Ayat Tentang Haji
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ
Arab-Latin: żālika wa may yu'aẓẓim sya'ā`irallāhi fa innahā min taqwal-qulụb
Artinya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.
وَأَذِّن فِى ٱلنَّاسِ بِٱلْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
Arab-Latin: wa ażżin fin-nāsi bil-ḥajji ya`tụka rijālaw wa 'alā kulli ḍāmiriy ya`tīna ming kulli fajjin 'amīq
Artinya: Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Pelajaran Menarik Tentang Ayat Tentang Haji
Ada pelbagai penafsiran dari beragam ulama tafsir berkaitan makna ayat tentang haji, di antaranya sebagaimana terlampir:
Dan umumkanlah (wahai Ibrahim) kepada sekalian manusia tentang kewajiban haji atas mereka, niscaya mereka akan datang kepadamu dalam keadaan berbeda-beda; berjalan kaki dan menunggangi unta yang kurus (yaitu unta yang kurus karena perjalanan dan beban pekerjaan bukan karena berdaging sedikit) yang tiba dari segenap jalan yang jauh, supaya mereka menghadiri hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, berupa: pengampunan bagi dosa-dosa mereka, pahala mengerjakan manasik haji dan ketaatan mereka, serta perolehan keuntungan dalam perniagaan mereka dan kepentingan-kepentingan lain, dan agar mereka menyebut Nama Allah ketika menyembelih hewan kurban yang mereka jadikan pendekatan diri kepada Allah, seperti unta, sapi dan kambing pada hari-hari tertentu, yaitu tanggal 10 dzulhijjah dan tiga hari setelahnya, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas nikmat-nikmatNya, sedang mereka diperintah sebagai anjuran saja untuk memakan dari sembelihan-sembelihan tersebut dan memberikan makan orang fakir yang amat sulit ekonominya dari sembelihan itu. (Tafsir al-Muyassar)
Dan serulah manusia dengan menyuruh mereka untuk mengerjakan ibadah haji ke Baitullah yang Kami perintahkan padamu untuk membangunnya; niscaya mereka akan mendatangimu dengan berjalan kaki, atau mengendarai onta yang kurus lantaran kelelahan dalam perjalanan, mereka akan datang dengan mengendarai onta dari segenap penjuru yang jauh. (Tafsir al-Mukhtashar)
Serulah manusia untuk mengerjakan haji, dengan berseru: “Wahai manusia, kalian telah ditetapkan untuk melaksanakan haji, Tuhan kalian telah mewajibkannya. Labbaikallahumma labbaik.” Niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Mujahid mengatakan Awalnya mereka tidak mengendarai apapun, sehingga Allah menurunkan ayat “Niscaya mereka akan datang kepadamu dengan mengendarai unta yang kurus.” Sehingga diperintahkan untuk berlapang dalam keadaan, dan memberi keringanan kepada mereka untuk berkendara dan berdagang. (Tafsir al-Wajiz)
وَأَذِّن فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ (Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji) Sekolompok ahli tafsir mengatakan, ketika Ibrahim telah selesai membangun Baitullah, malaikat Jibril mendatanginya, kemudian ia memerintahkan Ibrahim untuk menyeru manusia untuk melaksanakan ibadah haji. Maka Ibrahim menaiki maqam dan berseru: “Wahai manusia sekalian, diwajibkan atas kalian ibadah haji di Baitullah, maka penuhilah panggilan Tuhan kalian, ‘Laabbaik Allahumma Labbaik’.” يَأْتُوكَ رِجَالًا(niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki) Yakni dengan berjalan kaki. وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ(dan mengendarai unta yang kurus) Makna (الضامر) adalah unta yang kurus karena sering dipakai bepergian. يَأْتِينَ (yang datang) Yakni unta itu datang membawa penunggangnya untuk menunaikan haji. مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (dari segenap penjuru yang jauh) Yakni dari jalan yang jauh. (Zubdatut Tafsir)
۞ يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِىَ مَوَٰقِيتُ لِلنَّاسِ وَٱلْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ ٱلْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا۟ ٱلْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنِ ٱتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا۟ ٱلْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَٰبِهَا ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Arab-Latin: yas`alụnaka 'anil-ahillah, qul hiya mawāqītu lin-nāsi wal-ḥajj, wa laisal-birru bi`an ta`tul-buyụta min ẓuhụrihā wa lākinnal-birra manittaqā, wa`tul-buyụta min abwābihā wattaqullāha la'allakum tufliḥụn
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
Wahai nabi, sahabat-sahabatmu bertanya kepadamu tentang Hilal dan perubahan bentuknya. katakanlah kepada mereka," Allah menjadikan hilal sebagai tanda-tanda bagi manusia untuk mengetahui waktu-waktu ibadah mereka yang telah ditentukan, waktu puasa dan haji serta batas tempo transaksi-transaksi mereka. Bukan termasuk kebajikan, kebiasaan yang kalian lakukan di masa jahiliyah dan permulaan Islam dengan masuk rumah-rumah melalui bagian belakangnya jika kalian memulai ihram untuk Haji atau umrah, lantaran mengira bahwa perbuatan itu adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah. Akan tetapi, kebajikan yang sebenarnya adalah perbuatan orang yang bertakwa kepada Allah dan menjauhi maksiat maksiat. dan masukilah rumah-rumah melalui pintu-pintunya ketika kalian berihram untuk Haji atau umrah, dan takutlah kepada Allah dalam seluruh urusan kalian, supaya kalian beruntung menggapai semua yang kalian sukai dari kebaikan di dunia dan akhirat." (Tafsir al-Muyassar)
Mereka bertanya kepadamu -wahai Rasul- tentang penciptaan bulan sabit dan perubahan keadaannya. Katakanlah untuk menjawab pertanyaan mereka tentang hikmah di balik penciptaan dan perubahan keadaan hilal, “Sesungguhnya hilal itu adalah penunjuk waktu bagi manusia untuk mengetahui waktu-waktu ibadah mereka, seperti bulan-bulan haji, bulan puasa dan sempurnanya masa setahun dalam masalah zakat. Mereka juga bisa mengetahui waktu-waktu kegiatan muamalat, seperti penetapan waktu jatuh tempo pembayaran diat dan utang. Kebajikan dan kebaikan itu bukanlah dengan mendatangi rumah dari belakang ketika kalian sedang berihram haji atau umrah, seperti yang kalian yakini di masa jahiliyah, akan tetapi kebajikan yang sejati ialah kebajikan yang dilakukan oleh orang yang bertakwa kepada Allah secara lahir dan batin. Memasuki rumah melalui pintu-pintunya lebih mudah bagi kalian dan lebih jauh dari kesulitan. Sebab, Allah tidak pernah membebani kalian dengan sesuatu yang sulit dan berat. Dan buatlah tabir penghalang antara diri kalian dan neraka dengan cara melakukan amal saleh, agar kalian berhasil mendapatkan apa yang kalian inginkan dan selamat dari apa yang kalian takutkan. (Tafsir al-Mukhtashar)
