Ayat Tentang Ibu Hamil
وَٱلَّٰٓـِٔى يَئِسْنَ مِنَ ٱلْمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمْ إِنِ ٱرْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشْهُرٍ وَٱلَّٰٓـِٔى لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُو۟لَٰتُ ٱلْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مِنْ أَمْرِهِۦ يُسْرًا
Arab-Latin: wal-lā`i ya`isna minal-maḥīḍi min nisā`ikum inirtabtum fa 'iddatuhunna ṡalāṡatu asy-huriw wal-lā`i lam yahiḍn, wa ulātul-aḥmāli ajaluhunna ay yaḍa'na ḥamlahunn, wa may yattaqillāha yaj'al lahụ min amrihī yusrā
Artinya: Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا۟ عَلَيْهِنَّ ۚ وَإِن كُنَّ أُو۟لَٰتِ حَمْلٍ فَأَنفِقُوا۟ عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا۟ بَيْنَكُم بِمَعْرُوفٍ ۖ وَإِن تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُۥٓ أُخْرَىٰ
Arab-Latin: askinụhunna min ḥaiṡu sakantum miw wujdikum wa lā tuḍārrụhunna lituḍayyiqụ 'alaihinn, wa ing kunna ulāti ḥamlin fa anfiqụ 'alaihinna ḥattā yaḍa'na ḥamlahunn, fa in arḍa'na lakum fa ātụhunna ujụrahunn, wa`tamirụ bainakum bima'rụf, wa in ta'āsartum fa saturḍi'u lahū ukhrā
Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Pelajaran Menarik Tentang Ayat Tentang Ibu Hamil
Terdokumentasi kumpulan penjabaran dari beragam ahli ilmu terhadap isi ayat tentang ibu hamil, antara lain sebagaimana terlampir:
Bila para istri kalian itu mengandung, maka nafkahilah mereka dalam masa iddah hingga mereka melahirkan. Bila mereka menyusui anak-anak mereka dari kalian dengan upah, maka bayarlah upah mereka. Hendaknya kalian saling sepakat di atas sesuatu yang baik dengan kerelaan dan keridhaan, bila kalian tidak setuju ibu yang menyusuinya, maka bapak akan mencari ibu susuan selain ibu yang ditalak. (Tafsir al-Muyassar)
Ketika Allah menjelaskan hukum talak dan rujuk, maka Dia jelaskan pula hukum nafkah & tempat tinggal. Dia berfirman, "Tempatkan mereka (para istri) -wahai para suami- di mana kalian tinggal sesuai dengan kemampuan kalian, dan Allah tidak memberikan beban lain kepada kalian. Dan janganlah kalian menyusahkan mereka dalam urusan nafkah dan tempat tinggal serta lain-lainnya karena ingin menindas mereka. Apabila wanita-wanita yang ditalak itu sedang hamil maka berilah nafkah kepada mereka hingga mereka melahirkan. Jika mereka menyusui anak-anak kalian untuk kalian maka berikanlah kepada mereka upah penyusuannya, dan hendaklah kalian menetapkan upah tersebut dengan baik. Apabila suami pelit terhadap permintaan upah dari istrinya lalu istrinya enggan untuk menyusui dan tidak rela kecuali dengan mendapatkan bayaran yang diinginkannya maka hendaknya si suami mengupah wanita lain untuk menyusui anaknya. (Tafsir al-Mukhtashar)
Tempatkanlah wanita-wanita yang ditalak pada masa iddah itu di beberapa tempat kalian sesuai usaha dan kapasitas kalian dan janganlah kalian menyakiti mereka dalam memberi nafkah dan tempat tinggal dengan mengeluarkan mereka dari tempat-tempat mereka dengan penuh kebencian. Jika wanita yang ditalak itu dalam keadaan hamil maka nafkahilah sampai masa iddahnya yaitu sampai dia melahirkan. Tidak ada perdebatan di antara ulama’ tentang pemberian nafkah dan tempat tinggal bagi wanita hamil yang ditalak. Jika mereka menyusui anak kalian setelah bercerai, maka berilah mereka imbalan atas susuan itu. Uruslah urusan kalian dan bermusyawarahlah di antara kalian secara baik tanpa pengingkaran dengan memperbaiki muamalah melalui pemberian upah oleh ayah atas susuan dan pertolongan ibu kepada anaknya. Jika kalian satu sama lain sulit menentukan jumlah upah yang diberikan untuk ibu, karena dia meminta upah di atas harga biasanya atau karena ayah enggan memberikan upah. Maka ayah berhak memberi upah orang lain yang mau menyusui anaknya selain ibunya yang telah ditalak. (Tafsir al-Wajiz)
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم (Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal) Ini merupakan penjelasan tentang hak wanita yang dicerai berupa hak untuk tetap tinggal di rumahnya. Yakni tempatkanlah mereka di sebagian tempat tinggal kalian. مِّن وُجْدِكُمْ(menurut kemampuanmu) Yakni sesuai kesanggupan dan kemampuan kalian. Hukum ini berlaku pada talak raj’i (talak pertama atau kedua), adapun untuk talak ke tiga maka si istri tidak lagi mendapat hak nafkah atau tempat tinggal. وَلَا تُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا۟ عَلَيْهِنَّ (dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka) Dalam urusan tempat tinggal atau nafkah. وَإِن كُنَّ أُو۟لٰتِ حَمْلٍ فَأَنفِقُوا۟ عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ( Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin) Dan tidak ada perselisihan di antara para ulama tentang kewajiban untuk memberi nafkah dan tempat tinggal bagi istri hamil yang diceraikan. فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ(kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu) Yakni istri-sitri yang ditalak itu menyusui anak kalian setelah itu. فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ( maka berikanlah kepada mereka upahnya) Yakni upah karena telah menyusui anak itu. وَأْتَمِرُوا۟ بَيْنَكُم بِمَعْرُوفٍ ۖ( dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik) Ini adalah kalimat yang ditujukan kepada para suami dan istri yang berpisah karena perceraian. Yakni saling bermusyawarahlah dengan cara yang baik, dan hendaklah kalian saling menerima kebaikan yang diperuntukkan bagi anak, hal ini sebagaimana dalam firman Allah pada surat al-Baqarah: 233: فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا "Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya." وَإِن تَعَاسَرْتُمْ(dan jika kamu menemui kesulitan) Yakni perselisihan dalam upah menyusui, sang suami enggan memberi upah yang diminta ibu dari anaknya dan tidak mau menyusui jika tidak diberi upah sesuai dengan yang ia minta. فَسَتُرْضِعُ لَهُۥٓ أُخْرَىٰ (maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya) Yakni meminta perempuan lain untuk menyusui anaknya dengan imbalan upah. (Zubdatut Tafsir)
يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّآ أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى ٱلنَّاسَ سُكَٰرَىٰ وَمَا هُم بِسُكَٰرَىٰ وَلَٰكِنَّ عَذَابَ ٱللَّهِ شَدِيدٌ
Arab-Latin: yauma taraunahā taż-halu kullu murḍi'atin 'ammā arḍa'at wa taḍa'u kullu żāti ḥamlin ḥamlahā wa taran-nāsa sukārā wa mā hum bisukārā wa lākinna 'ażāballāhi syadīd
Artinya: (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.
