Surat Al-Baqarah Ayat 227

وَإِنْ عَزَمُوا۟ ٱلطَّلَٰقَ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Arab-Latin: Wa in 'azamuṭ-ṭalāqa fa innallāha samī'un 'alīm

Artinya: Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

« Al-Baqarah 226Al-Baqarah 228 »

Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Hikmah Penting Terkait Surat Al-Baqarah Ayat 227

Paragraf di atas merupakan Surat Al-Baqarah Ayat 227 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada beberapa hikmah penting dari ayat ini. Terdokumentasi beberapa penjabaran dari banyak ahli tafsir berkaitan kandungan surat Al-Baqarah ayat 227, misalnya sebagaimana berikut:

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

Dan apabila mereka berniat dengan ketetapan hati untuk menalak (menceraikan), dengan meneruskan kandungan sumpah mereka dan meninggalkan untuk mencampuri(istri-istri), maka sesungguhnya Allah maha mendengar ucapan-ucapan mereka, lagi Maha Mengetahui niat-niat mereka dan akan memberikan balasan kepada mereka sesuai dengan itu.


📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram

227. Apabila mereka menghendaki perceraian dengan tidak menggauli istri-istri mereka dan tidak mau kembali menggauli mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar ucapan mereka, termasuk ucapan perceraian, lagi Maha Mengetahui keadaan dan niat mereka, dan akan memberi mereka balasan yang setimpal.


📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

227. وَإِنْ عَزَمُوا۟ الطَّلٰقَ فَإِنَّ اللَّـهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui)
Yakni apabila sang suami menolak untuk talak maka hakim yang menjatuhkan talak, agar menghindarkan kerugian yang ditanggung oleh sang istri. Dan sang suami tidak diwajibkan untuk membayar kafarah karena dia tidak melanggar sumpahnya.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

227. Dan jika mereka bermaksud dan memutuskan untuk menalak, maka Allah itu Maha Mendengar ucapan mereka dan Maha Mengetahui maksud mereka


📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah

Jika mereka tetap teguh} mereka sangat menginginkan {untuk bercerai, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui


📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

227. “Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak,” Artinya, mereka tidak mau kembali (dan melakukan Jima) yang merupakan tanda kebencian mereka terhadap istri-istri mereka dan ketidaksukaan terhadap mereka. Ini tidaklah terjadi kecuali karena ketetapan hati yang kuat untuk talak. Apabila ini terjadi, maka ini adalah hak yang wajib dilaksanakan secara langsung, dan bila tidak, maka Hakim yang memaksanya untuk melakukan talak dan melakukannya untuknya.
“Maka sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.” ayat ini merupakan ancaman dan peringatan bagi orang yang bersumpah dengan sumpah seperti ini dan ia bermaksud menyusahkan dan memberatkan (istrinya) dengan sumpahnya.
Ayat ini dapat dijadikan dalil bahwa ila’ itu khusus terhadap istri karena Allah hanya menyebutkan, “istrinya,” dan juga bahwa beriman itu wajib pada setiap 4 bulan sekali, karena setelah 4 bulan itu ia harus dipaksa, baik untuk berjima atau melakukan talak, dan hal ini tidaklah seperti itu kecuali karena ia meninggalkan suatu yang wajib.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