Wahai nabi, mereka bertanya kepadamu tentang hilal di setiap bulannya yang bertambah dan berkurang. Maka katakanlah kepada mereka: “Itulah batas akhir bagi manusia terkait amalan agama dan dunia. Dengan hilal itu, mereka membatasi waktu panen dan pekerjaan mereka, juga urusan agama mereka terkait waktu puasa, waktu membatalkan puasa, masa iddah wanita, dan ibadah haji. Dan bukanlah sesuatu yang baik jika mendatangi rumah-rumahnya lewat belakang dimana bangsa Arab di masa Jahiliyyah ketika usai berziarah, tidak masuk melalui pintu-pintu rumahnya, melainkan lewat belakang. Dan kebaikan itu adalah bertakwa kepada Allah dengan menunaikan perintah-perintahNya dan menjauhi hal-hal yang diharamkan olehNya. Dan diperbolehkan bagi kalian untuk memasuki rumah melalui pintu-pintunya dimanapun letaknya, dan beribadahlah kepada Allah dengan sebenar-benar ibadah, supaya kalian mendapatkan ridhaNya”. Ayat {Yas’alunaka} turun untuk Muadz bin Jabal dan Tsal’abah bin Ghanam yang merupakan kaum Anshar yang bertanya tentang perubahan hilal yang terkadang kecil dan besar. Dan ayat {laisal birru} untuk laki-laki yang melanggar sesuatu yang dilakukan kaum Anshar pada zaman Jahiliyyah setelah berpergian yang memasuki rumah lewat belakang, lalu seakan dia dihina karena hal tersebut, lalu turunlah ayat ini (Tafsir al-Wajiz)
يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ (Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit) Ayat ini diturunkanuntuk Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah bin ‘Utsmah, keduanya berasal dari kaum Anshar. Mereka bertanya kepada Rasulullah: Kenapa bulan sabit muncul dan terlihat tipis seperti benang kemudian bertambah dan membesar sampai menjadi sempurna, lalu kembali mengecil dan mengecil sampai kembali seperti semula; mengapa ia tidak dalam satu bentuk? Maka turunlah ayat: قُلْ هِىَ مَوٰقِيتُ لِلنَّاسِ Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia Yakni untuk menentukan waktu hutang-hutang mereka jatuh tempo, puasa dan berbuka mereka, masa ‘iddah bagi istri-istri mereka, untuk menyempurnakan syarat-syarat yang membutuhkan batas waktu, dan untuk menentukan waktu manasik haji mereka. وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا۟ الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا (Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya) Diriwayatkan bahwa dahulu orang-orang Anshar apabila selesai melaksanakan haji tidak memasuki rumah mereka lewat pintu. Dan apabila mereka pulang ke rumah mereka setalah berihram namun belum menyelesaikan haji, mereka menaiki atap rumah-rumah mereka karena berkeyakinan bahwa orang yang berihram tidak boleh memberi pembatas antara mereka dan langit. وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ (akan tetapi kebajikan itu ialah bagi orang yang bertakwa) Yakni akan tetapi kebajikan merupakan kebajikan yang dilakukan oleh orang yang bertakwa. Kaum Quraisy disebut juga dengan ‘al-Hums’. Dahulu mereka memasuki rumah lewat pintu ketika dalam keadaan ihram, adapun kaum Anshar dan kaum Arab lainnya tidak memasuki lewat pintu. Suatu hari Rasulullah berada dalam sebuah kebun kemudian keluar melewati pintu, dan ternyata keluar barsamanya seorang lelaki yang lalu berkata: aku melihatmu melakukan itu maka aku pun mengikutimu. Maka Rasulullah menjawab: sesungguhnya aku adalah lelaki ‘Ahmasy’ (dari kaum al-Hums). Lelaki itu berkata: kalau begitu agamaku adalah agamamu. Maka Allah menurunkan ayat ini. (Zubdatut Tafsir)
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا۟ فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ ۚ فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَٰتٍ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ عِندَ ٱلْمَشْعَرِ ٱلْحَرَامِ ۖ وَٱذْكُرُوهُ كَمَا هَدَىٰكُمْ وَإِن كُنتُم مِّن قَبْلِهِۦ لَمِنَ ٱلضَّآلِّينَ
Arab-Latin: laisa 'alaikum junāḥun an tabtagụ faḍlam mir rabbikum, fa iżā afaḍtum min 'arafātin fażkurullāha 'indal-masy'aril-ḥarāmi ważkurụhu kamā hadākum, wa ing kuntum ming qablihī laminaḍ-ḍāllīn
Artinya: Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.
Tidak ada dosa atas diri kalian untuk mencari rezeki dari Tuhan kalian dengan mengambil keuntungan dari perniagaan pada hari-hari haji. apabila kalian telah bertolak setelah terbenamnya matahari meninggalkan Arafah, yaitu tempat yang menjadi tempat Wukuf bagi jemaah haji pada tanggal sembilan Dzulhijjah, maka ingatlah Allah dengan Bertasbih, talbiah, dan berdoa di sisi masy'aril haram (di Muzdalifah). dan sebutlah Allah dengan cara benar yang dituntunkan Allah bagi kalian kepadanya. dan sesungguhnya dia dahulu sebelum berada di dalam kesesatan, sehingga tidak mengenal kebenaran (Tafsir al-Muyassar)
Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari rezeki yang halal melalui perdagangan dan lain-lain selama melaksanakan ibadah haji. Apabila kalian bertolak dari Arafah setelah melaksanakan wukuf di sana pada tanggal 9 (Zulhijah) menuju Muzdalifah pada malam tanggal 10 Zulhijah, maka berzikirlah kepada Allah dengan cara membaca tasbih, tahlil dan doa di Masy'aril Haram di Muzdalifah. Dan berzikirlah kepada Allah karena Dia telah menunjukkan kamu kepada syi'ar-syi'ar agama-Nya dan tata cara menunaikan ibadah haji di Baitullah, karena sebelum itu kalian termasuk orang-orang yang tidak mengetahui syariat-Nya. (Tafsir al-Mukhtashar)