Pada hari ketika kalian menyaksikan datangnya Hari Kiamat, sang ibu melupakan bayinya yang masih menyusu pada putingnya, lantaran masalah berat yang dia alami, wanita hamil keguguran janinnya dikarenakan rasa takut yang amat besar, dan akal-akal manusia hilang, dimana mereka layaknya orang-orang mabuk disebabkan dahsyatnya kengerian dan keterkejutan, namun mereka tidak sedang mabuk karena minum khamar. Akan tetapi, dahsyatnya siksaan menyebabkan mereka kehilangan akal dan kesadaran mereka. (Tafsir al-Muyassar)
Yaitu pada hari ketika kalian menyaksikannya, ketika perempuan yang sedang menyusui akan lalai dari anak yang disusuinya, setiap perempuan hamil akan menggugurkan janin dalam kandungannya lantaran dahsyatnya rasa takut pada hari itu. Dan kalian akan menyaksikan manusia seperti dalam keadaan mabuk karena tak lagi bisa berpikir lantaran dahsyatnya kondisi saat itu, padahal sebenarnya tidaklah mabuk seperti halnya peminum khamar, akan tetapi azab Allah itu sangat keras sehingga sanggup menghilangkan akal pikiran mereka. (Tafsir al-Mukhtashar)
Pada hari ketika kamu melihat goncangan itu, semua wanita yang menyusui, lalai terhadap anak yang disusuinya. Semua kandungan dari para perempuan hamil seketika itu menjadi gugur. Kalian akan melihat manusia dalam keadaan mabuk sebab ketakutan yang sangat besar, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk. Akan tetapi azab Allah itu sangat dahsyat, sehingga kegaduhan pada hai itu membuat payah siapapun yang ada dan menghilangkan akal mereka. Dua ayat ini turun pada waktu malam saat peperangan dengan Bani Mushthaliq. Rasul membacakannya kepada semua orang, sehingga tidak ada yang lebih mengharukan dari pada malam itu. Sehingga orang-orang bersedih dan memikirkannya terus menerus (Tafsir al-Wajiz)
يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّآ أَرْضَعَتْ (pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya) Yakni ketika kalian melihat goncangan itu membuat orang yang menyusui menjadi lalai dan lupa dari anak yang disusuinya, seakan-akan ia tidak memiliki anak yang masih menyusu; hal ini karena kengerian yang dahsyat ketika itu. وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا(dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil) Yakni keluar kandungannya sebelum waktu kelahirannya, disebabkan dahsyatnya kejadian waktu itu. وَتَرَى النَّاسَ سُكٰرَىٰ(dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk) Yakni orang yang melihat mereka akan mengira mereka sedang dalam keadaan mabuk. وَمَا هُم بِسُكٰرَىٰ(padahal sebenarnya mereka tidak mabuk) Sesungguhnya mereka tidak mabuk. وَلٰكِنَّ عَذَابَ اللهِ شَدِيدٌ (akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya) Karena kengerian yang dahsyat ini menyebabkan akal mereka hilang dan pemahaman mereka goyang sehingga mereka seperti orang-orang yang mabuk. (Zubdatut Tafsir)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا۟ ٱلْعِدَّةَ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنۢ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُۥ ۚ لَا تَدْرِى لَعَلَّ ٱللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرًا
Arab-Latin: yā ayyuhan-nabiyyu iżā ṭallaqtumun-nisā`a fa ṭalliqụhunna li'iddatihinna wa aḥṣul-'iddah, wattaqullāha rabbakum, lā tukhrijụhunna mim buyụtihinna wa lā yakhrujna illā ay ya`tīna bifāḥisyatim mubayyinah, wa tilka ḥudụdullāh, wa may yata'adda ḥudụdallāhi fa qad ẓalama nafsah, lā tadrī la'allallāha yuḥdiṡu ba'da żālika amrā
Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.
