوٰحِشَ (dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji) Yakni perbuatan maksiat, diantaranya zina. مَا ظَهَرَ(baik yang nampak) Yakni yang terang-terangan. وَمَا بَطَنَ ۖ (maupun yang tersembunyi) Yang dilakukan secara rahasia. وَلَا تَقْتُلُوا۟ النَّفْسَ الَّتِى حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ (dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”) Dan sebab-sebab yang benar seperti membunuhnya untuk menegakkan qishash, atau hukuman bagi pelaku zina yang telah menikah sebelumnya, atau hukuman bagi orang yang murtad; sebab-sebab ini adalah sebab-sebab yang diizinkan oleh syariat. ذٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ (Demikian itu yang diperintahkan kepadamu) Yakni yang Allah perintahkan dan wajibkan atas kalian. (Zubdatut Tafsir)
وَبَرًّۢا بِوَٰلِدَيْهِ وَلَمْ يَكُن جَبَّارًا عَصِيًّا
Arab-Latin: wa barram biwālidaihi wa lam yakun jabbāran 'aṣiyyā
Artinya: dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.
Dan dia adalah seorang yang berbakti kepada kedua orangtuanya, taat dan patuh kepada mereka, dan dia bukanlah orang yang angkuh untuk taat kepada tuhannya, juga untuk taat kepada kedua orangtuanya. Dia tidak durhaka kepada tuhannya dan kepada kedua orangtuanya. (Tafsir al-Muyassar)
Dan ia sangat berbakti kepada kedua orangtuanya, berlemah lembut dan berbuat baik kepada keduanya, dan ia sama sekali bukanlah orang yang sombong dan durhaka dari ketaatan terhadap Tuhannya dan kedua orangtuanya. (Tafsir al-Mukhtashar)
Dia bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka kepada Tuhannya (Tafsir al-Wajiz)
وَبَرًّۢا بِوٰلِدَيْهِ (dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya) Lemah lembut dan berbaik hati kepada keduanya. وَلَمْ يَكُن جَبَّارًا عَصِيًّا(dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka) Yakni tidak menjadi orang yang menyombongkan diri dan tidak mendurhakai kedua orang tua dan Tuhannya. (Zubdatut Tafsir)
وَبَرًّۢا بِوَٰلِدَتِى وَلَمْ يَجْعَلْنِى جَبَّارًا شَقِيًّا
Arab-Latin: wa barram biwālidatī wa lam yaj'alnī jabbāran syaqiyyā
Artinya: dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.
Dan Dia menjadikanku seorang yang berbakti kepada ibuku dan Dia tidak menjadikanku manusia yang sombong lagi celaka serta melanggar perintah tuhanku. (Tafsir al-Muyassar)
Dan Dia menjadikanku berbakti kepada ibuku, dan tidak menjadikanku sombong dan durhaka dalam ketaatan terhadap Tuhanku. (Tafsir al-Mukhtashar)
32. Menjadikanku berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka dan durhaka kepada Tuhanku (Tafsir al-Wajiz)
وَبَرًّۢا بِوٰلِدَتِى (dan berbakti kepada ibuku) Isa pada saat itu mengetahui bahwa ia tidak memiliki ayah. وَلَمْ يَجْعَلْنِى جَبَّارًا شَقِيًّا (dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka) Makna (الجبار) adalah orang yang menyombongkan diri. Makna (الشقي) adalah orang yang bermaksiat pada Tuhannya; atau menurut pendapat lain orang yang sengsara; atau orang yang durhaka. (Zubdatut Tafsir)
كَلَّآ إِنَّ كِتَٰبَ ٱلْأَبْرَارِ لَفِى عِلِّيِّينَ
Arab-Latin: kallā inna kitābal-abrāri lafī 'illiyyīn
Artinya: Sekali-kali tidak, sesungguhnya kitab orang-orang yang berbakti itu (tersimpan) dalam 'Illiyyin.