Tiada dosa bagi kalian ketika berniaga dan mencari rejeki ketika berhaji, maka ketika kalian bertolak dri Arafah menuju Muzdalifah setelah melakukan wukuf, berdzikir dan berdoalah kepada Allah serta shalatlah di Masy’arilharam di Muzdalifah, yaitu bukit Quzah yang digunakan sebagai tempat berhentinya seorang imam di Muzdalifah. Berdzikirlah kpadaNya dengan mengucap talbiyah, tahlil, doa, tahmid dan puji-pujian lain. Sesungguhnya sebelum adanya petunjuk ini, kalian termasuk orang-orang yang tidak tahu apapun dan jauh dari kebenaran tentang akidah dan ibadah.Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata: “Sesungguhnya Ukaz, Majinnah, dan Dzul majas adalah pasar-pasar di jaman Jahiliyyah, lalu orang-orang melakukan perdagangan di beberapa musim dan menanyakan hal itu kepada rasulullah SAW. Lalu turunlah ayat ini” (Tafsir al-Wajiz)
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا۟ فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ ۚ (Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu) Yakni dengan berdagang dan mencari rezeki sambil melaksanakan ibadah haji. فَإِذَآ أَفَضْتُم (Maka apabila kamu telah bertolak ) Yakni pergi. مِّنْ عَرَفٰتٍ (dari ‘Arafat) Untuk menuju ke Muzdalifah. فَاذْكُرُوا۟ اللَّـهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ (berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam) Masy’arilharam adalah bukit yang dipakai oleh Imam untuk berdiri di tanah Muzdalifah. Pendapat lain mengatakan, ia adalah tempat diantara dua bukti Muzdalifah dimulai dari dua Lorong Arafah sampai ke lembah Muhassir. Dan dzikir kepada Allah disana meliputi talbiyah, sholat maghrib, Isya, dan Subuh, dan berdo’a setelah sholat subuh. وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَىٰكُمْ (Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu) Yakni berdzikirlah dengan dzikir yang baik sebagaimana Dia telah memberi kalian petunjuk dengan petunjuk yang baik. (Zubdatut Tafsir)
رَبَّنَا وَٱجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ
Arab-Latin: rabbanā waj'alnā muslimaini laka wa min żurriyyatinā ummatam muslimatal laka wa arinā manāsikanā wa tub 'alainā, innaka antat-tawwābur-raḥīm
Artinya: Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Wahai tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang teguh di atas Islam, lagi tunduk patuh terhadap hukum-hukum Mu, dan jadikanlah dari keturunan kami umat yang tunduk kepada Mu dengan keimanan, dan ajarkanlah dengan jelas kepada kami rambu-rambu tata cara ibadah kami kepada Mu, dan hapuskanlah dosa-dosa kami. Sesungguhnya Engkau banyak menerima taubat dari hamba-hamba Mu dan memberi rahmat bagi mereka. (Tafsir al-Muyassar)
Ya Rabb kami, jadikanlah kami orang-orang yang menerima perintah-Mu dan tunduk kepada-Mu, tidak menyekutukan-Mu dengan sesuatu. Jadikanlah keturunan kami sebagai umat yang pasrah kepada-Mu. Tunjukkanlah kepada kami tata cara beribadah kepada-Mu. Ampunilah keburukan dan kecerobohan kami dalam menjalankan ketaatan kepada-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Menerima taubat hamba-hamba-Mu yang bertaubat dan Maha Penyayang terhadap mereka. (Tafsir al-Mukhtashar)
“Ya Tuhan kami, jadikan kami orang yang berpegang teguh kepada Islam. Jadikan kami hamba yang berserah diri untuk taat kepada-Mu. Juga jadikan anak turun kami kumpulan hamba yang berserah diri untuk taat kepada-Mu. Ajarkanlah kami tata cara berhaji dan berkurban (penyembelihan). Ampunilah dosa-dosa kami, karena ampunan-Mu sangat luas untuk hamba-hamba-Mu. Engkau Maha Pengasih dan Maha Pengampun kepada hamba yang bertaubat kepada-Mu. Mujahid berkata bahwa Ibrahim berkata: “Ya Tuhan kami, ajarkan kepada kami tata cara berhaji.” Kemudian datanglah Jibril, kemudian bersama menuju Baitullah. Jibril berkata: “Tinggikalah pondasi Baitullah.”, kemudian Jibril menunjukkan tempat Jamarat di Mina, misy’aril haram, dan padang Arafah. Jibril memerintahkan untuk melafalkan seruan dalam ibadah haji. Jibril berkata: “Wahai manusia, jawablah seruan Tuhanmu.”, sehingga dijawab: “Kami memenuhi panggilan-Mu ya Allah.” Maka orang yang ketika itu menjawab seruan Ibrahim maka dia berhaji (Tafsir al-Wajiz)
وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ (Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh (islam) kepada Engkau) Yakni jadikanlah kami teguh diatas islam. Atau tambahlah keteguhan kami diatasnya. Dan yang dimaksud dengan islam disini adalah keimanan dan amal shaleh. وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا (dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau) Yakni jadikanlah pula diantara keturunan kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau, dan mereka adalah umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan pendapat lain mengatakan mereka adalah orang arab karena mereka merupakan keturunan nabi Ibrahim dan Ismail. وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا (dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami) Yakni tempat manasik haji dan penyembelihan. Diriwayatkan dari Mujahid berkata: Nabi Ibrahim berkata: Ya Rabb tunjukkanlah manasik kita. Kemudian Jibril mendatanginya di Ka’bah dan berkata: tinggikanlah dasar bangunan baitullah. Maka Ibrahim pun meninggikannya dan menyempurnakan pembangunannya. Kemudian Jibril memegang tangan Nabi Ibrahim dan membawanya ke Mina, dan ketika sampai di Jumratul Aqabah tiba-tiba Iblis berdiri diatas pohon. Maka Jibril berkata: bertakbir dan Lemparlah Iblis itu. Maka Ibrahim pun bertakbir dan melemparnya, maka iblis pergi ke Juratul wustha, kemudian Ibrahim mengulangi apa yang ia lakukan pertama, begitu pula yang ia lakukan di Jumratus stalistah. Kemudian Jibril Kemudian Jibril memegang tangan Nabi Ibrahim dan membawanya ke Al-Masy’ar Al-Haram dan berkata: ini adalah Al-Masy’ar Al-Haram. Kemudian membawanya ke Arafah dan berkata: “kamu telah mengetahui apa yang telah ku tunjukkan padamu” sebanyak tiga kali. Ibrahim menjawab: Ya. Lalu Jibril berkata: maka serukanlah untuk berhaji. Ibrahim menjawab: bagaimana aku menyerukannya? Jibril berkata: Katakanlah, wahai Manusia jawablah panggilan tuhanmu, maka para hamba-Nya menjawab: Labbaika Allahumma Labbaik. Maka yang menjawab seruan Nabi Ibrahim ketika itu adalah orang yang berhaji. (Zubdatut Tafsir)
فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ
Arab-Latin: fīhi āyātum bayyinātum maqāmu ibrāhīm, wa man dakhalahụ kāna āminā, wa lillāhi 'alan-nāsi ḥijjul-baiti manistaṭā'a ilaihi sabīlā, wa mang kafara fa innallāha ganiyyun 'anil-'ālamīn
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Dan pada Baitullah ini terdapat bukti-bukti nyata bahwa ia dibangun oleh tangan Ibrahim dan sesungguhnya Allah telah mengagungkan dan memuliakannya. Di antaranya adalah maqam Ibrahim, yaitu batu yang Ibrahim berdiri di atasnya ketika dia dan putranya, Ismail, meninggikan fondasi-fondasi Baitullah. Siapa saja yang memasuki Baitullah ini, maka dia akan merasa aman terhadap jiwanya, tidak ada seorangpun yang berbuat buruk kepadanya. Dan sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas orang yang mampu dari kalangan manusia di mana pun berada untuk mendatangi Baitullah ini untuk melaksanakan manasik haji. Dan barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka sungguh dia telah kafir. Dan Allah Maha kaya tidak membutuhkannya, haji dan amal perbuatannya dan juga dari seluruh makhlukNya. (Tafsir al-Muyassar)
Di rumah (Kakbah) ini terdapat tanda-tanda yang jelas mengenai kemuliaan dan keutamaannya, seperti manasik dan masyā'ir. Salah satunya ialah batu yang dijadikan tempat berdiri oleh Ibrahim ketika dia hendak meninggikan dinding Kakbah. Contoh lainnya ialah siapa yang memasukinya maka ia akan merasa aman dan tidak akan mengalami gangguan apapun. Dan manusia berkewajiban untuk berkunjung ke Baitullah untuk menunaikan ibadah haji karena Allah, bagi orang yang memiliki kemampuan untuk sampai ke tempat itu. Dan siapa yang mengingkari kewajiban haji, maka sungguh Allah Mahakaya, tidak butuh terhadap orang yang kafir itu dan segenap alam semesta. (Tafsir al-Mukhtashar)
97 Pada Ka’bah terdapat tanda-tanda yang nyata dan jelas yang menunjukkan keadungan dan kemuliaannya. Di antaranya ada maqam Ibrahim: yaitu batu yang menjadi pijakan Ibrahim ketika membangun Ka’bah, serta Hajar Aswad, bukit Shafa dan Marwah, sumur Zam-zam. Barang siapa memasuki Baitullah dengan rasa takut maka dia akan aman. Manusia berhaji di Baitullah. Barang siapa yang mengingkari tanda-tanda yang sangat jelas ini serta mengingkari kewajiban haji maka sesungguhnya Allah Maha Kaya: tidak memerlukan sesuatu apapun dari semesta alam maupun hamba-Nya. Ketaatan hamba-Nya tidak akan memberi manfaat kepada Allah, begitu juga maksiat mereka tidak akan memberi kemahdhorotan kepada Allah, manusialah yang membutuhkan Allah. Ketika ayat “barang siapa menjadikan selain Islam sebagai agama” (Ali Imran:85) turun, maka orang Yahudi berkata: Kami adalah muslim. Kemudian Nabi berkata kepada mereka: Allah telah mewajibkan ibadah Haji kepada orang muslim. Lalu mereka menjawab: Itu tidak diwajibkan untuk kami. Kemudian mereka tidak mengindahkan ibadah haji. Maka Allah menurunkan ayat “Barang siapa ingkar sesungguhnya Allah Maha Tidak Butuh atas seluruh alam.” (Tafsir al-Wajiz)
فِيهِ ءَايٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ (Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata) Yakni diantaranya as-Shafa dan al-Marwah, dan seluruh masya’ir lainnya, dan juga kebinasaan orang-orang kejam yang bermaksud menyerangnya, dan lain sebagainya. Dan diantara tanda-tanda itu adalah maqam Ibrahim. مَّقَامُ إِبْرٰهِيمَ ۖ ((di antaranya) maqam Ibrahim) Yakni batu besar yang dipakai Nabi Ibrahim untuk berdiri diatasnya ketika ia membangun baitulullah. Dan Allah memerintahkan kita untuk menjadikannya tempat untuk sholat. (lihat surat al-Baqarah: 125). وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ (barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia) Dan diantara tanda-tanda itu pula adalah orang yang memasukinya maka ia akan menjadi aman. Yakni barangsiapa yang takut terhadap sesuatu kemudian ia memasuki baltul haram maka ia akan mendapatkan rasa aman. Dan diwajibkan atas manusia agar tidak mengganggu orang meski orang tersebut telah menumpahkan darah atau mengambil harta orang lain sampai ia keluar dari Baitul Haram. Namun apabila ia melakukan kejahatan itu didalam Baitul Haram maka ia boleh dihukum didalamnya, sebagaimana firman Allah: والحرمات قصاص (dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash) Dan hal ini dikarenakan dialah yang pertama menodai kehormatan tanah Haram. وَلِلَّـهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ (mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah) Ini adalah sebagai bentuk penekanan terhadap penegakan hak tanah Haram dan pengagungan kehormatannya. مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ (yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah) Yakni ukuran orang yang diwajibkan untuk berhaji adalah bagi mereka yang mampu utuk melakukan perjalanan itu. Adapun seseorang dikatakan mampu adalah yang memiliki bekal dan nafkah perjalanan untuk berhaji. وَمَن كَفَرَ(Barangsiapa mengingkari) Ibnu Abbas berkata: yakni barangsiapa yang kafir terhadap kewajiban haji dan tidak memandang bahwa haji adalah sebuah kebajikan dan meninggalkannya merupakan sebuah dosa. Dan pendapat lain mengatakan yang dimaksud adalah barangsiapa yang kafir terhadap tanda-tanda yang jelas yang ada dalam ayat yang menyebutkan keutamaan-keutamaan Ka’bah. فَإِنَّ اللهَ غَنِىٌّ عَنِ الْعٰلَمِينَ (maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam) Karena Dia Maha Tinggi dan kekuasaan-Nya Maha Suci, Dia-lah Maha kaya yang mana segala ketaatan hamba-hamba-Nya tidak memberi manfaat sedikitpun untuk-Nya. (Zubdatut Tafsir)
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
Arab-Latin: al-ḥajju asy-hurum ma'lụmāt, fa man faraḍa fīhinnal-ḥajja fa lā rafaṡa wa lā fusụqa wa lā jidāla fil-ḥajj, wa mā taf'alụ min khairiy ya'lam-hullāh, wa tazawwadụ fa inna khairaz-zādit-taqwā wattaqụni yā ulil-albāb
Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.