Jagalah iddah agar kalian mengetahui waktu rujuk manakala kalian ingin merujuk mereka. Takutlah kepada Allah, Tuhan kalian, jangan mengeluarkan para istri yang ditalak dari rumah yang mereka tinggal padanya hingga masa iddah mereka selesai, yaitu tiga kali haid untuk selain anak-anak yang belum haid, wanita tua yang menopause dan wanita hamil, mereka juga tidak boleh keluar darinya, kecuali bila mereka melakukan perbuatan mungkar yang nyata seperti zina. Itu adalah hukum-hukum Allah yang Dia syariatkan bagi hamba-hambaNya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, maka dia telah menzhalimi dirinya sendiri dan menjerumuskannya ke dalam kebinasaan. Kamu (wahai suami yang mentalak) tidak tahu, bisa jadi sesudah talak yang kamu jatuhkan itu, Allah menjadikan sesuatu yang tidak kamu duga, sehingga kamu merujuk istrimu. (Tafsir al-Muyassar)
Wahai Nabi! Jika engkau atau salah seorang dari umatmu ingin menalak istrinya maka hendaklah ia menalaknya pada awal iddahnya, dengan menalaknya pada saat sedang suci dan belum disetubuhi. Dan jagalah iddah untuk memastikan kapan kalian bisa rujuk dengan istri-istri kalian jika kalian berkehendak untuk rujuk. Bertakwalah kepada Rabb kalian dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dan janganlah kalian mengusir wanita-wanita yang kalian talak dari rumah-rumah tempat tinggal mereka dan janganlah mereka minggat sampai tuntas iddah mereka, kecuali apabila mereka melakukan suatu perbuatan nista yang nyata seperti berzina. Hukum-hukum itu adalah batasan-batasan Allah yang ditentukan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya. Barangsiapa melanggar batasan-batasan Allah maka ia telah menganiaya dirinya sendiri karena berarti menjerumuskan dirinya pada sumber-sumber kehancuran disebabkan kemaksiatannya terhadap Rabbnya. Kamu -wahai orang yang menalak- tidak tahu bisa jadi Allah setelah itu menumbuhkan rasa cinta di hati sang suami sehingga merujuk istrinya. (Tafsir al-Mukhtashar)
{Yaa Ayyuhan Nabiy} – yang dimaksud adalah umatnya karena beliau adalah pemimpin umatnya – Jika kalian ingin menalak istri kalian, maka talaklah mereka saat mereka menghadapi masa iddahnya, yaitu dalam keadaan suci dan tidak dalam keadaan jima’. Perhitungkanlah dan jagalah masa iddah itu, agar sempurna mencapai 3 kali suci, yaitu masa haid atau masa suci dari haid (Lamaran itu hanya berlaku bagi para suami) Taatlah kalian kepada Allah dalam melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Jangan kalian suruh mereka keluar dari rumah yang mereka tempati ketika perceraian itu terjadi sampai datang masa iddahnya. Mereka juga tidak boleh keluar dari rumah itu selama masih pada masa iddah kecuali saat keadaan darurat, di antaranya kalian tidak mampu menahan melakukan zina atau pemaksaan misalnya, Maka kalian harus mengeluarkan mereka untuk mendirikan batas antara kalian dengan mereka atau agar terbebas dari sesuatu yang vulgar yang ada pada mereka dan agar mereka terbebas dari berlama-lama dengan suami atau keluarga suami. Hukum-hukum yang disebutkan itu adalah hukum Allah dan syari’atNya untuk hamba-hambaNya. Barangsiapa melampaui batas hukum-hukum Allah, maka sungguh dia telah menzalimi dirinya sendiri dengan membahayakan diri agar dihukum dengan cara menolak hukum Allah tersebut, Wahai orang yang melakukan talak, kalian tidak menyadari bahwa barangkali Allah menciptakan sesuatu yang baru (untuk kalian) setelah talak itu, yaitu penyesalan dan keinginan untuk ruju’ dengan istri kalian setelah talak itu selama masih dalam masa iddah. Atau melakukan akad nikah baru setelah selesai masa iddah atau talak ba’in. Dorongan untuk melakukan ruju’ ini apabila hanya melakukan talak satu. Ibnu Abu Hatim, Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir dari Anas berkata: “Rasulallah SAW menceraikan Hafsah, lalu dia kembali ke keluarganya, kemudian Allah menurunkan ayat {Yaa ayyuhan nabiyyu idzaa thallaqtumun nisaa’a ..}” Kemudian dikatakanlah kepada beliau: “Ruju’lah dengannya! Sesungguhnya dia adalah perempuan yang banyak puasanya dan shalatnya, dia juga merupakan salah satu di antara istri-istrimu di surga” (Tafsir al-Wajiz)
