Surat ‘Abasa Ayat 17
قُتِلَ ٱلْإِنسَٰنُ مَآ أَكْفَرَهُۥ
Arab-Latin: Qutilal-insānu mā akfarah
Artinya: Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya?
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Pelajaran Menarik Mengenai Surat ‘Abasa Ayat 17
Paragraf di atas merupakan Surat ‘Abasa Ayat 17 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada beragam pelajaran menarik dari ayat ini. Ada beragam penjelasan dari para mufassirun terkait kandungan surat ‘Abasa ayat 17, di antaranya sebagaimana termaktub:
📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
17-23. Manusia kafir dilaknat dan diazab, betapa besar kekafirannya kepada tuhannya. Tidakkah dia melihat dari apa Allah menciptakannya pertama kali? Allah menciptakannya dari air yang sedikit (yaitu sperma),lalu allah menciptakannya dalam beberapa tahapan, Kemudian Allah menjelaskan baginya jalan kebaikan dan jalan keburukan, Kemudian Allah mematikannya dan menjadikan baginya satu tempat yang ia dikubur di dalamnya. Kemudian jika Allah berkehendak Dia akan menghidupkan kembali dan membangkitkannya untuk menghadapi perhitungan amal dan balasan. Perkaranya tidak sebagaimana yang diucapkan dan dilakukan oleh orang kafir ini,dia tidak menunaikan perintah Allah,yaitu beriman kepada NYA dan mentaati NYA.
📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah
17-22. Ini merupakan doa keburukan bagi manusia yang kafir agar mendapat laknat dan dijauhkan dari rahmat Allah karena sangat ingkar terhadap nikmat-nikmat-Nya. Apakah dia mengakui dari apa Allah menciptakannya? Allah menciptakannya dari air mani, kemudian Allah menetapkan baginya tahapan-tahapan penciptaan. Kemudian Allah memudahkannya untuk keluar dari perut ibunya; dan setelah dia dewasa, Allah menjelaskan baginya jalan kebaikan dan keburukan. Kemudian Allah akan menetapkan kematian baginya dan memerintahkan untuk dikubur. Lalu Allah akan menghidupkannya untuk menjalani hisab jika Dia menghendaki itu.
📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram
17. Terlaknatlah manusia yang kafir, betapa besar kekafiran mereka terhadap Allah.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
17. قُتِلَ الْإِنسٰنُ مَآ أَكْفَرَهُۥ (Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya)
Terlaknatlah orang kafir, betapa besar kekafirannya.
📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
17. Orang kafir dilaknat selaknat-lanatnya atas kekufuran mereka. Mereka akan dipanggil dengan panggilan paling buruk
📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah
{Celakalah manusia} terkutuklah orang kafir {Alangkah kufur dia} alangkah dahsyatnya kekufurannya
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
Ayat 17-23
Meski seperti itu, manusia tetap saja kufur. Karena itu Allah berfirman, “Binasalah manusia; alangkah amat sangat keakfirannya” terhadap nikmat Allah, dan alangkah hebat pembangkangannya pada kebenaran setelah kebenaran itu jelas, padahal sendiri apa? Dia hanyalah makhluk paling lemah yang diciptakan Allah dari air hina kemudian ditentukan wujudnya serta disempurnakan menjadi manusia sempurna lalu Allah menyempurnakan kekuatan lahir dan batinnya. “Kemudian dia memudahkan jalannya,” yakni Allah memudahkan baginya sebab-sebab agama dan dunia dan menunjukan pada jalan lurus serta menjelaskannya. Allah mengujinya dengan perintah dan larangan. “Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur,” yakni, memuliakannya dengan disemayamkan dan tidak dijadikan seperti hewan yang bangkainya dibiarkan saja tergeletak diatas tanah. “Kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya setelah kematian untuk pembalasan amal. Hanya Allah semata yang mengatur manusia dan mengarahkannya pada hal-hal tersebut. Tidak ada satu sekutu pun yang menyertai Allah dalam hal itu. Meski demekian, manusia tetap saja tidak mau menunaikan perintah Allah dan tidak mau menunaikan kewajiban yang dibebankan padanya. Bahkan senantiasa bermalas-malasan tapi banyak meminta.
📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah
Ayat 17-32
Allah SWT berfirman seraya mencela orang yang memngingkari hari kebangkitan dan penghidupan anak cucu Adam (Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya (17)) ini untuk jenis manusia yang mendustakan karena sangat banyak kedustaannya yang tanpa sandaran, bahkan hanya menurut ilusi yang menganggap hal itu mustahil dan tidak adanya pengetahuan.
Kemudian Allah SWT menjelaskan kepadanya tentang bagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang hina? dan bahwa Dia mampu untuk mengembalikannya hidup sebagaimana saat Dia memulai penciptaannya; jadi Allah SWT berfirman: (Dari apakah Allah menciptakannya? (18) Dari setetes mani, Allah menciptakannya, lalu menentukannya (19)) yaitu menentukan ajal, rezeki, dan amalnya, apakah dia termasuk orang yang berbahagia atau orang yang celaka (Kemudian Dia memudahkan jalannya (20)) kemudian Allah memudahkannya keluar dari perut ibunya. Demikian juga dikatakan Qatadah, dan As-Suddi, dan dipilih Ibnu Jarir.
Mujahid berkata bahwa ini semakna dengan firman Allah SWT: (Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir (3)) (Surah Al-Insan) yaitu, Kami telah menerangkan kepadanya, menjelaskannya kepadanya, dan mumudahkan baginya untuk mengamalkannya. Demikian juga dikatakan Al-Hasan dan Ibnu Zaid, dan pendapat inilah yang paling kuat; hanya Allah yang lebih Mengetahui.
Firman Allah SWT: (kemudian Dia mematikannya dun memasukkannya ke dalam kubur (21)) yaitu setelah Allah menciptakannya, lalu mematikannya dan menguburnya, yaitu Allah menjadikannya mempunyai kuburan. Bangsa Arab berkata “qabartu ar-rajula” jika kamu mengurusi hal itu, dan dikatakan “aqbarahullah” (Allah menjadikannya memiliki kuburan). Dikatakan pula : “'adhabtu qarna ats-tsauru” (aku memotong tanduk banteng itu”. Bisa juga “a’dhabahullah”, (Allah menjadikan tanduknya terpotong”. Dikatakan “batartu dzanabal ba'iri”, (aku potong ekor unta itu) bisa juga dikatakan “abtarahullah” (Allah menjadikan ekor unta itu terputus). Dikatakan “taradtu fulanan 'anni” (aku mengusir Fulan dariku). Dikatakan “atradahullah”, Allah menjadikannya terusir
Firman Allah: (kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali (22)) yaitu membangkitkannya setelah mati. dan termasuk ke dalamnya ini kata kebangkitan dan berkembang biak (Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kalian dari tanah, kemudian tiba-tiba kalian (menjadi) manusia yang berkembang biak (20)) (Surah Ar-Rum) dan (dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging) (Surah Al-Baqarah: 259)
Firman Allah SWT: (sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya (23)) Ibnu Jarir berkata bahwa Allah SWT berfirman, "Kalla," yaitu perkaranya tidak seperti apa yang dikatakan manusia yang kafir itu, bahwa dia telah menunaikan hak Allah yang ada pada dirinya dan hartanya (manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya) Allah SWT berfirman bahwa dia masih belum menunaikan kewajiban Allah SWT atas dirinya.
Diriwayatkan dari Mujahid tentang firmanNya: (sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya (23)) yaitu tidak ada seorangpun yang ditetapkan dapat menunaikan apa yang diwajibkan atas dirinya. Al-Baghawi meriwayatkan hal yang serupa dari Hasan Al-Bashri.