Waktu pelaksanaan haji itu adalah pada bulan-bulan yang telah dimaklumi, yaitu bulan Syawal, dzulqo'dah, dan 10 hari dari bulan Dzulhijjah. maka barangsiapa telah memantapkan niat Haji atas dirinya pada bulan-bulan tersebut dengan memasuki keadaan ihram, maka diharamkan atas dirinya untuk berjimak dan aktivitas-aktivitas pengantarannya, baik berbentuk perkataan maupun perbuatan. Dan haram atas dirinya keluar dari ketaatan kepada Allah dengan berbuat maksiat-maksiat, dan perdebatan dalam berhaji yang dapat menyeret padat tersulut nya kemarahan dan kebencian. dan apapun kebaikan yang kalian perbuat niscaya Allah mengetahuinya, lalu membalasi tiap-tiap orang yang sesuai dengan amal perbuatannya. Dan bawalah bagi kalian perbekalan dari jenis makanan dan minuman bagi perjalanan ibadah haji, dan perbekalan dari jenis amal Shalih untuk Kampung akhirat. Karena sesungguhnya sebaik-baik perbekalan adalah ketaqwaan kepada Allah. dan takutlah kepadaku Wahai orang-orang yang berakal sehat. (Tafsir al-Muyassar)
Waktu pelaksanaan ibadah haji ialah bulan-bulan yang dimaklumi, mulai dengan bulan Syawal dan berakhir pada sepuluh hari (pertama) di bulan Zulhijah. Siapa yang mewajibkan dirinya melaksanakan ibadah haji pada bulan-bulan tersebut dan melaksanakan ihram haji, maka ia dilarang bersetubuh dan melakukan hal-hal yang merupakan pengantar bersetubuh. Dia juga dilarang keras keluar dari ketaatan kepada Allah dengan melakukan perbuatan maksiat, demi menghormati keagungan waktu dan tempat tersebut. Dan ia juga dilarang melakukan perdebatan yang menjurus kepada kemarahan dan perseteruan. Perbuatan baik apapun yang kalian lakukan pasti diketahui oleh Allah untuk dibalasnya. Laksanakanlah ibadah haji seraya melengkapi diri dengan bekal makanan dan minuman yang kalian butuhkan. Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik bekal dan dapat memperlancar semua urusanmu ialah ketakwaan kepada Allah. Maka takutlah kalian kepada-Ku dengan cara menjalankan perintah-perintah-Ku dan menjauhi larangan-larangan-Ku, wahai orang-orang yang berakal sehat. (Tafsir al-Mukhtashar)
Waktu haji itu bulan-bulannya telah ditentukan, yaitu Syawal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah (10 hari pertama dari bulan tersebut). Barangsiapa berihram sebelum bulan-bulan itu maka dia memulai umrah. Barangsiapa mewajibkan dirinya untuk berhaji di bulan-bulan ini lalu berihram, maka dia tidak boleh melakukan rafats (berjima’ atau mengucapkan perkataan kotor) fusuq (melakukan kemaksiatan atau melewati batas-batas syariat), dan jidal (perdebatan yang mengakibatkan perselisihan dan perkelahian). Dan kebaikan yang kalian lakukan dalam haji seperti memberi makan dan sedekah itu diketahui oleh Allah lalu akan membalasnya. Dan berbekallah makanan dan nafkah untuk berhaji sampai kalian tidak membutuhkan bantuan orang lain, dan berbekallah untuk akhirat dengan amal shalih. Karena sebaik-baik bekal yang bermanfaat yaitu takwa kepada Allah. Dan takutlah kepada Allah, wahai orang-orang yang berakal. (Tafsir al-Wajiz)
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومٰتٌ (haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi) Yakni waktu menunaikan ibadah haji adalah bulan-bulan yang telah diketahui, yaitu Syawwal, Dzul Qa’dah, dan semua hari dalam bulan Dzul Hijjah. Pendapat lain mengatakan, Syawwal, Dzul Qa’dah, dan sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. Dan ayat ini merupakan dalil tidak dibolehkannya berihram haji sebelum bulan-bulan ini, dan barangsiapa yang berihram sebelum ini maka hendaklah ia memulainya dengan umrah. فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ (barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji) Yakni berihram dalam bulan-bulan ini maka ia diharuskan untuk menyelesaikan hajinya. فَلَا رَفَثَ (maka tidak boleh rafats) Yakni berjima’ dan berkata kata rayuan kepada perempuan. وَلَا فُسُوقَ (berbuat fasik) Yakni keluar dari Batasan-batasan syari’at, baik itu dengan melakukan hal yang haram saat berihram seperti mencukur rambut atau saat diluar ihram seperti berzina dan melakukan kezaliman. Dan pendapat lain mengatakan, yang dimaksud adalah caci maki. وَلَا جِدَالَ (dan berbantah-bantahan) Yakni berdebat dan berselisih. وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّـهُ ۗ (Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya) Allah menganjurkan apa-apa yang baik Setelah menyebutkan apa-apa saja yang butuk, dan menganjutkan ketaatan setelah menyebutkan bentuk-bentuk kemaksiatan. وَتَزَوَّدُوا۟ (Berbekallah) Orang-orang Arab dahulu berkata: bagaimana Tuhan kami tidak memberi makan kami sedangkan kita melaksanakan ibadah haji, maka mereka pun pergi berhaji tanpa membawa bekal. Mereka juga berkata: kami adalah orang-orang yang bertawakkal kepada Allah. Maka Allah melarang perbuatan tersebut; karena memang sesungguhnya kemanapun mereka pergi tidak akan makan kecuali dari rezeki yang Allah berikan. فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ (dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa) Yakni sebaik-baik bekal ke kampung akhirat adalah ketakwaan, dan sebaik-baik bekal untuk di dunia adalah apa saja yang dapat membantu untuk menjalankan ketakwaan. (Zubdatut Tafsir)
فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَٰسِكَكُمْ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَذِكْرِكُمْ ءَابَآءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى ٱلدُّنْيَا وَمَا لَهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ مِنْ خَلَٰقٍ
Arab-Latin: fa iżā qaḍaitum manasikakum fażkurullāha każikrikum ābā`akum au asyadda żikrā, fa minan-nāsi may yaqụlu rabbanā ātinā fid-dun-yā wa mā lahụ fil-ākhirati min khalāq
Artinya: Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.