يٰٓأَيُّهَا النَّبِىُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَآءَ (Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu) Pertama-tama Allah menyeru Rasulullah sebagai penghormatan baginya, kemudian Allah menyampaikan firman-Nya kepada umatnya. Yakni jika kalian hendak menceraikan istri kalian. فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ(maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya) Yakni ketika mereka dapat menghadapi iddah mereka atau sebelum iddah mereka. Dan yang dimaksud adalah menceraikan mereka saat mereka tidak dalam keadaan haidh dan tidak pada waktu jima’, lalu mereka dibiarkan menyelesaikan masa iddahnya. Jika para suami itu menceraikan mereka dengan cara seperti ini maka mereka telah menceraikan istri mereka saat isrti itu dapat menjalankan masa iddah. Imam Bukhari, Muslim, dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ia menceraikan istrinya pada saat ia sedang haidh. Lalu Umar menceritakan kejadian ini kepada Rasulullah, maka Rasulullah marah dan berkata: “Hendaklah ia rujuk dengannya kemudian melanjutkan hubungan nikahnya sampai ia selesai dari haidhnya, lalu menunggu sampai ia haidh lagi dan selesai dari haidh itu, kemudian jika setelah itu ia masih ingin mencerainya maka hendaklah ia mencerainya ketika ia tidak dalam keadaan haidh dan sebelum ia menggaulinya. Dan itulah waktu iddah yang dimaksud Allah ketika suami hendak mencerai istrinya. وَأَحْصُوا۟ الْعِدَّةَ ۖ( dan hitunglah waktu iddah itu) Yakni tunggulah istri itu dan perhatikanlah waktu perceraiannya hingga iddahnya selesai, yaitu selama tiga kali haidh. Perintah ini ditujukan bagi para suami. وَاتَّقُوا۟ اللَّـهَ رَبَّكُمْ ۖ( serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu) Maka janganlah melanggar perintah-Nya, dan janganlah kalian memberikan mudharat kepada para istri. لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنۢ بُيُوتِهِنَّ(Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka) Yakni rumah yang ia tinggali ketika diceraikan, selama ia masih dalam masa iddah. Allah menyebut rumah itu dengan sebutan rumah para istri untuk menekankan hak mereka untuk tinggal di rumah tersebut selama masa iddah. Dan Allah melarang para istri untuk keluar dari rumah itu, dengan firman-Nya: وَلَا يَخْرُجْنَ(dan janganlah mereka keluar) Yakni janganlah mereka keluar dari rumah itu selama ia masih menjalani masa iddah, kecuali untuk hal darurat yang mengharuskannya untuk keluar. إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ( kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang) Yakni janganlah kalian mengeluarkan mereka dari rumah itu kecuali jika mereka melakukan zina. Pendapat lain mengatakan: yakni jika mereka mengucapkan kata-kata keji kepada orang yang tinggal bersama mereka di rumah tersebut. وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّـهِ ۚ( Itulah hukum-hukum Allah) Yakni hukum-hukum yang Allah jelaskan pada hamba-hamba-Nya ini adalah batas-batas yang Allah tetapkan bagi mereka, tidak ada seorangpun yang boleh melanggar batas-batas itu. وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّـهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُۥ ۚ( dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri) Karena telah menjerumuskan dirinya kedalam kebinasaan. لَا تَدْرِى لَعَلَّ اللَّـهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذٰلِكَ أَمْرًا(Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru) Yakni barangkali jika ia tetap tinggal di rumah itu kelak Allah akan menyatukan kembali hati mereka, sehingga sang suami dapat merujuk istrinya kembali. (Zubdatut Tafsir)
فَٱلْحَٰمِلَٰتِ وِقْرًا
Arab-Latin: fal-ḥāmilāti wiqrā
Artinya: dan awan yang mengandung hujan,
Allah bersumpah dengan angin yang menerbangkan debu, lalu dengan awan yang membawa beban berat air, lalu dengan kapal-kapal yang berlayar di lautan dengan mudah dan lancar, lalu dengan malaikat yang membagikan rahmat Allah kepada makhlukNya, sesungguhnya apa yang dijanjikan kepada kalian (wahai manusia), yaitu kebangkitan dan hisab, pasti terjadi dengan yakin, dan sesungguhnya hisab dan pahala dari amal perbuatan benar-benar akan terwujud, tidak bisa tidak. (Tafsir al-Muyassar)
Dan dengan awan yang mengandung air hujan yang banyak, (Tafsir al-Mukhtashar)
Al-Wiqru adalah unta hamil. Maksudnya adalah awan yang mengandung (hujan) (Tafsir al-Wajiz)
فَالْحٰمِلٰتِ وِقْرًا (dan awan yang mengandung hujan) Yakni awan yang membawa air hujan, sebagaimana hewan berkaki empat yang mengangkut beban berat. Dan tidak ada yang mengetahui seberapa beban air yang dibawa oleh awan kecuali Allah. (Zubdatut Tafsir)
۞ إِلَيْهِ يُرَدُّ عِلْمُ ٱلسَّاعَةِ ۚ وَمَا تَخْرُجُ مِن ثَمَرَٰتٍ مِّنْ أَكْمَامِهَا وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنثَىٰ وَلَا تَضَعُ إِلَّا بِعِلْمِهِۦ ۚ وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ أَيْنَ شُرَكَآءِى قَالُوٓا۟ ءَاذَنَّٰكَ مَا مِنَّا مِن شَهِيدٍ
Arab-Latin: ilaihi yuraddu 'ilmus-sā'ah, wa mā takhruju min ṡamarātim min akmāmihā wa mā taḥmilu min unṡā wa lā taḍa'u illā bi'ilmih, wa yauma yunādīhim aina syurakā`ī qālū āżannāka mā minnā min syahīd
Artinya: Kepada-Nya-lah dikembalikan pengetahuan tentang hari Kiamat. Dan tidak ada buah-buahan keluar dari kelopaknya dan tidak seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Pada hari Tuhan memanggil mereka: "Dimanakah sekutu-sekutu-Ku itu?", mereka menjawab: "Kami nyatakan kepada Engkau bahwa tidak ada seorangpun di antara kami yang memberi kesaksian (bahwa Engkau punya sekutu)".