Demikianlah yang saya dapati dari pendapat ulama terdahulu tentangnya, tidak ada hal lainnya. Tetapi menurut saya, makna yang dimaksud hanya Allahlah yang lebih mengetahui (kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali (22)) yaitu Dia membangkitkannya (tidaklah demikian; Allah masih belum menunaikan apa yang telah ditetapkan-Nya itu (23)) yaitu Allah tidak akan melakukannya sekarang sebelum masa yang telah Dia tetapkan atas anak cucu Adam yang akan menjalaninya habis dan dikeluarkan di dunia, sedangkan di pundaknya telah terbebani perintah dari Allah secara takdir. Maka ketika hal yang telah ditetapkan Allah itu habis, Allah membangkitkan semua makhluk dan menghidupkan kembali mereka sebagaimana Dia memulai penciptaannya.
Firman Allah SWT (maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya (24)) Ini merupakan penyebutan nikmat Allah dan merupakan bukti yang menunjukkan bahwa jasad-jasad ini setelah menjadi tulang belulang yang hancur menjadi tanah dan tercerai-berai dengan menggunakan perumpamaan penghidupan tumbuhan dari tanah yang mati. Lalu Allah SWT berfirman: (Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit) (25)) yaitu Kami menurunkan hujan dari langit ke bumi (kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya (26)) yaitu, Kami menempatkan air itu dalam bumi dan masuk melalui celah-celahnya, kemudian meresap ke dalam biji-bijian yang disimpan dalam tanah. Maka biji-bijian itu tumbuh menjadi tumbuhan yang muncul di permukaan bumi (lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu (27) anggur dan sayur-sayuran (28)) Kata “Al-habbu” adalah biji-bijian, “al-’inabu” adalah anggur. dan “al-qadhbu” adalah sayuran yang dimakan ternak dengan mentah-mentah. Hal itu juga disebut “Al-Qattu” Demikianlah menurut Ibnu Abbas dan Qatadah. Hasan Al-Bashri berkata bahwa “al-qadhbu” adalah makanan ternak.
(dan zaitun) yaitu sesuatu yang sudah dikenal dan dapat dijadikan lauk, begitu pula minyaknya. Bahkan minyaknya dapat digunakan untuk meminyaki tubuh dan bahan bakar (dan buah kurma) yang dapat dimakan dalam keadaan muda, atau masak, bisa juga basah, kering, belum masak, dan sudah masak, dan perasannya dapat dijadikan minuman dan cuka (kebun-kebun (yang) lebat (30)) yaitu kebun-kebun. Al-Hasan dan Qatadah berkata bahwa (ghulban) adalah pohon kurma yang besar dan rindang.
Ibnu Abbas juga berkata bahwa (ghulban) adalah pohon yang dapat dijadikan naungan.
DIriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firmanNya: (kebun-kebun (yang) lebat (30)) yaitu yang tinggi-tinggi.
Firman Allah SWT: (dan buah-buahan dan rumput-rumputan (31)) Adapun kata “Al-fakihah” adalah semua jenis buah-buahan yang dimakan. Ibnu Abbas berkata bahwa “Al-fakihah” adalah buah yang dimakan dalam keadaan segar, dan “al-abb” adalah tumbuhan yang hanya dimakan binatang ternak dan tidak dimakan manusia.
Mujahid berkata bahwa “al-abb” adalah rumput-rumputan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa “al-abb” adalah tumbuhan yang dimakan hewan dan tidak dimakan manusia.
