Surat Al-Baqarah Ayat 226

لِّلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِن نِّسَآئِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ ۖ فَإِن فَآءُو فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Arab-Latin: Lillażīna yu`lụna min nisā`ihim tarabbuṣu arba'ati asy-hur, fa in fā`ụ fa innallāha gafụrur raḥīm

Artinya: Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

« Al-Baqarah 225Al-Baqarah 227 »

Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Tafsir Menarik Berkaitan Surat Al-Baqarah Ayat 226

Paragraf di atas merupakan Surat Al-Baqarah Ayat 226 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada bermacam tafsir menarik dari ayat ini. Ada bermacam penafsiran dari para mufassirun terkait makna surat Al-Baqarah ayat 226, sebagiannya seperti di bawah ini:

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

Bagi orang-orang yang telah bersumpah dengan nama Allah untuk tidak mencampuri istri-istri mereka, ada waktu menunggu selama 4 bulan. maka jika mereka rujuk sebelum selesainya tempo waktu 4 bulan itu, maka sesungguhnya Allah maha pengampun terhadap apa yang telah terjadi pada mereka berupa sumpah disebabkan rujuk mereka, lagi maha penyayang terhadap mereka.


📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

226-227. Diberikan batas waktu empat bulan bagi orang yang bersumpah dengan nama Allah untuk tidak berjima dengan istri-istrinya agar dapat memberi mudharat kepada mereka, jika dia membatalkan sumpahnya maka Allah akan mengampuni sumpahnya itu, dan jika dia bermaksud mentalak istrinya dengan tetap berpegang pada sumpahnya untuk tidak menjima istrinya maka sungguh Allah Maha mendengar perkataannya dan Maha Mengetahui maksud mereka.

Ibnu ‘Asyur berkata, firman Allah {فإن الله غفور رحيم} merupakan kalimat jawab, yakni pembatalan sumpah mereka untuk tidak menjima istri mereka mendapat ampunan dari Allah. Hal ini juga menunjukkan bahwa sumpah untuk tidak menjima istri merupakan perbuatan haram.

Dan firman Allah {فإن الله سميع عليم} merupakan kalimat jawab pula, yakni sumpah mereka telah mengikat dan talak benar-benar jatuh. Allah telah memberi batas waktu bagi para suami dalam bersumpah untuk tidak menjima istrinya dengan batas tertentu, sehingga pilihan mereka adalah kembali berjima dengan istri mereka atau mentalak. (at-Tahrir dan at-Tanwir: 2/366-367).


📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram

226. Orang-orang yang bersumpah untuk tidak menggauli istrinya memiliki tenggat waktu tidak lebih dari 4 bulan, dimulai sejak mereka mengucapkan sumpah. Inilah yang disebut dengan “Ilā`”. Jika mereka kembali menggauli istri-istri mereka dalam kurun waktu 4 bulan atau kurang dari itu, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun yang akan mengampuni apa yang telah mereka lakukan, dan Maha Penyayang kepada mereka karena telah mensyariatkan kafarat sebagai jalan keluar dari sumpah ini.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

226. لِّلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِن نِّسَآئِهِمْ (Kepada orang-orang yang meng-ilaa’ isterinya)
Ilaa’ adalah sumpah seorang suami untuk tidak menggauli istrinya selama lebih dari empat bulan, baik itu secara mutlak ataupun mengikatnya dengan syarat-syarat tertentu.
Apabila kurang dari empat bulan maka tidak ada hukuman apapun bagi suami, namun bila lebih dari empat bulan maka apabila istrinya menggugatnya maka sang suami harus menghadap hakim agar menyuruh suami ini untuk merujuk atau mentalak istrinya, dan apabila dia menolak melakukan keduanya maka hakim memutuskan talak sesuai dengan permintaan istri.

فَإِن فَآءُو (Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya) )
Yakni apabila suami kembali (mundur) dari sumpahnya tersebut dan memilih untuk melanjutkan pernikahannya maka akan Allah mengampuni suami ini, namun diwajibkan atasnya untuk membayar kafarah, sesuai dengan ayat sebelumnya.
Adapun makna (الفيء) adalah jima’ bagi yang tidak memiliki halangan untuk itu.


📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

226. Bagi orang-orang yang bersumpah untuk tidak mencampuri istrinya itu menunggu empat bulan. Dan jika mereka kembali dari sumpah ila’ yang disebutkan itu. Al Fii’u adalah jima’ bagi orang yang tidak sedang ada uzur, maka sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun bagi suami atas sumpah yang dimaksudkan untuk memberikan kesulitan, dan maha Penyayang bagi orang-orang yang bertaubat. Imam Muslim meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah mengiila’ dan menalak, dan penyebab ila’ tersebut adalah pertanyaan istrinya terkait nafkah yang bukan milik Nabi. Sedangkan Ibnu Abbas berkata bahwa Ila’nya orang yang memiliki kehormatan itu satu atau dua tahun bahkan lebih dari itu, lalu Allah menetapkan hal itu selama 4 bulan


📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah

Bagi orang-orang yang meng-ila’ istri mereka} mereka bersumpah untuk tidak mencampuri istri mereka {tenggang waktu} masa tunggu {empat bulan. Jika mereka kembali} kembali dari sumpah ini di pertengahan waktu itu {Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

226. Ini termasuk sumpah khusus berkaitan dengan istri tentang suatu perkara yang khusus yaitu sumpah seorang suami untuk meninggalkan 5 dengan istrinya secara mutlak maupun terbatas dengan massa kurang dari 4 bulan atau lebih.
Barangsiapa yang meng’ila’ istrinya khususnya di bawah 4 bulan, maka hal ini adalah seperti sumpah-sumpah lainnya, apabila dia melanggar, maka dia wajib membayar kafarat, dan bila ia mempertahankan sumpahnya, maka tidak ada apa-apa, istrinya tidaklah berhak apa-apa atasnya, karena ia menjadikan hal itu sebagai haknya selama 4 bulan.
Apabila untuk selamanya atau suatu masa yang melebihi 4 bulan, maka harus dijadikan 4 bulan lamanya dari sejak sumpahnya, apabila istrinya meminta hal itu, karena itu merupakan hak istrinya. Apabila telah genap masa sumpahnya, maka diperintahkan kepada siswa untuk kembali yaitu berjimak, dan bila ia berjimak dengan istrinya, maka tidak ada hukuman atas nya kecuali membayar kafarat sumpah nya, dan bila ia tidak mau berjima, ia harus dipaksa untuk mentalak istrinya. Bila ia tidak mau juga mentalak, maka Hakim terpaksa menjatuhkan talak untuknya.
Akan tetapi kembali dan ruju’ kepada istrinya lagi adalah lebih disukai oleh Allah. Karena itu Allah berfirman, “kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya),” Artinya, mereka kembali dari apa yang mereka sumpah kan untuk meninggalkan yaitu berjima, “maka sesungguhnya Allah maha pengampun” mengampuni mereka dari apa yang terjadi di antara mereka karena sumpah itu, sumpah yang disebabkan oleh kembalinya mereka, “lagi maha penyayang,” di mana Allah menjadikan (untuk menggugurkan) sumpah sumpah kalian kafarat (pelebur dosa) dan dendanya dan Dia tidak menjadikannya sebagai yang harus dilakukan oleh mereka yang tidak dapat dirubah rubah. Dan Dia Maha Penyayang terhadap mereka yang kembali kepada istri-istri mereka, mengasihi, dan menyayangi istri-istri mereka.


📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

Ayat 226-227
Ila’ adalah sumpah. Jika seorang laki-laki bersumpah untuk tidak berhubungan intim dengan istrinya selama waktu tertentu, tidak ada pilihan selain kurang dari empat bulan atau lebih dari itu. Jika durasinya kurang dari empat bulan, maka dia harus menunggu sampai periode tersebut berakhir kemudian dia boleh berhubungan intim dengan istrinya, dan dalam hal ini istrinya harus bersabar. Istrinya tidak dapat menuntut untuk kembali selama periode ini. Ini sebagaimana yang terdapat dalam shahih Bukhari Muslim dari Aisyah, bahwa Rasulullah SAW pernah mengila’ istri-istri beliau selama sebulan, tetapi beliau mengubahnya menjadi dua puluh sembilan hari. Kemudian beliau bersabda, “Sebulan adalah dua puluh sembilan hari” Hal yang serupa juga diriwayatkan dari Umar bin Khattab.
Adapun jika periode tersebut melebihi empat bulan, maka istri berhak menuntut hak kembali dari suaminya ketika periode empat bulan itu berakhir. Dia bisa kembali, yaitu melakukan berhubungan intim, atau bercerai, Maka akan diputuskan oleh hakim terkait hal ini, agar tidak memberi mudharat terhadap istri. Oleh karena itu Allah berfirman (Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya), yaitu mereka yang bersumpah untuk tidak melakukan hubungan intim dengan istrinya. Dalam hal ini terdapat dalil bahwa ila’ itu dikhususkan hanya untuk istri bukan budak perempuan, sebagaimana pendapat mayoritas ulama (diberi tangguh empat bulan (lamanya)) yaitu suami harus menunggu empat bulan setelah bersumpah kemudian dia memutuskan dan dituntut untuk melanjutkan dengan berhubungan intim atau bercerai. Allah berfirman, (Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya)) yaitu jika mereka kembali pada asalnya. Ini adalah sebuah ungkapan yang merujuk kepada hubungan intim. Hal ini diungkapkan oleh Ibnu Abbas, Masruq, Asy-Sya'bi, Sa'id bin Jubair, dan lainnya, termasuk Ibnu Jarir. (maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) terhadap sesuatu yang telah berlalu berupa membatasi hak-hak istri karena sumpah mereka. Firman Allah, (Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) di dalamnya menjadi dalil untuk salah satu pendapat ulama’, yaitu pendapat dari Imam Syafi’I bahwa jika suami kembali setelah periode empat bulan maka dia tidak perlu membayar kafarat, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Amr bin Syuaib dari ayahnya, dair kakeknya, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang bersumpah kemudian melihat yang lainnya lebih baik darinya, maka meninggalkannya adalah kafarah baginya” Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi. Pendapat yang dianggap baru oleh Mayoritas ulama’ adalah pendapat madzhab Syafi'i bahwa suami wajib membayar kafarat karena keumuman membayar kafarat untuk setiap sumpah, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits-hadits shahih.Hanya Allah yang lebih Mengetahui.
Terkait firman Allah (Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak) menunjukkan bahwa perceraian tidak terjadi begitu saja setelah berakhirnya empat bulan. Sebagaimana pandangan mayoritas ulama’ masa ini. Ulama’ lainnya berpendapat bahwa perceraian terjadi satu kali talak setelah berakhirnya empat bulan. Pendapat ini didukung oleh sanad hadits yang shahih dari Umar, Utsman, Ali, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Zaid bin Tsabit. Pendapat itu juga dikatakan Ibnu Sirin, Masruq, Al-Qasim, Salim, Al-Hasan, Abu Salamah, Qatadah, Syuraih Al-Qadhi, Qabishah bin Dzuaib, ‘Atha', Abu Salamah bin Abdurrahman, Sulaiman bin Tarhan At-Taimi, Ibrahim An-Nakha'i, Ar-Rabi’bin Anas, dan As-Suddi.
Kemudian dikatakan bahwa perceraian dapat terjadi dalam bentuk thalaq raj’i setelah empat bulan. Pandangan ini diungkapkan oleh Sa'id bin Al-Musayyib, Abu Bakr bin Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam, Makhul, Rabiah, Az-Zuhri, dan Marwan bin Al-Hakam.
Dikatakan bahwa perceraian dapat terjadi dalam bentuk Thalaq Ba’in. Ini dinyatakan oleh Ali, Ibnu Mas'ud, Utsman, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Zaid bin Tsabit. Ini juga dikatakan oleh ‘Atha', Jabir bin Zaid, Masruq, ‘Ikrimah, Al-Hasan, Ibnu Sirin, Muhammad bin Al-Hanafiyyah, Ibrahim, Qabishah bin Dzuaib, Abu Hanifah, Ats-Tsauri, dan Hasan bin Shalih. Semua pandangan ini menyatakan bahwa perceraian terjadi setelah berlalunya empat bulan itu ada masa iddah, kecuali yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abu Asy-Sya'tsa', yaitu jika wanita mengalami tiga kali haid dalam empat bulan, maka tidak ada masa iddah yang baginya. Ini adalah pendapat Imam Syafi'I, dan pendapat yang diikuti mayoritas ulama masa kini bahwa dia harus memilih salah satu dari ini atau itu, dan perceraian tidak terjadi begitu saja setelah berlalunya masa empat puluh hari itu"
Diriwayat oleh Imam Malik dari Nafi', dari Abdullah bin Umar, dia berkata: “Jika seorang lelaki mengila’ istrinya, maka tidak berlaku talak baginya, jika telah berlalu empat bulan tanpa melakukan hubungan, maka selanjutnya dia memutuskan untuk menceraikan atau bisa kembali. Hal ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Diriwayatkan dari Sulaiman bin Yasar dia berkata: “Aku bertemu dengan belasan sahabat Nabi SAW, mereka semua melakukan thalaq muli, Imam Syafi'i berkata: Paling sedikit jumlah tersebut adalah tiga belas orang. Imam Syafi'i meriwayatkan dari Ali bahwa dia melakukan ‘ila. Kemudian dia berkata: Demikianlah pendapat kami. Hal itu sejalan dengan apa yang kami riwayatkan dari Umar, Ibnu Umar, ‘Aisyah, Utsman, Zaid bin Tsabit, dan belasan sahabat Nabi. Demikianlah yang dikatakan oleh Imam Syafi'i.
Diriwayatkan dari Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dia berkata: “Aku bertanya kepada dua belas orang sahabat Nabi tentang seorang lelaki yang mengila’ istrinya. Semua berkata: “Tidak ada kewajiban apapun baginya sampai empat bulan berlalu, kemudian dia memutuskan, jika dia mau dia kembali, dan jika tidak maka bercerai.
Saya berkata: Hal ini diriwayatkan dari Umar, Utsman, Ali, Abu Darda', ‘Aisyah, Ibnu Umar, dan Ibnu Abbas. Hal ini juga dikatakan oleh Sa'id bin Al-Musayyib, Umar bin Abdul Aziz, Mujahid, Thawus, Muhammad bin Ka'b, Al-Qasim, dan ini adalah pendapat madz Malik, Syafi'i, Ahmad bin Hanbal, serta para pengikut masing-masing. Hal ini juga dipilih oleh Ibnu Jarir. Pendapat ini juga dikatakan Al-Laits, Ishaq bin Rahawaih, Abu Ubaid, Abu Tsaur, Dawud, dan semuanya mengatakan: “Jika dia tidak kembali, maka dia harus menceraikannya. Jika dia tidak menceraikan, maka hakim memutuskan perceraian itu. Talak itu merupakan thalaq raj’i. Dia bisa ruju’ dalam masa iddahnya. Imam Malik menyatakan bahwa dia tidak boleh ruju’ hingga dia berhubungan intim dengannya dalam masa iddah. Ini adalah pendapat yang sangat jarang.