Hanya kepada Allah semata, yang tidak ada sekutu bagiNya ilmu tentang kiamat dikembalikan, karena tak seorang pun selain Allah yang mengetahui saatnya tiba, tidak ada yang keluiar dari buah-buahan dari pohonnya, tidak ada wanita hamil atau melahirkan kecuali Allah mengetahuinya, tida ada sesuatupun yang samar bagi Allah. Di Hari Kiamat Allah memanggil orang-orang musyik, memperjelekan mereka dan memperlihatkan kebohongan mereka, “Di mana sekutu-sekutu yang kalian sembah bersamaKu?” Mereka menjawab, “Sekarang kami mengatakan kepadaMu bahwa tidak ada seorang pun dari kami yang bersaksi bahwa Engkau memiliki sekutu.” (Tafsir al-Muyassar)
Hanya kepada Allah semata ilmu tentang hari Kiamat berpulang. Hanya Allah semata yang mengetahui kapan datangnya, selain Allah tidak ada yang mengetahui. Tidak ada buah yang keluar dari kelopak yang menyangganya, tidak ada wanita yang mengandung kecuali Allah mengetahuinya, tidak ada sesuatu pun yang samar bagi Allah. Pada hari di saat Allah memanggil orang-orang musyrikin yang menyembah berhala-berhala di samping menyembah Allah, untuk mencela ibadah yang mereka lakukan, “Di manakah sekutu-sekutu yang kalian anggap sebagai sekutu-sekutu-Ku?" Maka orang-orang musyrikin menjawab, “Kami mengaku di hadapan-Mu, tidak seorang pun dari kami yang bersaksi saat ini bahwa Engkau mempunyai sekutu-sekutu.” (Tafsir al-Mukhtashar)
Kepada Allah SWT ilmu tentang hari kiamat itu dikembalikan, bukan selainNya. Itu adalah salah satu kunci tentang keghaiban yang hanya dimiliki Allah. Semua hal selain itu juga diketahui Allah SWT. Buah-buahan yang dihasilkan oleh pohon-pohon dan keluar dari kelopak-kelopak yang membungkusnya sebelum berkembang, anak yang dikandung wanita di dalam rahimnya dan kelahirannya itu tidak lepas dari sepengetahuan Allah SWT. Maka hanya kepadaNyalah pengetahuan tentang kiamat dan hal-hal itu dikembalikan. Pada hari kiamat Allah SWT memanggil orang-orang kafir: “Mana sekutu-sekutuKu yang berupa berhala-berhala dan hal-hal lain yang kalian jadikan sebagai sekutuKu dalam beribadah?” Orang-orang musyrik berkata: “Kami akan memberitahuMu, kami akan memberitahuMu” Tidak ada seorangpun yang bersaksi untuk mereka bahwa mereka itu adalah sekutuMu. Pertanyaan itu untuk mencela mereka. (Tafsir al-Wajiz)
إِلَيْهِ يُرَدُّ عِلْمُ السَّاعَةِ ۚ (Kepada-Nya-lah dikembalikan pengetahuan tentang hari Kiamat) Yakni ilmu tentangnya hanya pada Allah. وَمَا تَخْرُجُ مِن ثَمَرٰتٍ مِّنْ أَكْمَامِهَا(Dan tidak ada buah-buahan keluar dari kelopaknya) Yakni kelopak yang didalamnya menjadi tempat terbentuknya buah, karena setiap buah terbentuk dalam kelopak yang melindunginya sampai bunganya terbuka atau sampai buahnya matang. وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنثَىٰ وَلَا تَضَعُ إِلَّا بِعِلْمِهِۦ ۚ( dan tidak seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya) Yakni tidaklah terjadi sesuatu seperti keluarnya buah dari kelopaknya, wanita yang mengandung, dan wanita yang melahirkan melainkan dengan sepengetahuan Allah. Di sisi-Nya ilmu tentang hari kiamat sebagaimana pula ilmu tentang hal-hal ini. وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ(Pada hari Tuhan memanggil mereka) Yakni Allah memanggil orang-orang musyrik pada hari kiamat. أَيْنَ شُرَكَآءِى(“Dimanakah sekutu-sekutu-Ku itu?”) Yang kalian anggap dahulu seperti berhala-berhala dan lain sebagainya. Panggillah mereka sekarang agar dapat memberi syafaat bagi kalian atau menolong kalian dari azab. قَالُوٓا۟ ءَاذَنّٰكَ مَا مِنَّا مِن شَهِيدٍ(mereka menjawab: “Kami nyatakan kepada Engkau bahwa tidak ada seorangpun di antara kami yang memberi kesaksian) Yakni kami nyatakan kepada-Mu bahwa tidak ada diantara kami yang bersaksi bahwa Engkau memiliki sekutu. (Zubdatut Tafsir)
وَٱللَّهُ خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ جَعَلَكُمْ أَزْوَٰجًا ۚ وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنثَىٰ وَلَا تَضَعُ إِلَّا بِعِلْمِهِۦ ۚ وَمَا يُعَمَّرُ مِن مُّعَمَّرٍ وَلَا يُنقَصُ مِنْ عُمُرِهِۦٓ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ
Arab-Latin: wallāhu khalaqakum min turābin ṡumma min nuṭfatin ṡumma ja'alakum azwājā, wa mā taḥmilu min unṡā wa lā taḍa'u illā bi'ilmih, wa mā yu'ammaru mim mu'ammariw wa lā yungqaṣu min 'umurihī illā fī kitāb, inna żālika 'alallāhi yasīr
Artinya: Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.
