Surat Al-Baqarah Ayat 128
رَبَّنَا وَٱجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ
Arab-Latin: Rabbanā waj'alnā muslimaini laka wa min żurriyyatinā ummatam muslimatal laka wa arinā manāsikanā wa tub 'alainā, innaka antat-tawwābur-raḥīm
Artinya: Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
« Al-Baqarah 127 ✵ Al-Baqarah 129 »
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Hikmah Menarik Mengenai Surat Al-Baqarah Ayat 128
Paragraf di atas merupakan Surat Al-Baqarah Ayat 128 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada beragam hikmah menarik dari ayat ini. Terdokumentasi beragam penafsiran dari para mufassirun terkait kandungan surat Al-Baqarah ayat 128, di antaranya seperti termaktub:
📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Wahai tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang teguh di atas Islam, lagi tunduk patuh terhadap hukum-hukum Mu, dan jadikanlah dari keturunan kami umat yang tunduk kepada Mu dengan keimanan, dan ajarkanlah dengan jelas kepada kami rambu-rambu tata cara ibadah kami kepada Mu, dan hapuskanlah dosa-dosa kami. Sesungguhnya Engkau banyak menerima taubat dari hamba-hamba Mu dan memberi rahmat bagi mereka.
📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram
128. Ya Rabb kami, jadikanlah kami orang-orang yang menerima perintah-Mu dan tunduk kepada-Mu, tidak menyekutukan-Mu dengan sesuatu. Jadikanlah keturunan kami sebagai umat yang pasrah kepada-Mu. Tunjukkanlah kepada kami tata cara beribadah kepada-Mu. Ampunilah keburukan dan kecerobohan kami dalam menjalankan ketaatan kepada-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Menerima taubat hamba-hamba-Mu yang bertaubat dan Maha Penyayang terhadap mereka.
📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
128. وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ (Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh (islam) kepada Engkau)
Yakni jadikanlah kami teguh diatas islam. Atau tambahlah keteguhan kami diatasnya. Dan yang dimaksud dengan islam disini adalah keimanan dan amal shaleh.
وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا (dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau)
Yakni jadikanlah pula diantara keturunan kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau, dan mereka adalah umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan pendapat lain mengatakan mereka adalah orang arab karena mereka merupakan keturunan nabi Ibrahim dan Ismail.
وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا (dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami)
Yakni tempat manasik haji dan penyembelihan. Diriwayatkan dari Mujahid berkata: Nabi Ibrahim berkata: Ya Rabb tunjukkanlah manasik kita. Kemudian Jibril mendatanginya di Ka’bah dan berkata: tinggikanlah dasar bangunan baitullah. Maka Ibrahim pun meninggikannya dan menyempurnakan pembangunannya. Kemudian Jibril memegang tangan Nabi Ibrahim dan membawanya ke Mina, dan ketika sampai di Jumratul Aqabah tiba-tiba Iblis berdiri diatas pohon. Maka Jibril berkata: bertakbir dan Lemparlah Iblis itu. Maka Ibrahim pun bertakbir dan melemparnya, maka iblis pergi ke Juratul wustha, kemudian Ibrahim mengulangi apa yang ia lakukan pertama, begitu pula yang ia lakukan di Jumratus stalistah. Kemudian Jibril Kemudian Jibril memegang tangan Nabi Ibrahim dan membawanya ke Al-Masy’ar Al-Haram dan berkata: ini adalah Al-Masy’ar Al-Haram. Kemudian membawanya ke Arafah dan berkata: “kamu telah mengetahui apa yang telah ku tunjukkan padamu” sebanyak tiga kali. Ibrahim menjawab: Ya. Lalu Jibril berkata: maka serukanlah untuk berhaji. Ibrahim menjawab: bagaimana aku menyerukannya? Jibril berkata: Katakanlah, wahai Manusia jawablah panggilan tuhanmu, maka para hamba-Nya menjawab: Labbaika Allahumma Labbaik. Maka yang menjawab seruan Nabi Ibrahim ketika itu adalah orang yang berhaji.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia
Kedua nabi Allah yang mulia ini telah menuangkan waktunya untuk mendirikan rumah-Nya di muka bumi dan keduanya memohon kepada tuhannya ampunan! alangkah indahnya adab mereka kepada Allah!
📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
“Ya Tuhan kami, jadikan kami orang yang berpegang teguh kepada Islam. Jadikan kami hamba yang berserah diri untuk taat kepada-Mu. Juga jadikan anak turun kami kumpulan hamba yang berserah diri untuk taat kepada-Mu. Ajarkanlah kami tata cara berhaji dan berkurban (penyembelihan). Ampunilah dosa-dosa kami, karena ampunan-Mu sangat luas untuk hamba-hamba-Mu. Engkau Maha Pengasih dan Maha Pengampun kepada hamba yang bertaubat kepada-Mu. Mujahid berkata bahwa Ibrahim berkata: “Ya Tuhan kami, ajarkan kepada kami tata cara berhaji.” Kemudian datanglah Jibril, kemudian bersama menuju Baitullah. Jibril berkata: “Tinggikalah pondasi Baitullah.”, kemudian Jibril menunjukkan tempat Jamarat di Mina, misy’aril haram, dan padang Arafah. Jibril memerintahkan untuk melafalkan seruan dalam ibadah haji. Jibril berkata: “Wahai manusia, jawablah seruan Tuhanmu.”, sehingga dijawab: “Kami memenuhi panggilan-Mu ya Allah.” Maka orang yang ketika itu menjawab seruan Ibrahim maka dia berhaji
📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang berserah diri kepadaMu} dua orang yang patuh kepada perintahMu dan tunduk kepadaMu {juga dari keturunan kami sebagai umat yang berserah diri} yang patuh dan tunduk {kepadaMu, tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan manasik} dan ajarilah kami syariat-syariat agama kami {dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
128. Mereka berdua memohon bagi diri mereka dan keturunan mereka agar berpegang teguh kepada Islam yang pada hakikatnya adalah ketundukan hati dan kepatuhannya kepada Rabbnya yang meliputi ketundukan anggota tubuh.
“dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat kami, ” maksudnya ajarilah kami hal-hal itu dalam bentuk pertunjukkan dan demonstrasi agar lebih mantap. Kemungkinan juga maksud dari manasik di sini adalah seluruh kegiatan yang dilakukan pada saat ibadah haji sebagaimana yang diisyaratkan oleh konteks ayat. Kemungkinan juga maksudnya adalah suatu hal yang lebih umum dari itu semua, yaitu agama secara keseluruhan dan ibadah secara keseluruhan, sebagaimana yang diisyaratkan oleh keumuman lafazh ayat, karena kata ‘annusuku’ berarti peribadahan. Akan tetapi kata ini lebih cenderung dan lebih sering dipakai pada kegiatan-kegiatan ibadah saat haji. Maka hasil dari doa mereka berdua adalah taufik kepada ilmu dan amal shalih. Karena apapun kondisinya seorang hamba itu mesti terpengaruh sehinggah berbuat sesuatu kekurangan dan perlu untuk bertaubat, maka mereka berdua berkata "dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau penerima taubat dan maha penyayang".
📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah
Ayat 125-128
Ibnu Abbas berkata mengenai firman Allah SWT : (Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia) Mereka datang kepadanya, kemudian mereka kembali.
Abu Al-‘Aliyah berkata mengenai firman Allah SWT: (Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman) yaitu, aman dari musuh, dan senjata tidak boleh dibawa di dalamnya. Di zaman jahiliyah, orang-orang menculik orang lain yang ada di sekitar mereka, sedangkan mereka sendiri aman dan tidak disakiti.
Diriwayatkan dari Mujahid,’ Atha', As-Suddi, Qatadah, dan Ar-Rabi’ bin Anas, mereka berkata: “Barangsiapa yang masuk ke dalamnya, maka dia akan aman.”