Benar, sesungguhnya perkara yang telah ditetapkan bagi orang orang yang berbakti, (yaitu orang orang yang bertakwa),adalah bahwa mereka berada di derajat yang tinggi di dalam surga. Tahukah kamu (wahai rasul) apa derajat yang tinggi itu? Ketetapan bagi orang-orang baik itu sudah tercatat dan sudah selesai,tidak ditambah dan tidak dikurangi. Para malaikat di setiap langit yang didekatkan (kepada Allah) melihatnya. (Tafsir al-Muyassar)
Sekali-kali tidak, kenyataannya tidak seperti yang kalian bayangkan bahwa tidak ada Hari Perhitungan dan pembalasan. Sesungguhnya kitab orang-orang yang berbakti benar-benar berada di 'illiyyin. (Tafsir al-Mukhtashar)
Jangan begitu! Sebagai peringatan seperti sebelumnya. Sesungguhnya catatan orang-orang yang beriman dan benar telah tertulis pada susunan yang baik dan dartar orang-orang baik (Tafsir al-Wajiz)
لَفِى عِلِّيِّينَ ((tersimpan) dalam ‘Illiyyin) Yakni mereka telah tertulis sebagai penduduk illiyyin, yaitu surga atau tempat-tempat yang tinggi di surga. Makna (الأبرار) yakni orang-orang yang taat. (Zubdatut Tafsir)
لَٰكِنِ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوْا۟ رَبَّهُمْ لَهُمْ جَنَّٰتٌ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا نُزُلًا مِّنْ عِندِ ٱللَّهِ ۗ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌ لِّلْأَبْرَارِ
Arab-Latin: lākinillażīnattaqau rabbahum lahum jannātun tajrī min taḥtihal-an-hāru khālidīna fīhā nuzulam min 'indillāh, wa mā 'indallāhi khairul lil-abrār
Artinya: Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti.
Akan tetapi,orang-orang yang takut kepada tuhan mereka, dan melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNYA, sungguh Allah telah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawah istana-istananya dan pohon-pohonnya sungai-sungai. Itulah tempat tinggal mereka yang abadi,mereka tidak keluar darinya. Dan apa yang ada di sisi Allah itu lebih agung dan lebih utama bagi orang-orang yang taat daripada apa yang kaum kafir bergelimang hidup dengannya dari nikmat dunia. (Tafsir al-Muyassar)
Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Rabb mereka dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, mereka akan mendapatkan surga-surga yang di bawah istana-istananya mengalir sungai-sungai. Mereka akan tinggal di dalamnya untuk selama-lamanya. Itu adalah balasan yang disiapkan untuk mereka dari Allah -Ta'ālā-. Dan apa yang Allah siapkan untuk hamba-hamba-Nya yang saleh itu lebih baik dan lebih utama dibanding kesenangan duniawi yang dinikmati oleh orang-orang kafir. (Tafsir al-Mukhtashar)
Inilah keadaan orang-orang kafir. Adapun keadan orang-orang mukmin yang bertakwa dengan mengerjakan perintah dan menjauhi larangan, maka bagi mereka itu surga yang penuh kenikmatan dengan penggambaran yang sebelumnya. Mereka itu tinggal di dalamnya selamanya, dimuliakan dan diberi tempat yang baik di sisi Allah. Dan pahala, karunia, dan keridhaan di sisi Allah itu lebih baik bagi orang-orang yang baik, lagi taat daripada apa yang didapatkan orang-orang kafir di dunia berupa keuntungan dan kesejahteraan. (Tafsir al-Wajiz)
لٰكِنِ الَّذِينَ اتَّقَوْا۟ رَبَّهُمْ (Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya) Yakni bagi mereka -ditambah apa yang mereka dapatkan dari manfaat abadi- نُزُلًا (tempat tinggal) Makna (النزل) adalah apa yang disiapkan bagi tamu atau tempat tinggal sebagai tempat berlindung didalamnya. Dan ini sebagai bandingan Jahannam tempat orang kafir. وَمَا عِندَ اللهِ (Dan apa yang di sisi Allah) Berupa apa yang disiapkan Allah bagi orang yang mentaati-Nya. خَيْرٌ لِّلْأَبْرَارِ (lebih baik bagi orang-orang yang berbakti) Daripada apa yang didapatkan orang-orang kafir dari keuntungan yang mereka dapatkan dari perjalanan yang mereka lakukan dalam negeri. (Zubdatut Tafsir)