Allah menciptakan bapak kalian, Adam dari tanah, kemudian menjadikan keturunannya dari air yang hina, kemudian Dia menjadikan kalian laki-laki dan perempuan. Seorang wanita tidak hamil dan tidak melahirkan kecuali dengan ilmuNya, seseorang tidak dipanjangkan umurnya, dan seseorang tidak dipendekkan umurnya kecuali dalam Kitab di sisi Allah, yaitu Lauhul Mahfuzh sebelum ibunya mengandungnya dan melahirkannya, dan Kitab tersebut telah mencatat semua itu, Allah mengetahuinya sebelum menciptakannya, apa yang telah ditulis dengannya tidak bertambah dan tidak berkurang. Sesungguhnya penciptaan kalian, ilmu tentang keadaan kalian dan penulisannya di Lauhul Mahfuzh, semuanya adalah mudah bagi Allah. (Tafsir al-Muyassar)
Allah yang menciptakan bapak kalian Adam dari tanah, kemudian Allah menciptakan kalian dari setetes air, kemudian Allah menjadikan kalian laki-laki dan wanita yang berpasang-pasangan. Tidak ada ibu yang mengandung dan melahirkan kecuali dalam ilmu Allah, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Umur seorang hamba tidak ditambah dan tidak dikurangi kecuali hal itu tertulis di Lauḥul Maḥfuẓ. Sesungguhnya penciptaan Adam dari tanah dan penciptaan kalian yang melalui beberapa fase serta penulisan umur kalian di Lauḥul Maḥfuẓ adalah perkara yang mudah bagi Allah. (Tafsir al-Mukhtashar)
Allah SWT menciptakan leluhur kalian, Adam dari tanah. Kemudian Kami menciptakan kalian dari sperma (mani), lalu menjadikan kalian dua jenis, laki-laki dan perempuan. Tidak ada perempuan yang mengandung dan melahirkan kecuali sepengetahuan dan seizinNya. Dia juga tidak memanjangkan umur seseorang dan mengurangi umur yang lain kecuali sudah ada di lauhil mahfudz sesuai (umur) biasanya dan berlaku. Sesungguhnya orang yang umurnya panjang maka akan dikatakan kepadanya “Dia mendapatkan umurnya” dan orang yang mati saat kecil maka akan dikatakan kepadanya dibandingkan dengan yang lainnya “Umurnya belum sempurna”, meskipun umur masing-masing dari keduanya itu dibatasi dan sudah ditentukan, tidak ditambah dan tidak dikurangi. Sesungguhnya membatasi umur itu adalah perkara mudah bagi Allah, bukan perkara yang sulit. (Tafsir al-Wajiz)
وَاللهُ خَلَقَكُم مِّن تُرَاب (Dan Allah menciptakan kamu dari tanah) Yakni dalam cakupan penciptaan bapak kalian Adam yang diciptakan dari tanah. ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ(kemudian dari air mani) Yang dikeluarkan dari tulang punggung bapak kalian. ثُمَّ جَعَلَكُمْ أَزْوٰجًا ۚ( kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan) Yakni Allah memasangkan sebagian kalian dengan sebagian lainnya, laki-laki dan perempuan sepasang. وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنثَىٰ وَلَا تَضَعُ إِلَّا بِعِلْمِهِۦ ۚ( Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya) Sehingga tidak ada ilmu rencana yang keluar dari pengetahuan Allah. وَمَا يُعَمَّرُ مِن مُّعَمَّرٍ وَلَا يُنقَصُ مِنْ عُمُرِهِۦٓ( Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya) Yakni tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula mengurangi umur orang lain. إِلَّا فِى كِتٰبٍ ۚ( melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab) Yakni kitab Lauh Mahfuhz. Said bin Jabir berkata: umur yang telah lewat merupakan pengurangan umurnya, dan umur yang akan datang adalah umur yang dipanjangkan. Pendapat lain mengatakan, yakni Allah tidak memperpanjang umur seseorang sampai masa tua dan tidak pula mengurangi umur orang lain agar tidak mencapai masa tua kecuali telah tercantum dalam kitab, yakni telah ditetapkan Allah. Penambahan dan pengurangan umur merupakan ketentuan dan takdir Allah, yang dipengaruhi sebab-sebab yang mempengaruhi penambahan dan pengurangan umur. Hal yang dapat menjadi sebab penambahan umur adalah silaturrahim; sedangkan sebab pengurangan umur adalah banyak melakukan kemaksiatan kepada Allah. إِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ(Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah) Tidak ada yang sulit bagi-Nya, dan tidak ada yang tersembunyi dari-Nya baik itu sesuatu yang banyak maupun sedikit, yang besar maupun yang kecil. (Zubdatut Tafsir)
وَٱبْتَلُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُوا۟ ٱلنِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَٱدْفَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ ۖ وَلَا تَأْكُلُوهَآ إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَن يَكْبَرُوا۟ ۚ وَمَن كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَن كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ فَأَشْهِدُوا۟ عَلَيْهِمْ ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ حَسِيبًا
Arab-Latin: wabtalul-yatāmā ḥattā iżā balagun-nikāḥ, fa in ānastum min-hum rusydan fadfa'ū ilaihim amwālahum, wa lā ta`kulụhā isrāfaw wa bidāran ay yakbarụ, wa mang kāna ganiyyan falyasta'fif, wa mang kāna faqīran falya`kul bil-ma'rụf, fa iżā dafa'tum ilaihim amwālahum fa asy-hidụ 'alaihim, wa kafā billāhi ḥasībā
Artinya: Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).