Maksud dari penafsiran para imam mengenai ayat ini yaitu bahwa Allah SWT mengingatkan tentang kemuliaan Baitullah, membuatnya memiliki sifat-sifat yang dijelaskan secara syar’i dan qadriy, dengan keberadaannya sebagai tempat berkumpul manusia, maknanya yaitu Dia menjadikannya sebagai tempat di mana jiwa-jiwa merindukannya, dan tidak akan pernah ada yang memadamkan keinginan jiwa-jiwa itu untuk mengunjunginya, dan meskipun seseorang datang kepadanya setiap tahun, sebagai bentuk pengkabulan doa dari Allah untuk nabi Ibrahim AS, dalam firmanNya (maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka) sampai (ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.) [Surah Ibrahim: 37-40]. Allah SWT juga menggambarkannya sebagai tempat yang aman, sehingga siapa pun yang memasukinya, akan merasa aman, bahkan jika dia telah melakukan dosa sekalipun, dia tetap merasa aman.
Dalam ayat yang mulia ini juga ditekankan tentang kedudukan nabi Ibrahim sehubungan dengan perintah untuk mendirikan shalat di tempat tersebut. Allah berfirman: (Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat) Para mufasir berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud “maqam” di sini?'
Ibnu Abbas berkata terkait firmanNya (Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat) maksud dair “Maqam Ibrahim”adalah seluruh wilayah Haram. Diriwayatkan juga pendapat yang serupa dari Mujahid dan ‘Atha'.
Umar bin Khattab RA berkata: “Ada tiga perkara yang saya sepakati dengan Tuhan saya atau Tuhan saya telah menyepakatinya saya pada tiga perkara. Saya berkata, “Wahai Rasulullah, jika aku menjadikan “Maqam Ibrahim” sebagai tempat shalat?' Lalu turunlah ayat: (Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat) Lalu saya berkata, “Wahai Rasulullah, baik orang shalih maupun orang yang berdosa datang kepadamu. Apakah saya harus memerintahkan istri-istri orang mukmin untuk berhijab? Lalu turunlah ayat tentang hijab. dia berkata: “Telah sampai padaku keluhan dari Nabi SAW tentang beberapa istri beliau. Maka saya mendatangi mereka dan berkata, “Jika kalian berhenti atau agar Allah menggantikan RasulNya dengan istri yang lebih baik dari kalian.” Hingga saya mendatangi salah satu istri beliau, dan dia berkata, “Wahai Umar, Apakah di dalam Rasulullah tidak ada nasehat untuk istri-istrinya, sehingga kamu yang harus menasehati mereka?” Lalu Allah menurunkan ayat: (Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu) [Surah At-Tahrim: 5].
Ini adalah potongan dari hadits panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya, dari hadis Hatim bin Isma'il.
Bukhari meriwayatkannya dengan sanadnya dari Amr bin Dinar, dia berkata, “Aku mendengar Ibn Umar berkata: “Rasulullah SAW datang dan melakukan thawaf di sekeliling Ka'bah sebanyak tujuh kali, kemudian beliau shalat di belakang “Maqam Ibrahim” dua rakaat.
Semua ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “Maqam” di sini adalah batu tempat nabi Ibrahim AS berdiri untuk membangun Ka'bah. Ketika dindingnya mencapai ketinggian tertentu, nabi Isma'il AS membawakan batu tersebut agar nabi Ibrahim AS berdiri di atasnya untuk membangun bagian atasnya dan menempatkan batu-batu dengan tangannya untuk mendirikan dinding. Setiap kali dia selesai di satu sisi, dia beralih ke sisi lain, berputar di sekeliling Ka'bah. Dia berhenti di atas batu ini setiap kali selesai memindahkan batu, dan kemudian dia pindah ke sisi berikutnya. Ini dilakukan sampai selesai membangun seluruh dinding Ka'bah, sebagaimana penjelasannya akan ada dalam cerita tentang nabi Ibrahim AS dan nabi Isma'il AS dalam membangun Baitullah"
menurut riwayat Ibnu Abbas dalam kitab Shahih Bukhari. Jejak kaki mereka terlihat pada bangunan itu, dan hal ini tetap menjadi pengetahuan yang diketahui bangsa Arab pada masa jahiliyah. Oleh karena itu, Abu Thalib mengungkapkan dalam syair terkenalnya:
"Jejak kaki Ibrahim di batu lembap, Dia berjalan dengan telanjang kaki, tanpa alas."