📚 Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi

Makna kata:
{ يُؤۡلُونَ } Yu’luna : Al-‘Ila adalah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya.
{ تَرَبُّصُ } Tarabbush : Masa menunggu dan menanti
{ فَآءُو } Faa’u : Kembali menggauli istri-istri mereka setelah sebelumnya tidak mau karena sumpahnya.

Makna ayat:
Masih berkaitan dengan penyebutan sumpah, Allah Ta’ala menyebutkan hukum bagi suami yang melakukan ‘ila kepada istrinya, yaitu dengan bersumpah untuk tidak menggauli istrinya. Maka Allah mengabarkan bahwa orang yang melakukan ‘ila tidak boleh melebihi empat bulan, apabila suami kemudian mencabut sumpahnya dan kembali menggauli istrinya, maka itu yang diharapkan dan suami harus membayar kaffarah. Namun apabila suami tidak mau mencabut dan terus di atas sumpahnya, wajib bagi hakim untuk mencabut sumpahnya, akan tetapi jika ia menolak maka hakim menceraikan kedua suami istri tersebut.
Allah Ta’ala berfirman, “Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Mengampuni mereka atas dosa yang dilakukannya terhadap hak istri-istrinyanya serta mengasihi mereka karena taubat yang dilakukannya.

Pelajaran dari ayat:
• Penjelasan mengenai hukum ‘ila yaitu dimana seroang suami bersumpah untuk tidak menggauli istrinya. Apabila dalam jangka waktu kurang dari empat bulan, ia tidak boleh mencabut sumpahnya dan terus untuk tidak menggauli istrinya sampai habis masa sumpahnya itu. Namun yang paling utama adalah ia menggauli istrinya dan melanggar sumpahnya dengan membayar kafarat. Apabila lebih dari empat bulan maka ia harus kembali kepada istrinya, menggaulinya lagi, atau hakim akan menceraikannya apabila ia tetap dalam kemarahannya dan tidak ridha.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi

Surat Al-Baqarah ayat 226: Kemudian Allah menjelaskan bahwasannya mereka yang telah berjanji untuk tidak menijma’ istri-istri mereka selamanya, agar mereka memberikan waktu 4 bulan maka jika mereka tidak ijma’ selama 4 bulan maka jatuh talak padanya.


📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Meng-ilaa' istri maksudnya: bersumpah tidak akan mencampuri istri baik mutlak (selamanya) maupun muqayyad (sampai kurang dari empat bulan atau lebih). Jika lamanya iilaa' kurang dari empat bulan, maka jika dilanggar, ia wajib membayar kaffarat, namun jika tidak dilanggar, maka ia tidak wajib melakukan apa-apa. Namun jika lamanya sumpah adalah selama-lamanya atau lebih dari empat bulan, maka ditetapkan masa empat bulan baginya apabila istrinya menuntut, karena hal itu adalah haknya.

Dengan sumpah ini seorang wanita menderita, karena tidak disetubuhi dan tidak pula diceraikan. Dengan turunnya ayat ini, maka suami setelah 4 bulan harus memilih antara kembali menjima'i istrinya lagi dengan membayar kafarat sumpah atau menceraikan. Jika tidak mau menceraikan, maka dipaksa bercerai., jika tetap tidak mau, maka hakim turun tangan dengan menceraikannya. Akan tetapi kembali kepada istrinya lebih dicintai Allah daripada mentalak.


📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Baqarah Ayat 226

Bagi orang laki-laki yang meng-ila istrinya, yaitu bersumpah tidak akan mencampuri istri, dan lantaran sumpah tersebut seorang istri menderita karena tidak dicampuri dan tidak pula diceraikan; dalam kondisi ini maka istri harus menunggu empat bulan sebagai batas atau tenggang waktu bagi istri untuk menerima keputusan suami, apakah rujuk dengan membayar kafarat sumpah atau cerai. Kemudian jika dalam masa empat bulan itu mereka kembali kepada istrinya dan hidup bersama sebagai suami-istri dan saling memaafkan, maka sungguh, Allah maha pengampun atas kesalahan yang telah mereka perbuat, maha penyayang kepada hamba-hamba yang menyadari kesalahan mereka. Dan jika mereka berketetapan hati tanpa keraguan hendak menceraikan istrinya maka mereka wajib mengambil keputusan yang pasti, yaitu cerai, maka sungguh, Allah maha mendengar apa yang mereka ucapkan dan maha mengetahui apa yang ada dalam hati mereka. Penyebutan dua sifat Allah sekaligus mengisyaratkan bahwa talak atau perceraian dianggap sah apabila diucapkan atau diikrarkan dengan jelas dan bukan karena paksaan.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Demikian aneka ragam penjabaran dari kalangan mufassirin mengenai makna dan arti surat Al-Baqarah ayat 226 (arab-latin dan artinya), moga-moga membawa manfaat untuk kita. Sokong perjuangan kami dengan memberi tautan menuju halaman ini atau menuju halaman depan TafsirWeb.com.

Artikel Paling Banyak Dilihat

Baca berbagai halaman yang paling banyak dilihat, seperti surat/ayat: An-Naziat, Az-Zumar 53, Bismillah, Quraisy, Yusuf, An-Nashr. Termasuk Al-Kahfi 1-10, Al-Qari’ah, Al-‘Ashr, An-Nisa 59, Al-Ma’idah 3, Al-Lahab.

  1. An-Naziat
  2. Az-Zumar 53
  3. Bismillah
  4. Quraisy
  5. Yusuf
  6. An-Nashr
  7. Al-Kahfi 1-10
  8. Al-Qari’ah
  9. Al-‘Ashr
  10. An-Nisa 59
  11. Al-Ma’idah 3
  12. Al-Lahab

Pencarian: al mursalat litequran, an nasiat, surah 2 ayat 172, surah an naml ayat 19, an-naba latin

Bantu Kami

Setiap bulan TafsirWeb melayani 1.000.000+ kunjungan kaum muslimin yang ingin membaca al-Quran dan tafsirnya secara gratis. Tentu semuanya membutuhkan biaya tersendiri.

Tolong bantu kami meneruskan layanan ini dengan membeli buku digital Jalan Rezeki Berlimpah yang ditulis oleh team TafsirWeb (format PDF, 100 halaman).

Dapatkan panduan dari al-Qur'an dan as-sunnah untuk meraih rezeki berkah berlimpah, dapatkan pahala membantu keberlangsungan kami, Insya Allah.