Dan ujilah orang-orang yang berda dalam pengasuhan kalian dari anak-anak yatim untuk mengetahui kemapuan mereka mengelola harta mereka dengan baik, sehingga apabila dia telah mencapai usia baligh dan kalian melihat keshalihan pribadi mereka dalam beragama dan kemampuan untuk menjaga harta benda mereka, maka serahkanlah (harta benda) itu kepada mereka, dan janganlah kalian berbuat melampaui batas terhadapnya dengan mempergunakannya bukan pada tempat yang sepatutnya dengan berlebih-lebihan dan bersegera menghabiskannya sebelum mereka mengambilnya dari kalian. Barangsiapa diantara kalian memiliki harta cukup ,hendaknya menjaga diri dengan kecukupan yang ada pada dirinya dan tidak mengambil sedikitpun dari harta anak yatim. Dan barang siapa yang miskin, hendaknya mengambil sesuai kebutuhannya saja ketika darurat. Lalu apabila kalian telah mengetahui bahwa mereka mampu menjaga harta-harta mereka setelah mereka mencapai usia baligh dan kalian serahkan harta itu kepada mereka maka persaksikanlah atas mereka, demi memastikan sampainya hak mereka dengan sempurna kepada mereka, dan agar mereka tidak mengingkari di kemudian hari. Dan cukuplah Allah bagi kalian bahwa DIA mengawasi kalian dan memperhitungkan amal perbuatan kalian sesuai apa yang kalian perbuat. (Tafsir al-Muyassar)
Dan ujilah anak-anak yatim itu -wahai para wali- apabila mereka mendekati usia balig. Yaitu memberikan sebagian harta mereka untuk mereka belanjakan sendiri. Apabila mereka mampu mengelolanya dengan baik dan kalian melihat kedewasaan mereka, maka serahkanlah harta mereka secara lengkap tanpa dikurangi sedikit pun. Dan janganlah kalian memakan harta mereka melampaui batas yang diperbolehkan Allah untuk kalian ketika kalian membutuhkannya. Dan janganlah kalian terburu-buru memakan harta mereka karena takut mereka akan mengambilnya ketika mereka balig. Barangsiapa di antara kalian yang memiliki harta yang cukup, maka sebaiknya ia menahan diri untuk tidak memakan harta anak yatim. Tetapi barangsiapa di antara kalian yang miskin dan tidak punya harta, maka sepatutnya ia makan (dari harta anak yatim) menurut kebutuhannya. Apabila kamu menyerahkan harta mereka setelah mereka balig dan dewasa, maka persaksikanlah penyerahan itu dalam rangka menjaga hak-hak dan mencegah timbulnya perselisihan. Cukuplah Allah menjadi saksi atas hal tersebut dan menjadi penghitung amal perbuatan manusia. (Tafsir al-Mukhtashar)
Dan ujilah anak-anak yatim untuk mengatur harta mereka dengan baik sebelum dewasa. Maka ketika mereka mencapai umur dewasa, dan mendapati mereka sudah dewasa, yaitu baik dalam mengatur harta, maka berilah harta mereka tanpa ditunda-tunda, dan janganlah tergesa-gesa menggunakannya sebelum mereka dewasa, maka bagi wali yang mampu sebaiknya tidak mengambil sedikitpun harta anak yatim. Dan bagi wali yang butuh maka sebaiknya dia memakannya dengan takaran sepatutnya. Dan jika kalian membayar harta mereka setelah dewasa, maka bersaksilah bahwa mereka telah menerima hart tersebut dari kalian supaya mereka tidak mengingkari penerimaan harta tersebut. Cukuplah Allah sebagai penghisab dan pembalas amal perbuatan kalian. Ayat ini turun untuk paman Tsabit bin Rifa’ah yang bertanya kepada Nabi tentang harta anak yatim (keponakannya) yang halal baginya, dan kapankah membayarnya? (Tafsir al-Wajiz)
وَابْتَلُوا۟ الْيَتٰمَىٰ (Dan ujilah anak yatim itu) Yakni dengan memperhatikan akhlak dari anak yatim tersebut untuk mengetahui kecerdasannya dan kemampuannya dalam memperlakukan harta, dengan cara memberikannya sebagian hartanya dan menyuruhnya untuk mengatur harta tersebut agar dapat diketahui kemampuan sebenarnya dalam berurusan dengan harta. حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُوا۟ النِّكَاحَ(sampai mereka cukup umur untuk kawin) Dan termasuk dari tanda-tanda baligh adalah keluarnya mani dan bulu kemaluan atau hamil dan haidh bagi perempuan. فَإِنْ ءَانَسْتُم(Kemudian jika menurut pendapatmu) Yakni jika menurut pandangan dan penglihatan kalian. مِّنْهُمْ رُشْدًا(mereka telah cerdas (pandai memelihara harta)) Yakni janganlah kalian serahkan harta anak yatim kepada mereka kecuali setelah mereka baligh dan setalah kalian berpandangan bahwa mereka telah cerdas dalam berurusan dengan harta mereka dan tidak berlaku mubadzir, dan dapat meletakkan harta tersebut ditempat yang semestinya. وَلَا تَأْكُلُوهَآ إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَن يَكْبَرُوا۟ ۚ (Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa) Yakni jangn kalian memakannya dengan berlebih-lebihan dan tergesa-gesa sebelum mereka dewasa dan mengatakan kita belanjakan harta anak-anak yatim ini sesuai keinginan kita sebelum mereka mencapai baligh lalu mengambil harta tersebut dari genggaman kita. وَمَن كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَن كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ ۚ( Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut) Yakni janganlah kalian bermewah-mewah dengan harta anak yatim dan jangan berlebihan dalam bersenang-senang dengan makanan, minuman, dan pakaian. Ada pendapat mengatakan wali yatim tidak boleh memakan harta anak yatim kecuali dengan kadar pekerjaan dia dalam harta tersebut. (Zubdatut Tafsir)
قَالَ رَبِّ أَنَّىٰ يَكُونُ لِى غُلَٰمٌ وَقَدْ بَلَغَنِىَ ٱلْكِبَرُ وَٱمْرَأَتِى عَاقِرٌ ۖ قَالَ كَذَٰلِكَ ٱللَّهُ يَفْعَلُ مَا يَشَآءُ
Arab-Latin: qāla rabbi annā yakụnu lī gulāmuw wa qad balaganiyal-kibaru wamra`atī 'āqir, qāla każālikallāhu yaf'alu mā yasyā`
Artinya: Zakariya berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat tua dan isteriku pun seorang yang mandul?". Berfirman Allah: "Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya".