Diriwayatkan dari Anas bahwa Umar bin Khattab membaca firmanNya: (Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling (1)) Ketika bacaannya sampai ayat: (dan buah-buahan dan rumput-rumputan (31)) dia berkata, "Kami telah mengetahui apa yang dimaksud dengan “Al-fakihah” , tetapi apakah itu “al-abb”?" dia berkata, "Demi usiamu, wahai Ibnu Al-Khattab, sesungguhnya ini benar-benar merupakan memaksakan diri" Sanad hal ini shahih, banyak ulama telah meriwayatkannya dari Anas. Hal ini mengandung penafsiran bahwa Umar bermaksud untuk mengetahui bentuk, jenis dan barangnya, karena sesungguhnya dia dan semua orang yang membaca ayat ini mengetahui bahwa “al-abb” adalah sejenis tumbuhan bumi karena firmanNya: (lalu Kami tumbuhkan biji-bijian dl bumi itu (27) anggur, dan sayur-sayuran (28) zaitun dan pohon kurma (29) kebun-kebun (yang) lebat (30) dan buah-buahan serta rumput-rumputan (31)) dan firman Allah SWT: (untuk kesenangan kalian dan untuk binatang-binatang ternak kalian (32)) yaitu untuk makanan kalian dan binatang ternak kalian di dunia ini sampai hari kiamat
📚 Tafsir Juz 'Amma / Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, anggota Lajnah Daaimah (Komite Fatwa Majelis Ulama KSA)
Setelah Allah menjelaskan kedudukan Al-Qur'an , dan kedudukan orang beriman , Allah kemudian menjelaskan pada ayat ini status mereka yang dalam diri mereka ada sifat kekufuran :
{ قُتِلَ الْإِنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ } maksud dari ( قُتِلَ ) disini adalah laknat , Yakni Allah melaknat sebgian golongan dari manusia , dikarekan betapa besarnya kekufuran mereka kepada Allah , yaitu kekufuran mereka terhadap nikmat yang Allah berikan , dan kekufuran mereka terhadap Al-Qur'an .
{ قُتِلَ الْإِنْسَانُ } Terlaknatlah sebagian golongan dari manusia , dan yang dimaksud dari ayat ini adalah mereka orang-orang kafir , terhadap apapun mereka berbuat kufur melainkan itu hanyalah dari nafsu mereka dan kesengsaraan yang akan mereka dapati .
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Tafsir Juz 'Amma / Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, ulama besar abad 14 H
قُتِلَ الْإِنْسَانُ “Binasalah manusia”
قُتِلَ sebagian ulama memaknai: Terlaknat. Namun yang nampak maknanya adalah dibinasakan, karena pembunuhan mengakibatkan kebinasaan. Ini adalah uslub (gaya bahasa) yang digunakan orang arab untuk menjelekkan yang dilakukan orang yang diarahkannya. Misalnya mereka mengatakan: Fulan binasa, alangka jelek akhlaknya, fulan binasa, betapa buruk ia, dan semisalnya.
Firman Allah Ta’ala الْإِنْسَانُ "Manusia" sebagian ulama mengatakan: yang dimaksud dengan manusia disini adalah orang kafir secara khusus, bukan semua insan, karena setelahnya Allah berfirman: مَا أَكْفَرَهُ " alangkah amat sangat kekafirannya?" bisa juga yang dimaksud manusia disini adalah al-Jins/jenis (mayoritas). Karena kebanyakan manusia adalah kuffar, sebagaimana ditetapkan dalam hadits yang shahih: Sesungguhnya Allah akan mengatakan di hari kiamat nanti: Wahai Adam, Adam menjawab: Aku siap menerima panggilanmu segera. Maka Allah berkata padanya: “Keluarkanlah sebagian keturunan mu sekelompok orang dari neraka” maka Adam berkata: Ya Rabb, Dari jumlah berapa segolongan penduduk neraka itu? Allah menjawab: Dari setiap seribu Sembilan ratus Sembilan puluh Sembilan.
مَا أَكْفَرَهُ Sebagian ulama mengatakan: Kata Maa di sini, berfungsi istifhaamiyah (untuk kalimat tanya) maknanya: Sesuatu apakah yang ia kufuri? Apa yang menggiringnya kepada kekufuran?Sebagian Ulama mengatakan: Kalimat ini adalah termasuk kalimat ungkapan takjub; maknanya: Alangkah kafirnya dia? Kekufuran manusia itu besar, karena Allah telah memberinya akal, mengutus Rasul-rasul, menurunkan kitab-kitab, dan membentangkan bukti-bukti kebenaran, walau pun begitu ia tetap kafir, maka dari itu kekufurannya besar.