۞ وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Arab-Latin: wal-wālidātu yurḍi'na aulādahunna ḥaulaini kāmilaini liman arāda ay yutimmar-raḍā'ah, wa 'alal-maulụdi lahụ rizquhunna wa kiswatuhunna bil-ma'rụf, lā tukallafu nafsun illā wus'ahā, lā tuḍārra wālidatum biwaladihā wa lā maulụdul lahụ biwaladihī wa 'alal-wāriṡi miṡlu żālik, fa in arādā fiṣālan 'an tarāḍim min-humā wa tasyāwurin fa lā junāḥa 'alaihimā, wa in arattum an tastarḍi'ū aulādakum fa lā junāḥa 'alaikum iżā sallamtum mā ātaitum bil-ma'rụf, wattaqullāha wa'lamū annallāha bimā ta'malụna baṣīr
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Dan menjadi kewajiban pada ibu untuk menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh bagi ibu yang berniat menyempurnakan proses penyusuan, dan menjadi kewajiban para ayah untuk menjamin kebutuhan pangan dan sandang wanita-wanita menyusui yang telah dicerai dengan cara-cara yang patut sesuai syariat dan kebiasaan setempat. Sesungguhnya Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Dan kedua orang tua tidak boleh menjadikan anak yang terlahir sebagai jalan untuk saling menyakiti antara mereka berdua, dan menjadi kewajiban ahli waris setelah kematian ayah seperti apa yang menjadi kewajiban sang ayah sebelum kematiannya dalam hal pemenuhan kebutuhan nafkah dan sandang. Maka apabila kedua orang tua berkeinginan menyapih bayi sebelum dua tahun maka tidak ada dosa atas mereka berdua bila mereka telah saling menerima dan bermusyawarah dalam urusan tersebut, agar mereka berdua dapat mencapai hal-hal yang menjadi kemaslahatan si bayi. Dan apabila kedua orang tua sepakat untuk menyusukan bayi yang terlahir kepada wanita lain yang menyusui selain ibunya, maka tidak ada dosa atas keduanya, apabila ayah telah menyerahkan untuk Ibu apa yang berhak dia dapatkan dan memberikan upah bagi perempuan yang menyusui dengan kadar yang sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dikalangan orang-orang. Dan takutlah kepada Allah dalam seluruh keadaan kalian dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan dan akan memberikan balasan kepada kalian atas perbuatan tersebut (Tafsir al-Muyassar)
Para ibu menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh. Pembatasan dua tahun itu ditujukan bagi orang yang ingin menyempurnakan masa menyusui anaknya. Dan seorang suami (ayah si anak yang disusui) berkewajiban memberikan nafkah dan pakaian kepada para ibu menyusui yang diceraikannya menurut kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat (agama). Allah tidak akan membebani seseorang melebihi kekayaan dan kemampuannya. Salah satu dari kedua orang tuanya tidak boleh menjadikan anak tersebut sebagai alat untuk merugikan kepentingan yang lain. Dan ahli waris anak tersebut -apabila ayahnya sudah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan- juga memiliki kewajiban yang sama dengan ayahnya. Jika kedua orang tuanya menghendaki anak itu disapih sebelum genap dua tahun, maka mereka tidak berdosa apabila didahului dengan musyawarah dan kesepahaman di antara mereka demi kemaslahatan si anak. Apabila kalian ingin mencari orang lain selain ibunya untuk menyusuinya, maka kalian tidak berdosa sepanjang kalian memberikan nafkahnya bersama orang yang menyusuinya dan upahnya secara baik, tanpa dikurangi dan tidak ditunda-tunda. Dan bertakwalah kalian kepada Allah dengan cara menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat, sehingga tidak ada sesuatupun yang luput dari pengawasan-Nya, dan Dia akan memberi kalian balasan yang setimpal dengan amal perbuatan yang telah kalian lakukan. (Tafsir al-Mukhtashar)