Ayat 226-227
Ila’ adalah sumpah. Jika seorang laki-laki bersumpah untuk tidak berhubungan intim dengan istrinya selama waktu tertentu, tidak ada pilihan selain kurang dari empat bulan atau lebih dari itu. Jika durasinya kurang dari empat bulan, maka dia harus menunggu sampai periode tersebut berakhir kemudian dia boleh berhubungan intim dengan istrinya, dan dalam hal ini istrinya harus bersabar. Istrinya tidak dapat menuntut untuk kembali selama periode ini. Ini sebagaimana yang terdapat dalam shahih Bukhari Muslim dari Aisyah, bahwa Rasulullah SAW pernah mengila’ istri-istri beliau selama sebulan, tetapi beliau mengubahnya menjadi dua puluh sembilan hari. Kemudian beliau bersabda, “Sebulan adalah dua puluh sembilan hari” Hal yang serupa juga diriwayatkan dari Umar bin Khattab.
Adapun jika periode tersebut melebihi empat bulan, maka istri berhak menuntut hak kembali dari suaminya ketika periode empat bulan itu berakhir. Dia bisa kembali, yaitu melakukan berhubungan intim, atau bercerai, Maka akan diputuskan oleh hakim terkait hal ini, agar tidak memberi mudharat terhadap istri. Oleh karena itu Allah berfirman (Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya), yaitu mereka yang bersumpah untuk tidak melakukan hubungan intim dengan istrinya. Dalam hal ini terdapat dalil bahwa ila’ itu dikhususkan hanya untuk istri bukan budak perempuan, sebagaimana pendapat mayoritas ulama (diberi tangguh empat bulan (lamanya)) yaitu suami harus menunggu empat bulan setelah bersumpah kemudian dia memutuskan dan dituntut untuk melanjutkan dengan berhubungan intim atau bercerai. Allah berfirman, (Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya)) yaitu jika mereka kembali pada asalnya. Ini adalah sebuah ungkapan yang merujuk kepada hubungan intim. Hal ini diungkapkan oleh Ibnu Abbas, Masruq, Asy-Sya'bi, Sa'id bin Jubair, dan lainnya, termasuk Ibnu Jarir. (maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) terhadap sesuatu yang telah berlalu berupa membatasi hak-hak istri karena sumpah mereka. Firman Allah, (Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) di dalamnya menjadi dalil untuk salah satu pendapat ulama’, yaitu pendapat dari Imam Syafi’I bahwa jika suami kembali setelah periode empat bulan maka dia tidak perlu membayar kafarat, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Amr bin Syuaib dari ayahnya, dair kakeknya, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang bersumpah kemudian melihat yang lainnya lebih baik darinya, maka meninggalkannya adalah kafarah baginya” Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi. Pendapat yang dianggap baru oleh Mayoritas ulama’ adalah pendapat madzhab Syafi'i bahwa suami wajib membayar kafarat karena keumuman membayar kafarat untuk setiap sumpah, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits-hadits shahih.Hanya Allah yang lebih Mengetahui.
Terkait firman Allah (Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak) menunjukkan bahwa perceraian tidak terjadi begitu saja setelah berakhirnya empat bulan. Sebagaimana pandangan mayoritas ulama’ masa ini. Ulama’ lainnya berpendapat bahwa perceraian terjadi satu kali talak setelah berakhirnya empat bulan. Pendapat ini didukung oleh sanad hadits yang shahih dari Umar, Utsman, Ali, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Zaid bin Tsabit. Pendapat itu juga dikatakan Ibnu Sirin, Masruq, Al-Qasim, Salim, Al-Hasan, Abu Salamah, Qatadah, Syuraih Al-Qadhi, Qabishah bin Dzuaib, ‘Atha', Abu Salamah bin Abdurrahman, Sulaiman bin Tarhan At-Taimi, Ibrahim An-Nakha'i, Ar-Rabi’bin Anas, dan As-Suddi.