Zakaria berkata dengan penuh kegembiraan dan terkejut, ”wahi tuhanku,bagaimana bisa aku akan mempunyai anak lelaki,sementara masa tua telah mencapai puncaknya pada diriku, dan istriku seorang wanita yang mandul yang tidak bisa hamil?” Allah berfirman ”demikianlah Allah berbuat apa yang DIA kehendaki dari perbuatan perbuatan ajaib lagi bertentangan dengan kebiasaan.” (Tafsir al-Muyassar)
Tatkala Malaikat memberikan kabar gembira tentang Yahya, Zakariya berkata, “Ya Rabbku, bagaimana aku bisa punya anak setelah aku menjadi tua renta, sedangkan istriku mandul tidak bisa beranak.” Allah menjawab ucapan Zakariya, “Perumpamaan penciptaan Yahya pada saat usiamu sudah tua dan istrimu mandul sama seperti Dia menciptakan apa saja yang dikehendaki-Nya yang tidak seperti biasanya, karena Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Dia melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya berdasarkan kebijaksanaan dan pengetahuan-Nya.” (Tafsir al-Mukhtashar)
40 Zakariya berkata: “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak? Padahal aku ini telah sangat tua dan isteriku pun adalah seorang yang mandul?” Zakariya berkata seperti itu sebagaimana hal yang biasa terjadi, bukan untuk merendahkan kuasa Allah. Allah kemudian menjawab: “Sebagaimana Aku menciptakan hal yang tidak biasa terjadi, Allah kuasa berbuat ketakjuban apa saja yang dikehendaki-Nya. Tidak ada yang bisa mencegahnya, janganlah heran dengan hal itu (Tafsir al-Wajiz)
قَالَ رَبِّ أَنَّىٰ يَكُونُ لِى غُلٰمٌ (Zakariya berkata: “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak) Yakni ia merasa tidak mungkin akan mendapatkan seorang anak karena kebiasaan pada umumnya pasangan yang demikian tidak bisa mendapatkan anak, sebab ia sudah tua; ada yang berpendapat bahwa ia pada waktu itu berumur 90 tahun. وَقَدْ بَلَغَنِىَ الْكِبَرُ ( sedang aku telah sangat tua) Yakni telah lanjut usia. وَامْرَأَتِى عَاقِرٌ ۖ ( dan isteriku pun seorang yang mandul) Yakni yang tidak bisa mendatangkan anak karena kemandulan yang menghalangi itu. كَذٰلِكَ اللهُ يَفْعَلُ مَا يَشَآءُ ( Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya) Yakni berbuat ssesuatu yang ajaib dan mengherankan karena kekuasaan-Nya tidak dihalangi oleh apapun. Dan maksud dari ayat ini adalah: maka mengapa kamu merasa hal itu tidak mungkin? (Zubdatut Tafsir)
قَالَ رَبِّ ٱجْعَل لِّىٓ ءَايَةً ۖ قَالَ ءَايَتُكَ أَلَّا تُكَلِّمَ ٱلنَّاسَ ثَلَٰثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا رَمْزًا ۗ وَٱذْكُر رَّبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِٱلْعَشِىِّ وَٱلْإِبْكَٰرِ
Arab-Latin: qāla rabbij'al lī āyah, qāla āyatuka allā tukalliman-nāsa ṡalāṡata ayyāmin illā ramzā, ważkur rabbaka kaṡīraw wa sabbiḥ bil-'asyiyyi wal-ibkār
Artinya: Berkata Zakariya: "Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung)". Allah berfirman: "Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari".
Zakaria berkata, ”wahai tuhanku,jadikanlah untukku satu pertanda yang membuktikan bahwa akan munculnya seorang anak dariku, supaya timbul rasa gembira dan perasaan bahagia dalam hatiku.” Allah berfirman ”tanda yang kamu minta adalah kamu tidak bisa berbicara dengan manusia selama tiga hari,kecuali dengan isyarat semata kepada mereka, padahal kamu adalah manusia normal dan sehat. pada masa itu, perbanyaklah mengingat tuhanmu dan shalatlah karenaNYA di waktu-waktu penghujung siang dan permulaannya.” (Tafsir al-Muyassar)
Zakariya berkata, “Ya Rabbku, berilah aku tanda yang menunjukkan bahwa istriku hamil dariku.” Allah menjawab, “Tanda-tanda yang engkau minta ialah engkau tidak bisa berbicara kepada manusia selama 3 hari 3 malam. Engkau akan berbicara dengan bahasa isyarat, padahal tidak ada yang sakit pada dirimu. Maka perbanyaklah membaca zikir dan bertasbih di sore dan pagi hari.” (Tafsir al-Mukhtashar)
41 Zakariya berkata seraya berdoa: “Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda jika isteriku telah mengandung agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu”. Allah berfirman: “Tandanya bagimu, adalah ketika kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia hanya bisa menggunakan bahasa isyarat selama tiga hari. Lisannya menjadi tertahan, sehingga isyarat sebagai bahasa, sebab bisa menunjukkan maksud dari perkataan. Dan sebutlah nama Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari”. Al ‘asyiyyi adalah waktu dhuhur sampai maghrib. Ibkar adalah terbitnya fajar sampai dhuha. (Tafsir al-Wajiz)
قَالَ رَبِّ اجْعَل لِّىٓ ءَايَةً ۖ ( Berkata Zakariya: “Berilah aku suatu tanda) Yakni tanda yang dengannya aku mengetahui bahwa istriku benar-benar hamil agar aku dapat menerima kenikmatan ini dengan penuh rasa syukur. إلا رمزا (kecuali dengan isyarat) Yakni pertanda bagimu adalah lidahmu akan terhalang untuk berbicara dengan manusia kecuali untuk berdzikir. Allah menjadikan tanda ini agar Zakariya mengikhlaskan di tiga hari tersebut untuk berdzikir kepada Allah sebagai bentuk rasa syukur atas kenikmatan yang diberikan kepadanya. Adapun makna (الرمز) adalah isyarat dengan dua bibir, mata, alis, atau tangan. وَسَبِّحْ بِالْعَشِىِّ ( serta bertasbihlah di waktu petang) Yakni mulai dari tergelincir matahari sampai terbenamnya matahari. وَالْإِبْكٰرِ ( dan pagi hari) Yakni mulai dari terbitnya matahari sampai pada waktu dhuha. (Zubdatut Tafsir)
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Demikianlah beberapa penjabaran dari berbagai ahli tafsir berkaitan kandungan dan arti ayat tentang ibu hamil (arab, latin, artinya), semoga membawa faidah untuk ummat. Bantulah perjuangan kami dengan mencantumkan link menuju halaman ini atau menuju halaman depan TafsirWeb.com.