Sebagiknya para ibu yang ditalak atau yang tidak ditalak itu menyusui anak mereka selama 2 tahun penuh bagi orang yang ingin menyusui dalam masa ini. Dan boleh di luar masa itu sesuai keridhaan kedua orang tua. Dan wajib bagi ayah untuk memberi nafkah bagi wanita yang ditalak berupa makanan dan pakaian sesuai kemampuannya, dan wajib pula bagi istri yang tidak ditalak untuk memberi nafkah tersebut meskipun tidak menyusui anak. Seseorang tidak dituntut untuk memberi nafkah perempuan yang menyusui kecuali sesuai kemampuannya atau semampunya. Dan tidak diperbolehkan menyakiti ibu karena adanya anak seperti mengurangi nafkah, atau mengambil alih anak darinya ketika dia mau untuk menyusui anak tersebut atau karena dia tidak mau rujuk. Dan ahli waris ayah yang diberi wasiat itu memiliki kewajiban yang sama atas ayahnya berupa memberi nafkah dan makan perempuan yang menyusui. Dan ketika kedua orang tua menghendaki untuk menyapih anaknya dari persusuan sebelum 2 tahun, dengan kesepakatan dan musyawarah tentang kebaikan anak, maka tidak ada dosa atas keduanya dalam kesepakatan ini. Wahai para orang tua, jika kalian ingin mencari perempuan yang menyusui selain istri kalian, maka tidak ada dosa atas kalian jika kalian telah menunaikan hak-haknya ibu (istri) atau wanita perempuan yang menyusui berupa upah tanpa ditunda-tunda atau dikurangi dan sesuai jumlah yang diiterapkan banyak orang, karena mengurangi upah itu bisa menyulitkan urusan anak dan dengan syarat agar ibu (istri) tidak dirugikan karena anaknya disusui orang lain. Takutlah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Memberi Kabar lagi Maha Melihat amal kalian serta akan membalas kalian atas amal tersebut (Tafsir al-Wajiz)
وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلٰدَهُنَّ (Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya) Setelah Allah menyebutkan masalah pernikahan dan perceraian kemudian disini menyebutkan masalah persusuan karena sepasang suami istri ketika berpisah bisa jadi keduanya memiliki anak. Pada kata (يرضعن) mempunyai makna perintah. حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ (selama dua tahun penuh) Yakni dua tahun penuh secara pasti dan bukan kira-kira, dan tidak ada persusuan setelah dua tahun. لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ (yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan) Yakni menyusui selama dua tahun bukanlah keharusan melainkan itu adalah batas sempurna. Dan dibolehkan kurang dari itu apabila kedua orang tua meridhai. وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ (Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu) Yakni atas ayah yang telah diberi anak kewajiban untuk memberi makan dan pakaian bagi ibu anaknya yang telah menyusui. Oleh sebab itulah seorang anak dinisbahkan kepada ayaknya dan bukan kepada ibunya, seakan-akan para ibu hanya melahirkan anak para ayah. Dan hukum memberi makan dan pakaian ini jika sang ibu telah dicerai, dan jika bukan ibu yang dicerai maka memberi nafkah dan pakaian ini merupakan kewajiban atas ayah meski sang ibu tidak menyusui anaknya. لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ (Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya) Yakni seorang wanita tidak dibebani untuk bersabar atas nafkah yang sedikit, dan tidak pula seorang ayah dibebani nafkah yang besar yang tidak ia sanggupi, akan tetapi harus memperhatikan keadilan atas keduanya. لَا تُضَآرَّ (Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan) Yakni seorang ibu tidak boleh menyengsaran ayah disebabkan anak dengan meminta kepadanya nafkah makan dan pakaian yang tidak ia sanggupi, dan tidak boleh pula ayah menyengsarakan seorang ibu dengan melalaikan kewajibannya atau mengambil anaknya dari ibu tanpa alasan. وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ ۗ (dan warispun berkewajiban demikian) Yakni apabila ayah tadi meninggal maka ahli waris atas anak ini berkewajiban untuk memberi upah menyusui kepada sang ibu, sebagaimana yang dilakukan sang ayah sebelum meninggal. Dan pendapat lain mengatakan yang dimaksud dengan ahli waris disini adalah ahli waris ayah, yang berkewajiban untuk memberi nafkah dan pakaian bagi yang menyusui dengan cara yang baik. Dan diharamkan bagi yang memberi nafkah ini untuk memberi kemadharatan kepada sang ibu sebagaimana dulu diharamkan atas sang ayah. فِصَالًا (menyapih) Yakni menghentikan penyusuan. عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا (dengan kerelaan keduanya) Yakni atas dasar kerelaan dari kedua orangtua. Maka apabila salah seorang dari keduanya ingin menyapih anaknya maka ia harus meminta kerelaan orang satunya dan bermusyawarah dengannya sampai keduanya bersepakat demi kebaikan anak. وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلٰدَكُمْ (Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain) Yakni meminta agar yang menyusui anak adalah wanita lain selain ibu si anak. فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم (maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran) Yakni hal itu tidak mengapa jika meminta agar yang menyusui anak adalah wanita lain selain ibu si anak asalkan kalian memberi upah kepada ibu si anak sesuai dengan lamanya waktu menyusui, atau memberi upah kepada yang kamu mintai agar menyusui anakmu. بالمعروف (dengan cara yang ma’ruf) Yakni tanpa menunda-nunda atau mengurangi upah tersebut, karena tidak memberi upah secara baik kepada mereka menunjukkan bahwa sang ayah meremehkan dan lalai dalam urusan si anak. Dan dibolehkannya meminta agar si anak disusui oleh orang lain jika tidak memberikan madharat kepada sang ibu sebagaimana dijelaskan diawal ayat ini. (Zubdatut Tafsir)
جَنَّٰتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَن صَلَحَ مِنْ ءَابَآئِهِمْ وَأَزْوَٰجِهِمْ وَذُرِّيَّٰتِهِمْ ۖ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ
Arab-Latin: jannātu 'adniy yadkhulụnahā wa man ṣalaḥa min ābā`ihim wa azwājihim wa żurriyyātihim wal-malā`ikatu yadkhulụna 'alaihim ming kulli bāb
Artinya: (yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;
Tempat kesudahan (yang terpuji) itu adalah surga-surga Adn, mereka tinggal disana, tidak berpindah darinya. dan tinggal bersama mereka, orang-orang shalih dari orangtua, istri dan anak keturunan mereka, baik yang lelaki maupun perempuan. Dan malaikat-malaikat datang masuk menemui mereka dari semua pintu, untuk memberi selamat kepada mereka atas keberhasilan memasuki surga. (Tafsir al-Muyassar)
Akhir yang baik itu adalah Surga yang mereka tinggal di dalamnya dengan mendapatkan nikmat-nikmat yang abadi, dan di antara kesempurnaan nikmat yang mereka dapatkan adalah masuknya bapak-bapak, ibu-ibu, istri-istri dan anak-anak mereka yang saleh bersama mereka, hal ini menambah ketenangan mereka karena bisa berkumpul dengan orang-orang tersebut. Dan para Malaikat mendatangi mereka untuk menyampaikan ucapan selamat dari segala pintu di tempat mereka di Surga. (Tafsir al-Mukhtashar)