Orang-orang muslim juga menyadari hal ini, sebagaimana yang disebutkan oleh Abdullah bin Wahb: “Yunus bin Yazid memberitahuku dari Ibnu Shihab bahwa Anas bin Malik mengatakan,"Saya melihat “Maqam Ibrahim” terdapat bekas-bekas jari dan ujung-ujung jari kaki nabi Ibrahim AS. Namun orang-orang telah menghapusnya dengan tangan mereka."
Saya mengatakan: “Tempat tersebut dulu melekat pada dinding Ka'bah, dan lokasinya sekarang diketahui ada di samping pintu, di sebelah kanan bagian dalam dari pintu, pada tempat yang ada di sana. Setelah nabi Ibrahim AS selesai membangun Baitullah, dia meletakkannya pada dinding Ka'bah atau mungkin saat ia menyelesaikan pembangunannya, dia meninggalkannya di sana. Oleh karena itu (hanya Allah yang lebih mengetahui) perintah shalat di tempat tersebut setelah menyelesaikan thawaf, dan yang sesuai yaitu berada di sisi “Maqam Ibrahim”di mana dia menyelesaikan pembangunan Ka'bah. Adapun perpindahannya dari dinding Ka'bah ke tempat sekarang ini dilakukan oleh Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA. Dia adalah salah satu dari para imam dan Khulafaur Rasyidin, yang harus diikuti, dia juga merupakan salah satu dari dua orang yang disebutkan oleh Rasulullah SAW: “Ikutilah orang-orang yang datang setelahku, yaitu Abu Bakar dan Umar."
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata: (Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim) maknaya yaitu Kami telah memerintahkannya. Begitulah yang dikatakan, dan tampaknya bahwa huruf ini digabungkan dengan “ila”, karena mengandung makna “Kami yang telah menyampaikan dan Kami telah mewahyukan”
Said bin Jubair meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firmanNya: (Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf) yaitu (membersihkan) dari berhala-berhala.
Mujahid dan Said bin Jubair berkata tentang firmanNya (Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf) yaitu membersihkan dari berhala-berhala, bercampur dengan istri, perkataan palsu dan kotoran.
Adapun firmanNya, (untuk orang-orang yang thawaf), thawaf mengelilingi Baitullah adalah sesuatu yang dikenal. Diriwayatkan dari Said bin Jubair mengenai firmanNya: (orang-orang yang thawaf), yaitu orang yang datang dari luar, sedangkan (orang-orang yang i'tikaf) yaitu mereka yang tinggal di sana. Demikian juga diriwayatkan dari Qatadah dan Ar-Rabi' bin Anas, bahwa keduanya menafsirkan (orang-orang yang i'tikaf) sebagai penduduk yang tinggal di sana, seperti yang dikatakan oleh Said bin Jubair.
Dan Ibnu Jarir mengatakan: Arti dari ayat ini adalah Kami memerintahkan Ibrahim dan Ismail untuk membersihkan rumahKu untuk orang-orang yang thawaf. Perintah pembersihan Baitullah untuk mereka berdua yaitu pembersihan dari berhala-berhala, dan penyembahan berhala di dalamnya, serta membersihkannya dari perbuatan syirik."