Maka apabila kalian telah menyempurnakan ibadah kalian dan kalian telah menyelesaikan seluruh manasik haji kalian, maka perbanyaklah mengingat Allah dan memujinya, sebagaimana kalian menyebut-nyebut kebanggaan bapak-bapak kalian dahulu, bahkan dengan cara yang lebih agung daripadanya. Maka diantara manusia ada golongan yang menyekutukan Allah' menjadikan tujuan utamanya adalah dunia saja. maka dia berdoa sembari berkata," wahai tuhan kami, berikanlah kepada kami di dunia ini kesehatan, harta, dan anak-anak keturunan." Dan mereka tidak ada bagian dan nasib baik bagi mereka di akhirat kelak, lantaran antusiasme mereka pada dunia saja dan fokus hasrat mereka yang terbatas pada dunia semata. (Tafsir al-Muyassar)
Apabila kalian telah menyelesaikan rangkaian kegiatan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah dan perbanyaklah mengucapkan pujian kepada-Nya, sebagaimana kalian membanggakan dan memuji leluhur kalian, atau lebih dari itu. Karena setiap nikmat yang kalian rasakan itu sejatinya berasal dari Allah. Tetapi manusia berbeda-beda; ada orang yang kafir dan musyrik yang hanya percaya terhadap kehidupan dunia saja, sehingga dia tidak meminta dari tuhannya selain kenikmatan dan perhiasan dunia saja, seperti kesehatan, kekayaan dan keturunan. Dan orang semacam itu tidak akan mendapatkan kenikmatan yang Allah janjikan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin di akhirat kelak, karena orang kafir dan musyrik itu hanya menginginkan (kebahagiaan hidup di) dunia dan tidak menginginkan (kebahagiaan hidup di) akhirat. (Tafsir al-Mukhtashar)
Jika kalian sudah menyelesaikan ibadah haji pada hari kurban, yaitu lempar jumrah, berkurban, tahalul, dan thawaf ifadah, maka berdzikirlah kepada Allah dengan bertahmid, tahlil, dan takbir sebagai kebanggaan atas amal kalian yang telah lalu, bahkan berdzikir dan memohon lebih banyak. Di antara manusia ada yang meminta rejeki, kedudukan dan pertolongan di dunia, sehingga tidak ada bagian yang tersisa baginya di akhirat (Tafsir al-Wajiz)
فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنٰسِكَكُم (Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu) Yakni apabila telah menyelesaikan amalan-amalan ibadah haji pada hari penyembelihan berupa lempar jumrah, menyembelih kurban, mencukur rambut, dan thawaf ifadhah. فَاذْكُرُوا۟ اللَّـهَ كَذِكْرِكُمْ ءَابَآءَكُمْ (maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu) Dahulu orang-orang Arab apabila telah selesai melaksanakan haji, mereka berdiri di tempat melempar jumrah kemudian menyebut-nyebut kehebatan nenek moyang mereka, dan sejarah pendahulu mereka. Maka Allah memerintahkan untuk berdzikir kepada-Nya sebagai ganti perbuatan tersebut. أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا ۗ (atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu) Yakni dengan dzikir yang lebih banyak dan baik مِنْ خَلٰقٍ (bahagian (yang menyenangkan) ) Yakni orang yang berdo’a ini tidak memiliki sesuatu yang ia pinta untuk kehidupan akhiratnya karena keinginannya hanya sebatas untuk kehidupan dunia bukan yang lain. Dan dalam ayat ini terdapat larangan untuk sebatas meminta hal keduniaan, dan terdapat cacian terhadap orang yang menjadikan dunia keinginan tertingginya dan tujuan terbesarnya pada do’a yang ia panjatkan di kondisi yang begitu agung (setelah melaksanakan haji). (Zubdatut Tafsir)
۞ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ فِىٓ أَيَّامٍ مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن تَعَجَّلَ فِى يَوْمَيْنِ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَن تَأَخَّرَ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ لِمَنِ ٱتَّقَىٰ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Arab-Latin: ważkurullāha fī ayyāmim ma'dụdāt, fa man ta'ajjala fī yaumaini fa lā iṡma 'alaīh, wa man ta`akhkhara fa lā iṡma 'alaihi limanittaqā, wattaqullāha wa'lamū annakum ilaihi tuḥsyarụn
Artinya: Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.
Dan berdzikirlah keapada Allah dengan bertasbih dan bertakbir pada beberapa hari yang tidak lama, yaitu hari-hari Tasyrik: 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Maka barangsiapa ingin bersegera berangkat dan keluar dari Mina sebelum matahari terbenam pada tanggal 12 Dzulhijjah sesudah melontar jumroh, maka tidak ada dosa atas dirinya. dan barangsiapa hendak mengakhirkannya dengan bermalam lagi di mina sampai melempar jumroh pada tanggal 13 Dzulhijjah, maka tidak ada dosa atas dirinya, bagi orang-orang yang bertakwa dalam ibadah hajinya. dan menangguhkan keberangkatan itu adalah lebih utama, karena merupakan bentuk penambahan bekal dalam ibadah dan mengikuti perbuatan Nabi. Dan takutlah kepada Allah -wahai orang-orang Islam-, rasakanlah pengawasannya dalam seluruh perbuatan kalian, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian kepada Nya saja akan dikumpulkan setelah kematian kalian untuk menghadapi perhitungan amal dan pembalasannya. (Tafsir al-Muyassar)
Dan berzikirlah kepada Allah pada hari-hari yang ditentukan, yaitu pada tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah. Siapa yang terburu-buru dan keluar dari Mina setelah melontar jumrah pada tanggal 12, dia boleh melakukannya dan tidak berdosa, karena Allah telah memberikan keringanan baginya. Dan barangsiapa menunda sampai tanggal 13 agar bisa melontar jumrah pada hari itu, dia pun boleh melakukannya dan tidak berdosa. Dan dia telah melakukan yang paling sempurna dan mengikuti amalan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Semua itu bagi orang yang bertakwa kepada Allah di dalam hajinya, sehingga dia melaksanakannya sesuai dengan perintah Allah. Dan bertakwalah kalian kepada Allah dengan cara menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan yakinlah bahwa hanya kepada-Nya lah kalian akan kembali. Lalu Dia akan memberi kalian balasan yang setimpal dengan amal perbuatan kalian. (Tafsir al-Mukhtashar)
Wahai orang-orang muslim yang berhaji maupun yang tidak, berdzikirlah kepada Allah pada hari-hari ketika di Mina dan hari ketika melempar jumrah. Yaitu 3 hari tasyrik setelah hari raya dengan bertakbir setelah melakukan shalat. Dan waktu melakukan hal tersebut bagi orang yang tidak berhaji adalah dari pagi hari Arafah sampai waktu ashar di akhir hari untuk berkurban, Barangsiapa tergesa-gesa untuk tidak di Mina pada hari kedua setelah melempar Jumrah, maka dia tidak dosa, dan barangsiapa mengakhirkan ampai hari ketiga, maka tiada dosa pula baginya.Pembolehan hal tersebut bagi orang yang bertakwa kepada Allah dalam ibadah hajinya. Perhatikanlah seluruh urusan kalian, dan ketahuilah bahwa kalian akan dikumpulkan kepada Allah pada hari kiamat, lalu Dia akan membalas kalian atas amal perbuatan kalian (Tafsir al-Wajiz)