23 Tempat tinggal yang baik itu adalah surga yang kekal, mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan bapak-bapak mereka, isteri-isteri dan anak cucu mereka. Sekalipun jika ketakwaan dan kesalehan keluarga mereka tidak semisal dengan mereka. Itu sebagai penghormatan dengan memepertemukan mereka dengan orang-orang yang mereka cintai untuk kebahagiaan mereka. Adapun malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu sambil berucap kepada mereka (Tafsir al-Wajiz)
جَنّٰتُ عَدْنٍ ((yaitu) surga ‘Adn) Surga sebagai tempat tinggal abadi bagi penghuninya. وَمَن صَلَحَ مِنْ ءَابَآئِهِمْ (bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya) Mencakup bapak dan ibu mereka. وَأَزْوٰجِهِمْ وَذُرِّيّٰتِهِمْ ۖ( isteri-isterinya dan anak cucunya) Agar mereka mendapatkan kesejahteraan yang sempurna dengan bertemu dengan orang-orang tercinta mereka. Allah menyebutkan kata “shalih” dalam ayat ini sebagai dalil bahwa kerabat mereka yang tidak termasuk orang-orang yang shalih tidak dapat masuk surga. Tidak hanya dengan menjadi ibu bapak, pasangan, atau keturunannya saja tanpa menjadi orang yang shalih. وَالْمَلٰٓئِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ(sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu) Dari seluruh pintu tempat tinggal yang mereka diami. (Zubdatut Tafsir)
وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَٰقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيرًا
Arab-Latin: wa lā taqtulū aulādakum khasy-yata imlāq, naḥnu narzuquhum wa iyyākum, inna qatlahum kāna khiṭ`ang kabīrā
Artinya: Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
Dan apabila kalian telah mengetahui bahwa rizki itu di tangan Allah , maka janganlah kalain wahai manusia membunuh anak-anak kalian lantaran rasa takut terhadap kemiskinan, karena sesungguhnya Dialah Allah yang maha pemberi rizki bagi hamba-hambaNya, Dia memberi rizki kepada anak-anak sebagiamana memberi rizki kepada orangtua. Sesungguhnya membunuh anak-anak merupakan perbuatan dosa besar. (Tafsir al-Muyassar)
Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin jika menafkahi mereka, sebab Kami lah yang bertanggungjawab memberi rezeki pada mereka, dan juga pada kalian, karena membunuh mereka merupakan suatu dosa besar, terlebih mereka tak berdosa dan tidak pula ada alasan yang mengharuskan pembunuhan itu. (Tafsir al-Mukhtashar)
Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut fakir, sebagaimana yang dilakukan sebagian orang-orang bodoh. Kami memberi rejeki anak-anak kalian juga diri kalian. Dan kalian bukanlah pemberi rejeki. Dan yang berlalu di sini adalah rejeki anak, karena sesungguhnya pembunuhan itu dilakukan karena takut fakir dengan adanya mereka. Dan yang berlalu dalam urusan binatang ternak adalah rejeka bapak karena pembunuhan itu karena kefakiran bapak. Sesungguhnya pembunuhan mereka itu adalah dosa besar (agung) (Tafsir al-Wajiz)
خَشْيَةَ إِمْلٰقٍ ۖ (takut kemiskinan) Allah melarang mereka untuk membunuh anak mereka sendiri karena takut miskin. Dan ini merupakan perbuatan yang dahulu mereka lakukan. نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ( Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu) Dan kalian bukanlah orang yang memberi anak-anak itu rezeki sehingga kalian memperlakukan mereka demikian. خِطْـًٔا كَبِيرًا (suatu dosa yang besar) Yakni dosa yang besar. (Zubdatut Tafsir)
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Itulah pelbagai penjelasan dari para ahli tafsir terkait makna dan arti ayat tentang berbakti kepada orangtua (arab, latin, artinya), semoga membawa manfaat bagi kita semua. Dukunglah perjuangan kami dengan memberikan tautan menuju halaman ini atau menuju halaman depan TafsirWeb.com.