Kemudian dikatakan bahwa perceraian dapat terjadi dalam bentuk thalaq raj’i setelah empat bulan. Pandangan ini diungkapkan oleh Sa'id bin Al-Musayyib, Abu Bakr bin Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam, Makhul, Rabiah, Az-Zuhri, dan Marwan bin Al-Hakam.
Dikatakan bahwa perceraian dapat terjadi dalam bentuk Thalaq Ba’in. Ini dinyatakan oleh Ali, Ibnu Mas'ud, Utsman, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Zaid bin Tsabit. Ini juga dikatakan oleh ‘Atha', Jabir bin Zaid, Masruq, ‘Ikrimah, Al-Hasan, Ibnu Sirin, Muhammad bin Al-Hanafiyyah, Ibrahim, Qabishah bin Dzuaib, Abu Hanifah, Ats-Tsauri, dan Hasan bin Shalih. Semua pandangan ini menyatakan bahwa perceraian terjadi setelah berlalunya empat bulan itu ada masa iddah, kecuali yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abu Asy-Sya'tsa', yaitu jika wanita mengalami tiga kali haid dalam empat bulan, maka tidak ada masa iddah yang baginya. Ini adalah pendapat Imam Syafi'I, dan pendapat yang diikuti mayoritas ulama masa kini bahwa dia harus memilih salah satu dari ini atau itu, dan perceraian tidak terjadi begitu saja setelah berlalunya masa empat puluh hari itu"
Diriwayat oleh Imam Malik dari Nafi', dari Abdullah bin Umar, dia berkata: “Jika seorang lelaki mengila’ istrinya, maka tidak berlaku talak baginya, jika telah berlalu empat bulan tanpa melakukan hubungan, maka selanjutnya dia memutuskan untuk menceraikan atau bisa kembali. Hal ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Diriwayatkan dari Sulaiman bin Yasar dia berkata: “Aku bertemu dengan belasan sahabat Nabi SAW, mereka semua melakukan thalaq muli, Imam Syafi'i berkata: Paling sedikit jumlah tersebut adalah tiga belas orang. Imam Syafi'i meriwayatkan dari Ali bahwa dia melakukan ‘ila. Kemudian dia berkata: Demikianlah pendapat kami. Hal itu sejalan dengan apa yang kami riwayatkan dari Umar, Ibnu Umar, ‘Aisyah, Utsman, Zaid bin Tsabit, dan belasan sahabat Nabi. Demikianlah yang dikatakan oleh Imam Syafi'i.
Diriwayatkan dari Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dia berkata: “Aku bertanya kepada dua belas orang sahabat Nabi tentang seorang lelaki yang mengila’ istrinya. Semua berkata: “Tidak ada kewajiban apapun baginya sampai empat bulan berlalu, kemudian dia memutuskan, jika dia mau dia kembali, dan jika tidak maka bercerai.
Saya berkata: Hal ini diriwayatkan dari Umar, Utsman, Ali, Abu Darda', ‘Aisyah, Ibnu Umar, dan Ibnu Abbas. Hal ini juga dikatakan oleh Sa'id bin Al-Musayyib, Umar bin Abdul Aziz, Mujahid, Thawus, Muhammad bin Ka'b, Al-Qasim, dan ini adalah pendapat madz Malik, Syafi'i, Ahmad bin Hanbal, serta para pengikut masing-masing. Hal ini juga dipilih oleh Ibnu Jarir. Pendapat ini juga dikatakan Al-Laits, Ishaq bin Rahawaih, Abu Ubaid, Abu Tsaur, Dawud, dan semuanya mengatakan: “Jika dia tidak kembali, maka dia harus menceraikannya. Jika dia tidak menceraikan, maka hakim memutuskan perceraian itu. Talak itu merupakan thalaq raj’i. Dia bisa ruju’ dalam masa iddahnya. Imam Malik menyatakan bahwa dia tidak boleh ruju’ hingga dia berhubungan intim dengannya dalam masa iddah. Ini adalah pendapat yang sangat jarang.


📚 Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi

Makna kata: { ٱلطَّلَٰقَ } Ath-Thalaq : Memutuskan ikatan pernikahan dan terlepas dengan perkataan, “Dia (istri) adalah orang yang diceraikan,” atau “Aku menceraikan kamu.”

Makna ayat:
Apabila suami menginginkan perceraian dengan cara tidak mau untuk mencabut sumpahnya maka mereka telah terhitung melakukan talak. Dan Allah Maha Mendengar ucapan-ucapan mereka dan Maha Mengetahui apa yang ada di dalam hati-hati mereka, maka berhati-hatilah dengan tidak melakukan apa yang dibenciNya dan meinggalkan apa yang dicintaiNya.


📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi

Surat Al-Baqarah ayat 227: Allah mengajarkan jika suami meminta dengan tegas untuk bersumpah dan menghajar istrinya, serta menolak untuk berijma’ maka pada kondisi ini mungkin ditalak atau hakim mentalaknya.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Yakni berniat keras untuk talak, maka segeralah menjatuhkan talak. Hal ini menunjukkan bahwa suami sudah tidak suka kepada istrinya dan sudah tidak berkeinginan lagi kepada mereka.

Dalam kata-kata "maka sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui" terdapat ancaman bagi orang yang bersumpah dengan maksud memadharatkan istri.


📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Baqarah Ayat 227

Dan jika mereka berketetapan hati tanpa keraguan hendak menceraikan istrinya maka mereka wajib mengambil keputusan yang pasti, yaitu cerai, maka sungguh, Allah maha mendengar apa yang mereka ucapkan dan maha mengetahui apa yang ada dalam hati mereka. Penyebutan dua sifat Allah sekaligus mengisyaratkan bahwa talak atau perceraian dianggap sah apabila diucapkan atau diikrarkan dengan jelas dan bukan karena paksaan. Setelah menjelaskan masalah perempuan yang ditalak suaminya, berikut ini Allah menjelaskan idah mereka. Dan para istri yang diceraikan bila sudah pernah dicampuri, belum menopause, dan tidak sedang hamil, wajib menahan diri mereka menunggu selama tiga kali quru, yaitu tiga kali suci atau tiga kali haid. Tenggang waktu ini bertujuan selain untuk membuktikan kosong-tidaknya rahim dari janin, juga untuk memberi kesempatan kepada suami menimbang kembali keputusannya. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, baik berupa janin, haid, maupun suci yang dialaminya selama masa idah. Ketentuan di atas akan mereka laksanakan dengan baik jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka berhak menjatuhkan pilihannya untuk kembali kepada istri mereka dalam masa idah itu, jika mereka menghendaki perbaikan hubungan suami-istri yang sedang mengalami keretakan tersebut. Dan mereka, para perempuan, mempunyai hak seimbang yang mereka peroleh dari suaminya dengan kewajibannya yang harus mereka tunaikan menurut cara yang patut sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. 3 yaitu derajat kepemimpinan karena tanggung jawab terhadap keluarganya. Allah mahaperkasa atas orang-orang yang mendurhakai aturan-aturan yang telah ditetapkan, mahabijaksana dalam menetapkan aturan dan syariat-Nya.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Demikianlah pelbagai penjabaran dari beragam ahli tafsir berkaitan kandungan dan arti surat Al-Baqarah ayat 227 (arab-latin dan artinya), semoga membawa faidah bagi ummat. Support syi'ar kami dengan memberikan link ke halaman ini atau ke halaman depan TafsirWeb.com.

Konten Cukup Sering Dicari

Kami memiliki banyak konten yang cukup sering dicari, seperti surat/ayat: Al-Lail, Al-Fatihah 6, Al-Baqarah 285-286, Luqman 13, An-Naas, At-Taubah 40. Juga Yasin 9, Al-Ma’idah 32, Al-Hujurat 10, Maryam, Dua (2) Terakhir al-Baqarah, ‘Abasa.

  1. Al-Lail
  2. Al-Fatihah 6
  3. Al-Baqarah 285-286
  4. Luqman 13
  5. An-Naas
  6. At-Taubah 40
  7. Yasin 9
  8. Al-Ma’idah 32
  9. Al-Hujurat 10
  10. Maryam
  11. Dua (2) Terakhir al-Baqarah
  12. ‘Abasa

Pencarian: al hadid 7, surat bismillah, arti surat ibrahim ayat 7, al a'la ayat 18-19, surat anabah

Bantu Kami

Setiap bulan TafsirWeb melayani 1.000.000+ kaum muslimin yang ingin membaca al-Quran dan tafsirnya secara gratis. Tentu semuanya membutuhkan biaya tersendiri.

Tolong bantu kami meneruskan layanan ini dengan membeli buku digital Jalan Rezeki Berlimpah yang ditulis oleh team TafsirWeb (format PDF, 100 halaman).

Dapatkan panduan dari al-Qur'an dan as-sunnah untuk meraih rezeki berkah berlimpah, dapatkan pahala membantu keberlangsungan kami, Insya Allah.