فِىٓ أَيَّامٍ مَّعْدُودٰتٍ ۚ (dalam beberapa hari yang berbilang) Yakni hari-hari ketika di Mina yang merupakan hari untuk melempar jumrah. Hari ini adalah hari yang bertepatan dengan hari tasyriq tanpa ada perbedaan pendapat. Adapun dzikir yang diperintahkan berupa melempar jumrah dan bertakbir di Mina bagi para jamaah haji, dan berupa takbir yang dilantunkan oleh seluruh umat islam di setiap penjuru negeri setelah sholat dan waktu lainnya pada hari-hari tersebut, dimulai dari pagi hari ketika para jamaah haji di Arafah sampai sholat Ashar dihari terakhir penyembelihan. فَمَن تَعَجَّلَ (Barangsiapa yang ingin cepat berangkat) Yakni yang melempar jumrah di hari kedua dari hari-hari yang berbilang tersebut kemudian meninggalkan Mina maka tidak berdosa baginya. Begitu pula siapa yang terlambat sampai hari ketiga, maka tidak berdosa. لِمَنِ اتَّقَىٰ ۗ (bagi orang yang bertakwa) Yakni penghapusan dosa atas mereka adalah bagi yang bertakwa kepada Allah. Dan pendapat lain mengatakan, yakni bagi yang bertakwa setelah menyelesaikan ibadah haji dengan tidak melakukan kemaksiatan apapun. (Zubdatut Tafsir)
وَأَتِمُّوا۟ ٱلْحَجَّ وَٱلْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا۟ رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ ٱلْهَدْىُ مَحِلَّهُۥ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِۦٓ أَذًى مِّن رَّأْسِهِۦ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَآ أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلْعُمْرَةِ إِلَى ٱلْحَجِّ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۚ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٍ فِى ٱلْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُۥ حَاضِرِى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
Arab-Latin: wa atimmul-ḥajja wal-'umrata lillāh, fa in uḥṣirtum fa mastaisara minal-hady, wa lā taḥliqụ ru`ụsakum ḥattā yablugal-hadyu maḥillah, fa mang kāna mingkum marīḍan au bihī ażam mir ra`sihī fa fidyatum min ṣiyāmin au ṣadaqatin au nusuk, fa iżā amintum, fa man tamatta'a bil-'umrati ilal-ḥajji fa mastaisara minal-hady, fa mal lam yajid fa ṣiyāmu ṡalāṡati ayyāmin fil-ḥajji wa sab'atin iżā raja'tum, tilka 'asyaratung kāmilah, żālika limal lam yakun ahluhụ ḥāḍiril-masjidil-ḥarām, wattaqullāha wa'lamū annallāha syadīdul-'iqāb
Artinya: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
Dan laksanakanlah ibadah haji dan umrah dengan sempurna, murni karena mengharap wajah Allah. Apabila ada sesuatu penghambat yang menghalangi kalian untuk menyempurnakannya, setelah masuk keadaan ihram dengan keduanya, seperti adanya musuh dan menjadi sakit, maka kewajiban kalian adalah menyembelih sembelihan yang mudah kalian dapatkan seperti unta, sapi, atau kambing, guna mendekatkan diri kepada Allah. Supaya kalian dapat keluar dari kondisi ihram kalian dengan menggunduli rambut kepala atau memendekannya saja. Dan janganlah kalian menggunduli rambut kepala kalian ketika kalian mengalami hambatan ( untuk meneruskan manasik nya ) hingga orang-orang yang mengalami hambatan itu menyembelih hewan hadyu nya di tempat dia terhalang halangi oleh faktor itu. Kemudian dian menjadi dalam keadaan halal kembali dari ihromnya, sebagaimana nabi menyembelih unta nya di hudaybiyah, dengan menggundul rambut kepalanya. sedang orang yang tidak mengalami hambatan di jalan, dia tidak menyembelih hewan hadyunya, kecuali di wilayah tanah haram( kota suci) yang menjadi tempat halalnya pada hari raya, tanggal 10 dan hari-hari tasyrik setelahnya. Maka barangsiapa dari kalian mengalami sakit atau pada dirinya terdapat gangguan pada kepalanya yang membuatnya perlu menggunduli kepalanya, sedang dia dalam keadaan ihram, maka Ia boleh menggundulnya, dan wajib bayar fidyah, dengan cara berpuasa 3 hari, atau bersedekah kepada 6 orang miskin, untuk masing-masing orang miskin setengah sha dari makanan, atau menyembelih satu kambing untuk dibagikan kepada kaum fakir miskin di tanah haram. Dan apabila kalian berada dalam kondisi sehat wal afiat dan aman tentram, maka barangsiapa hendak mengerjakan nusuk tamattu dengan umroh dahulu sebelum ibadah haji ( pada bulan-bulan haji ) , yaitu dengan diperbolehkannya perkara-perkara yang terlarang bagi dirinya karena memasuki kondisi ihrom pasca umrohnya selesai, maka menjadi kewajibannya untuk menyembelih hewan hadyu. barang siapa tidak mendapatkan hewan hadyu yang disembelihnya, maka dia wajib berpuasa 3 hari di bulan bulan haji dan 7 hari ketika kalian selesai dari sebuah manasik haji dan kalian telah kembali kepada keluarga kalian. Itu adalah 10 hari yang sempurna yang harus dilalui dengan berpuasa. ewan hadyu dan yang menjadi konsekuensi dari tidak didapatkannya hewan hadyu berupa puasa adalah berlaku bagi orang-orang yang keluarganya tidak termasuk penduduk yang tinggal di daerah Masjidil Haram, dan takutlah kepada Allah perhatikanlah selalu menjaga pelaksanaan perintah perintah Nya dan menjauhi larangan-larangan Nya, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah itu Maha pedih siksaan Nya bagi orang yang melanggar perintah Nya dan melakukan perkara yang dilarang Nya. (Tafsir al-Muyassar)
Laksanakanlah haji dan umrah secara sempurna seraya memohon wajah Allah. Apabila kalian tidak kuasa menyempurnakannya karena sakit atau dicegah musuh, maka kalian harus menyembelih binatang hadyu yang bisa kalian dapatkan, baik berupa unta, sapi maupun kambing, agar kalian bisa bertahallul (melepaskan diri) dari ihram. Dan janganlah kalian mencukur atau memendekkan rambut sebelum binatang hadyu itu sampai ke tempat yang dihalalkan untuk menyembelihnya. Apabila seseorang dicegah masuk ke tanah haram, maka dia dapat menyembelihnya di tempat dia dicegah. Dan apabila dia dapat masuk ke tanah haram, dia harus menyembelihnya di tanah haram pada hari nahr (Idul Adha) dan hari-hari tasyrik. Siapa di antara kalian sakit atau terdapat gangguan di rambut kepalanya, seperti kutu rambut dan sejenisnya, lalu dia terpaksa mencukur rambutnya, maka tidak ada dosa baginya, tetapi dia wajib membayar fidyah karena tindakan itu, yaitu berupa puasa tiga hari, atau memberi makan enam orang miskin di tanah haram, atau menyembelih seekor kambing dan dibagikan kepada orang-orang miskin yang ada di tanah haram. Apabila kalian tidak dalam kondisi takut, maka siapa yang mengerjakan haji tamatuk, yaitu melaksanakan ibadah umrah di bulan-bulan haji dan menikmati hal-hal yang sebelumnya diharamkan waktu berihram sampai dia memakai ihram kembali untuk melaksanakan ibadah haji pada tahun itu juga, maka hendaklah dia menyembelih binatang hadyu yang bisa dia dapatkan, baik berupa seekor kambing, sepertujuh ekor unta atau sapi. Jika tidak mampu menyembelih binatang hadyu, maka sebagai gantinya dia harus berpuasa selama tiga hari di hari-hari haji, dan tujuh hari setelah pulang ke rumahnya, sehingga jumlahnya genap sepuluh hari. Melaksanakan haji tamatuk dengan kewajiban menyembelih hadyu atau puasa bagi yang tidak mampu hanya berlaku bagi selain penduduk tanah haram dan orang-orang yang tinggal di dekat tanah haram; karena mereka tidak memerlukan tamattuk. Keberadaan mereka di tanah haram membuat mereka cukup melaksanakan tawaf saja sebagai ganti melaksanakan tamatuk. Takutlah kamu kepada Allah dengan cara mengikuti ketentuan syariat-Nya dan menghormati batas-batasnya. Dan ketahuilah bahwa Allah itu Mahakeras hukumannya bagi orang yang melanggar perintah-Nya. (Tafsir al-Mukhtashar)