Maksud dari hal ini adalah untuk menanggapi orang-orang musyrik yang dahulu menyekutukan Allah di sekitar Baitullah yang didirikan untuk ibadah hanya kepadaNya tanpa ada sekutu bagiNya. Meskipun demikian, mereka menghalangi penduduk-sekitar yang mukmin untuk mendekatinya. Sebagaimana firman Allah SWT: (Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidilharam yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih (25)) (Surah Al-Hajj)
Makna dari kalam tersebut adalah: (Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail) yaitu, kami telah memberikan wahyu kepada Ibrahim dan Ismail ("Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud") Artinya, mereka mensucikan Baitullah dari perbuatan syirik, keragu-raguan, serta anak-anak mereka melaksanakanya dengan ikhlas hanya untuk Allah, untuk melayani orang-orang yang thawaf, I’tikaf, ruku', dan sujud. Konsep membersihkan masjid-masjid diambil dari ayat ini, dan firmanNya: (Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang) (Surah An-Nur) dan dari sunnah yang terdapat dalam banyak hadis yang mengajarkan untuk membersihkan dan menyucikan masjid-masjid, dan hal lainnya seperti menjaga dari kerusakan dan najis serta hal lain yang serupa. Oleh karena itu, dikatakan: “Masjid-masjid dibangun sesuai dengan tujuan bangunan itu dibangun'"
Allah SWT berfirman untuk mengabarkan tentang nabi Ibrahim AS ketika berdoa, ("Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman) yaitu dari rasa takut yang dapat mengganggu penduduknya. Allah telah mengatur hal ini syariat dan kuasaNya, sebagaimana dalam firmanNya, (Dan siapa saja yang memasukinya, maka ia akan aman) (Surah Ali 'Imran: 97), dan (Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok) (Surah Al-'Ankabut: 67), dan ayat-ayat lainnya. Dalam hadits sahih Muslim, diriwayatkan dari Jabir, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah diperbolehkan bagi siapa pun untuk membawa senjata di Makkah" Allah berfirman mengenai hal ini ("Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman) yaitu Ya Allah, jadikanlah tempat ini menjadi negeri yang aman dan cocok untuk penduduknya", karena tempat ini telah menjadi aman sebelum pembangunan Ka'bah. Allah juga berfirman dalam surat Ibrahim, (Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman) (35). Ini juga sesuai dengan tempat tersebut (hanya Allah yang lebih mengetahui) karena seakan-akan doa ini tampaknya diajukan dua kali setelah pembangunan Ka'bah dan pemukiman penduduknya di sana, serta setelah kelahiran nabi Ishaq, yang usianya lebih muda tiga tahun daripada nabi Isma'il; oleh karena itu di akhir doa disebutkan, (Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa (39)) (Surah Ibrahim).
Firman Allah SWT (dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali")
Diriwayatkan dari Abu bin Ka'ab terkait firman Allah SWT (Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali") maknanya yaitu bahwa ini adalah firman dari Allah SWT. Ini adalah pendapat Mujahid dan 'Ikrimah, dan ini adalah pendapat yang ditegaskan oleh Ibnu Jarir.
Firman Allah SWT (kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali") kemudian mereka dihadapkan pada siksa neraka yang merupakan seburuk-buruknya tempat kembali setelah diberi kenikmatan di dunia dan diberi kelapangan. Maknanya yaitu bahwa Allah SWT memperhatikan mereka, memberi mereka kesempatan, dan kemudian Allah akan memaksa mereka dengan siksaan yang sangat kuat dan tidak terhindarkan, sebagaimana firmanNya (Dan berapalah banyaknya kota yang Aku tangguhkan (azab-Ku) kepadanya, yang penduduknya berbuat zalim, kemudian Aku azab mereka, dan hanya kepada-Kulah kembalinya (segala sesuatu) (48)) (Surah Al-Hajj) Dan dalam Hal ini hadits shahih Bukhari Muslim, "Tidaklah seorang pun yang sanggup bersabar terhadap gangguan yang dia dengar tentang Allah (dari mereka), sesungguhnya mereka menjadikan bagiNya anak-anak, padahal Dia memberi rezeki dan kesehatan kepada mereka." Dan dalam hadits yang shahih juga disebutkan,"Sesungguhnya Allah memberi kesempatan kepada orang zalim, kemudian ketika Dia menyiksanya, Dia tidak akan melepaskannya." Kemudian Allah membacakan firmanNya (Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.) (Surah Hud)
Beberapa orang membaca ayat ini dengan membaca: “Qaala wa man kafara fa amthi’hu qalilan, tsumma idhtharruhu ila ‘adzabin nar wa bi’sal mashir” dan membuatnya menjadi salah satu dari kesempurnaan doa nabi Ibrahim, ini adalah bentuk bacaan yang jarang dan bertentangan dengan "qira'ah sab'ah", dan susunannya berbeda dengan maknanya. Hanya Allah yang lebih mengetahui. Sesungguhnya terdapat isim dhamir dalam kata "Qaala" yang merujuk kepada Allah dalam bacaan mayoritas, dan konteksnya menghendaki hal itu, sedangkan untuk bacaan yang jarang ini, isim dhamir itu merujuk kepada nabi Ibrahim, dan hal ini bertentangan dengan susunan kalamnya. Allah SWT yang lebih mengetahui