Perbendaan antara kedua pendapat ini: Jika ditinjau dengan pendapat pertama, maka مَا adalah istifhamiyah, maknanya: Apa yang membuatnya kufur. Sedangkan jika ditinjau dengan pendapat kedua maka مَا disini adalah untuk mengungkapkan rasa heran/takjub. Berarti maknanya: Manusia mengherankan, bagaimana dia kafir padahal segala sesuatu sudah diberikan kepadanya dalam penjelasan kebenaran, petunjuk, kekufuran dan keimanan?! Kekufuran di sini mencakup semua macam kekufuran, di antaranya adalah mengingkari kebangkitan. Banyak dari orang-orang kafir yang mendustakan adanya kebangkitan. Mereka mengatakan: Tidak mungkin manusia dibangkitkan setelah tulang-tulangnya sudah hancur lebur, sebagaimana Allah berfirman: وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?”(QS. Yasin: 78)
📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi
Surat ‘Abasa ayat 17: 17-23. Kemudian Allah menyeru kepada orang-orang kafir, Ia berkata : Allah akan perangi orang-orang yang kufur dengan kekufuran yang sangat kepada Allah, (padahal) bersamaan dengan kekufurannya, Allah telah berbuat baik kepadanya. Lalu Allah katakan kepada mereka yang bersikukuh dengan kekufurannya : Bukankan ia (orang-orang kafir) melihat asal penciptaannya yang diciptakan dari setetes mani yang hina ? Sampai-sampai mereka tidak membutuhkan lagi keimanan kepada Rabbnya ? Dengan mani ini Allah jadikan mereka ditakdirkan menempel di rahim ibunya dengan kondisi bertahap sampai menjadi manusia. Kemudian setelah melewati tahap ini yaitu ketika hidup di dalam rahim ibunya, Allah mudahkan baginya untuk keluar (ke dunia), Allah beri petunjuk untuk hidup di bumi, Allah mudahkan untuk mendapatkan petunjuk (kebaikan) jika ia mendambakannya, dan Allah bebaskan bermaksiat jika memang itu dambaannya. Kemudian Allah beri kenikmatan (pada mukmin) ketika mati dan dikuburkan di dalam kubur, Allah berikan kemuliaan atasnya. Kemudian Allah beri kenikmatan ketika Allah berkehendak menghidupkan dan membangkitkannya setelah kematiannya untuk dihisab dan dibalas amalannya ketika dunia; Sedangkan orang-orang kafir Allah berikan cobaan dan diuji atas kesombongan dan keangkuhannya, padahal Allah telah berbuat baik kepadanya (di dunia) dan sama-yaitu dibebankan syariat; Akan tetapi ia tidak menganggap (acuh) atas apa yang telah diwajibkan oleh Rabbnya dari keimanan dan amal yang shalih.
📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Yakni orang-orang kafir.
Kepada nikmat Allah, dan alangkah kerasnya penentangannya kepada kebenaran setelah jelas, padahal siapakah dia? Dia hanyalah makhluk yang diciptakan dari sesuatu yang paling lemah; dari air yang hina lalu Allah menentukan fase-fase kejadiannya dan menyempurnakannya.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat ‘Abasa Ayat 17
Allah telah menurunkan Al-Qur'an sebagai kitab yang penuh peringatan bagi manusia agar mereka mengikuti jalan Allah, tetapi celakalah manusia, alangkah jauh mereka dari rahmat Allah, alangkah kufurnya dia kepada peringatan tuhan!18. Mengapa mereka ingkar' tidakkah mereka sadar dari apakah dia menciptakannya'.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Demikianlah beragam penjabaran dari kalangan mufassirun terhadap makna dan arti surat ‘Abasa ayat 17 (arab-latin dan artinya), semoga membawa faidah bagi ummat. Bantu perjuangan kami dengan mencantumkan link ke halaman ini atau ke halaman depan TafsirWeb.com.