Tunaikanlah haji dan umrah, dan sempurnakanlah rukun-rukunnya. Jika kalian tidak bisa memasuki Mekah karena sakit, ada musuh atau hal lainnya, maka berkurbanlah dengan yang mudah, berupa hadyun untuk ihram, yaitu kurban yang bisa membimbing menuju Baitul haram berupa unta, sapi, dan kambing yang sebaiknya disembelih di Mekah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dan janganlah kalian cukur rambut kalian untuk bertahalul sampai hadyun tersebut disembelih di tempat yang disyariatkan, supaya hadyun itu sampai di tempat pengorbanannya dengan niat untuk ihram. Barangsiapa sakit atau ada gangguan di kepalanya yang membuatnya bercukur, maka dia harus membayar fidyah, dia diberi pilihan untuk memberi makan 6 orang miskin, menyumbang domba betina, atau puasa selama 6 hari. Dan jika kalian sudah tidak mengalami kekhawatiran atau sudah sembuh. Maka wajib bagi orang yang mendahulukan umrah (yaitu bahwa dia tidak bisa berumrah di bulan haji, lalu berihlal di Mekah karena tidak diperbolehkan untuk berhaji) dan menunggu dari miqat haji karena baru saja tidak bisa berhaji itu hadyun yang disembelih sebagai suatu kewajiban karena mengurangi kesempurnaan haji dan mengambil manfaat dari sesuatu yang diperbolehkan pada keadaan di luar ihram. Dan barangsiapa keberatan untuk menyembelih hadyun karena tidak memiliki apapun dan tidak mampu untuk membelinya (tidak punya harta atau hewan) maka dia harus berpuasa selama 3 hari sebelum wukuf di Arafah pada bulan haji sebagai permulaan ihram sampai waktunya berkurban, dan berpuasa selama 7 hari ketika kembali ke negaranya, sehingga jumlahnya menjadi 10 hari. Ketentuan itu berupa pemberian hadyun atau puasa bagi orang yang melakukan haji tamattu’ itu diperuntukkan untuk orang selain penduduk tanah haram yang tinggal di Mekah, karena jaraknya jauh. Dan ketahuilah bahwa Allah menghukum setiap orang yang tidak mau menghormatiNya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Hatim bahwa ayat ini turun untuk orang yang merusak ibadah umrahnya dengan memakai parfum dan pakaian. Lalu nabi berkata kepadanya: “ Lepaskanlah pakaianmu, lalu mandi dan bersihkan hidungmu semampumu. Apa yang mampu kamu kerjakan dalam ibadah hajimu, maka tunaikanlah juga untuk umrahmu (Tafsir al-Wajiz)
وَأَتِمُّوا۟ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّـهِ ۚ (Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah) Yakni barang siapa yang memulai salah satu ibadah ini maka wajib baginya untuk menyelesaikan dan menyempurnakannya. Dan pendapat lain mengatakan, penyempurnaan haji dan umrah adalah dengan menjalankannya satu persatu dan tidak melakukannya dengan cara haji tamattu’ dan qiran. فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ (Jika kamu terkepung) Yakni yang menjadi terhalang untuk menyempurnakan ibadah haji atau umrahnya akibat penyakit, musuh, atau lainnya. فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْىِ ۖ (maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat) Yakni maka sembelihlah yang kalian mampu dari hewan ternak kemudian kembali menjadi halal (bukan berihram). Dan makna (الهدي) adalah apa yang dihadiahkan kepada Baitullah berupa unta, sapi, atau kambing yang disembelih di Makkah sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah. Hasan al-Bashri berkata: al-Had’yu yang paling utama adalah dengan unta, dan yang pertengahan dengan sapi dan yang paling rendah adalah dengan kambing. وَلَا تَحْلِقُوا۟ رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْىُ مَحِلَّهُۥ (dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya) Ayat ini dimaksudkan bagi orang yang berihram tidak dibolehkan mencukur rambutnya sampai menyembelih al-Hadyu kalau dia memilikinya. فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِۦٓ أَذًى مِّن رَّأْسِهِۦ (Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya) Yakni berupa kutu rambut atau penyakit, apabila ia mau makai a boleh mencukur rambutnya akan tetapi harus membayar fidyah berupa memberi makan enam orang miskin atau menyembelih hadyu atau berpuasa tiga hari. فَإِذَآ أَمِنتُمْ (Apabila kamu telah (merasa) aman) Yakni apabila kalian berapa dalam keadaan aman dan tidak ada yang menghalangi untuk menyempurnakan haji atau umrahnya. فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ (maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji) Yang dimaksud dengan Tamattu’ adalah dengan berihram umrah pada bulan-bulan haji kemudian bermukim di Makkah dalam keadaan halal (tidak berihram) sampai kemudian nanti kembali berihram dengan ihram haji dan dengan ini bagi mereka dibolehkan apa yang dilarang bagi orang yang berihram. فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْىِ ۚ (maka wajiblah atasnya berfid-yah) Yakni harus menyembelih hadyu yang ia mampu sebagai penyempurna kekurangan karena Tamattu’. فَمَن لَّمْ يَجِدْ (Tetapi jika ia tidak menemukan) Yakni yang tidak mendapatkan hadyu karena tidak mempunyai harta atau karena tidak ada hewan yang disembelih makai a harus berpuasa tiga hari dalam hajinya yang dimulai saat ia berihram sampai hari an-Nahr (penyembelihan), dan boleh pula berpuasa pada hari-hari tasyriq. وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ (dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali) Yakni apabila kalian keluar dari Makkah dan kembali menuju negeri-negeri kalian. تِلْكَ عَشَرَةٌ (Itulah sepuluh (hari) ) Kalimat ini digunakan agar tidak ada yang beranggapan bahwa puasa ini merupakan pilihan antara tiga hari ketika berhaji atau tujuh hari ketika telah kembali ke negerinya. كَامِلَةٌ ۗ (yang sempurna) Yakni tidak kurang dari jumlah yang ditentukan. ذٰلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُۥ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ (Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram) Yakni merupakan penduduk Makkah dan penjurunya (penduduk tanah haram) (Zubdatut Tafsir)
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Demikianlah pelbagai penafsiran dari para ahli ilmu terhadap kandungan dan arti ayat tentang haji (arab, latin, artinya), semoga memberi kebaikan untuk kita bersama. Dukung kemajuan kami dengan memberikan tautan menuju halaman ini atau menuju halaman depan TafsirWeb.com.