Adapun firman Allah SWT Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (127) Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (128). “Qawaid” adalah bentuk jamak dari “qa’idah ” artinya adalah landasan dan dasar. Allah berfirman: "Dan ingatkanlah, wahai Muhammad, kepada kaummu tentang pembangunan Baitullah oleh Ibrahim dan Isma'il, dan Kami angkat dasar-dasar dari rumah itu, sedang keduanya berdoa: (Ya Tuhan kami, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.' " Al-Qurthubi dan lainnya meriwayatkan dari Abu dan Ibnu Mas'ud bahwa keduanya membaca: 'Dan ketika Ibrahim dan Isma'il membangun dasar-dasar rumah itu, sambil berdoa: “"Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui")
Saya berkata: ayat ini menunjukkan kepada doa mereka setelahnya: (Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau)
Mereka berdua melaksanakan amal shalih dan memohon kepada Allah SWT untuk menerima amal mereka. Ini sebagaimana yang diceritakan oleh Allah SWTtentang keadaan orang-orang mukmin yang ikhlas dalam firmanNya: (Dan orang-orang yang memberikan apa yang mereka terima) yaitu mereka memberikan sesuatu yang diberikan kepada mereka berupa sedekah, infaq dan qurban (dengan hati yang takut) (Surah Al-Mu’minun: 60), yaitu khawatir bahwa amal mereka tidak diterima, sebagaimana yang ada pada hadits shahih dari ‘Aisyah RA dari Rasulullah SAW, sebagaimana yang akan di jelaskan pada babnya
Bukhari berkata terkait firman Allah SWT: (Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail), "Qawa'id" berarti dasarnya. Bentuk mufradnya adalah "qai'idatun" Sedangkan "Qawa'id" dalam konteks wanita, bentuk mufradnya adalah "qa'id".
Firman Allah SWT itu menceritakan doa nabi Ibrahim AS dan nabi Ismai AS: (Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji) kami, dan terimalah tobat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang (128))
Ibnu Jarir berkata, maksudnya yaitu, "Jadikanlah kami orang-orang yang tunduk kepada perintahMu, patuh kepadaMu, tidak menyekutukanMu dengan siapapun, dan tidak menyembah selain Engkau.
As-Suddi berkata tentang ayat ini (dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepadaMu) Maksudnya adalah orang Arab. Ibnu Jarir berkata, ayat ini mencakup orang Arab dan juga orang non Arab. Karena dari keturunan Ibrahim, ada Bani Israil, dan Allah SWT berfirman: (Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak dan dengan yang hak itulah mereka menjalankan keadilan) [Surah Al-A'raf].
Saya berkata: "Yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini tidak menafikan pendapat As-Suddi, karena pengkhususan dalam ayat ini tidak mengecualikan yang lainnya, dan konteksnya khusus pada orang Arab. Karena itu, setelahnya Allah SWT berfirman : (Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji) kami, dan terimalah tobat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang) [Surah Al-Baqarah]. Yang dimaksud di sini adalah nabi Muhammad SAW. Sungguh beliau telah diutus kepada mereka, sebagaimana Allah SWT berfirman: (Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri) [Surah Al-Jumu'ah: 2]. Meskipun demikian, hal ini tidak mengecualikan pengutusanNya kepada orang berkulit merah dan hitam, sebagaimana firmanNya: (Katakanlah -wahai Rasul-, “Wahai manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah yang diutus kepada kalian semua) [Surah Al-A'raf: 158] dan dalil-dalil yang kuat lainnya.
Doa nabi Ibrahim AS dan nabi Ismail AS, sebagaimana Allah SWT memberitahukan tentang hamba-hambaNya yang bertaqwa dan beriman dalam firmanNya: (Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa) (Surah Al-Furqan). Doa ini merupakan doa yang dikehendaki dalam syariat, karena kesempurnaan kasih sayang untuk ibadah kepada Allah SWT adalah menginginkan agar keturunannya ada yang menyembah hanya Allah SWT semata, tidak ada sekutu bagiNya. Itulah sebabnya Allah SWT berfirman kepada nabi Ibrahim AS: (Aku jadikan sebagai imam yang diikuti) lalu berfirman (Dia (Ibrahim) berkata, "Dan (juga) dari anak cucuku?" Allah berfirman, "(Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zhalim.") (Surah Al-Baqarah: 124). dan firmanNya: (dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala) (Surah Ibrahim: 35). Hal ini tercatat dalam hadits Shahih Muslim dari Abu Hurairah AS, dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Apabila seorang anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya."
(dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji) kami) Ibnu Juraij mengatakan, dari 'Atha’: (dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji) kami) Tunjukkanlah kepada kami dan ajarilah kami tentang itu.
Mujahid mengatakan bahwa makna : (dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji) kami) yaitu hewan kurban kami. Diriwayatkan pendapat yang serupa juga dari 'Atha' dan Qatadah
📚 Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi
Makna kata :
{ مُسۡلِمَيۡنِ } Muslimain : Dua hamba yang tunduk kepadaMu, patuh kepada perintahMu dan laranganMu, dan ridha terhadap aturanMu, serta beribadah hanya untukMu.
{ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا } Wa arinaa manaasikana : Ajarilah kami bagaimana berhaji ke rumahMu, sebagai ibadah dan manasik untuk Mu.
{ وَتُبۡ عَلَيۡنَآۖ } Wa tub ‘alainaa : Berilah kami taufiq untuk bertaubat ketika kami berbuat salah dan terimalah taubat kami.
Makna ayat :
Mereka meminta kepada Allah agar menjadikan mereka berdua termasuk orang-orang yang tunduk kepadaNya, dan juga menjadikan anak keturunannya sebagai umat yang tunduk dan patuh kepada Allah, beriman kepadaNya, bertauhid, dan taat melakukan perintahNya dan menjauhi laranganNya, mengajarkan mereka manasik haji sehingga mereka dapat menunaikan ibadah haji berdasarkan ilmu yang benar, dan Allah menerima taubatnya.
Pelajaran dari ayat :
• Anjuran untuk meminta keistiqomahan di atas agama Islam untuk diri sendiri dan anak keturunan sampai maut menjemput.
• Kewajiban untuk mempelajari manasik haji dan umrah bagi siapa saja yang ingin melakukan ibadah haji dan umrah.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi
Surat Al-Baqarah ayat 128: Sesungguhnya Ibrahim dan Ismail berdoa bagi diri mereka berdua serta anak keturunan mereka agar senantiasa tetap diatas islam.
📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Kata "manasik" pada ayat tersebut bisa maksudnya semua pekerjaan hajji, dan bisa maksudnya lebih umum lagi yaitu agama yang benar dan tata cara ibadah semuanya karena arti nusuk adalah ibadah, namun biasanya dipakai untuk pelaksanaan ibadah hajji. Singkatnya, mereka berdua berdo'a agar diberi taufiq kepada ilmu yang bermanfa'at serta amal yang shalih.
Seorang hamba betapa pun banyak ibadahnya, namun tetap tidak lepas dari kekurangan dan butuhnya ia kepada tobat, dan pada pengakuan ini terdapat obat dari penyakit ujub.
📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Baqarah Ayat 128
Ibrahim dan ismail melanjutkan doanya, ya tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang-orang yang berserah diri dan tunduk kepada-Mu, dan jadikanlah juga anak cucu kami menjadi umat yang berserah diri dengan penuh keimanan kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara, yakni manasik dan tempat-tempat melakukan ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami. Sungguh, engkaulah yang maha penerima tobat yang begitu banyak, maha penyayang dengan kasih sayang yang amat luas. Mereka melanjutkan doanya, ya tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, baik keturunan kami maupun bukan, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayatmu dan mengajarkan kitab Al-Qur'an dan hikmah, yakni sunah yang berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan nabi, kepada mereka, dan menyucikan jiwa mereka dari syirik dan akhlak yang buruk. Sungguh, engkaulah yang mahaperkasa karena tidak seorang pun dapat membatalkan ketetapan-Mu, mahabijaksana karena engkau selalu menem pat kan sesuatu pada tempatnya.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Demikianlah pelbagai penafsiran dari para ulama tafsir mengenai isi dan arti surat Al-Baqarah ayat 128 (arab-latin dan artinya), semoga membawa faidah untuk kita. Support perjuangan kami dengan memberi tautan menuju halaman ini atau menuju halaman depan TafsirWeb.com.