Surat Al-Baqarah Ayat 198

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا۟ فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ ۚ فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَٰتٍ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ عِندَ ٱلْمَشْعَرِ ٱلْحَرَامِ ۖ وَٱذْكُرُوهُ كَمَا هَدَىٰكُمْ وَإِن كُنتُم مِّن قَبْلِهِۦ لَمِنَ ٱلضَّآلِّينَ

Arab-Latin: Laisa 'alaikum junāḥun an tabtagụ faḍlam mir rabbikum, fa iżā afaḍtum min 'arafātin fażkurullāha 'indal-masy'aril-ḥarāmi ważkurụhu kamā hadākum, wa ing kuntum ming qablihī laminaḍ-ḍāllīn

Artinya: Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.

« Al-Baqarah 197Al-Baqarah 199 »

Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Tafsir Menarik Tentang Surat Al-Baqarah Ayat 198

Paragraf di atas merupakan Surat Al-Baqarah Ayat 198 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada beraneka tafsir menarik dari ayat ini. Diketemukan beraneka penafsiran dari beragam ahli tafsir terkait kandungan surat Al-Baqarah ayat 198, di antaranya sebagaimana berikut:

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

Tidak ada dosa atas diri kalian untuk mencari rezeki dari Tuhan kalian dengan mengambil keuntungan dari perniagaan pada hari-hari haji. apabila kalian telah bertolak setelah terbenamnya matahari meninggalkan Arafah, yaitu tempat yang menjadi tempat Wukuf bagi jemaah haji pada tanggal sembilan Dzulhijjah, maka ingatlah Allah dengan Bertasbih, talbiah, dan berdoa di sisi masy'aril haram (di Muzdalifah). dan sebutlah Allah dengan cara benar yang dituntunkan Allah bagi kalian kepadanya. dan sesungguhnya dia dahulu sebelum berada di dalam kesesatan, sehingga tidak mengenal kebenaran


📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

198. Tidak mengapa bagi kalian untuk mencari rezeki dari keuntungan berdagang pada hari-hari pelaksanaan haji. Dan barangsiapa yang beranjak dari Arafah menuju Muzdalifah, maka berzikirlah kepada Allah sesuai tuntunan Rasulullah. Dan kalian sebelum mendapatkan petunjuk adalah orang-orang yang jahil dan jauh dari kebenaran.


📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram

198. Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari rezeki yang halal melalui perdagangan dan lain-lain selama melaksanakan ibadah haji. Apabila kalian bertolak dari Arafah setelah melaksanakan wukuf di sana pada tanggal 9 (Zulhijah) menuju Muzdalifah pada malam tanggal 10 Zulhijah, maka berzikirlah kepada Allah dengan cara membaca tasbih, tahlil dan doa di Masy'aril Haram di Muzdalifah. Dan berzikirlah kepada Allah karena Dia telah menunjukkan kamu kepada syi'ar-syi'ar agama-Nya dan tata cara menunaikan ibadah haji di Baitullah, karena sebelum itu kalian termasuk orang-orang yang tidak mengetahui syariat-Nya.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

198. لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا۟ فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ ۚ (Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu)
Yakni dengan berdagang dan mencari rezeki sambil melaksanakan ibadah haji.


فَإِذَآ أَفَضْتُم (Maka apabila kamu telah bertolak )
Yakni pergi.

مِّنْ عَرَفٰتٍ (dari ‘Arafat)
Untuk menuju ke Muzdalifah.

فَاذْكُرُوا۟ اللَّـهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ (berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam)
Masy’arilharam adalah bukit yang dipakai oleh Imam untuk berdiri di tanah Muzdalifah. Pendapat lain mengatakan, ia adalah tempat diantara dua bukti Muzdalifah dimulai dari dua Lorong Arafah sampai ke lembah Muhassir.
Dan dzikir kepada Allah disana meliputi talbiyah, sholat maghrib, Isya, dan Subuh, dan berdo’a setelah sholat subuh.

وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَىٰكُمْ (Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu)
Yakni berdzikirlah dengan dzikir yang baik sebagaimana Dia telah memberi kalian petunjuk dengan petunjuk yang baik.


📚 Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia

1 ). Perhatikanlah bagaimana Allah menghubungkan orang yang berhaji dengan perintah dzikir kepada-Nya setelah menyelesaikan seluruh rukun-rukun haji : { فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ } "Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah", { ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ } "Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah" [al-Baqarah : 199], { فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ } "Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah" [al-Baqarah : 200], kemudian Allah berfirman : { وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ } "Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang" [al-Baqarah : 203], setelah mengamati ayat-ayat di atas perhatikanlah bagaimana keadaan kita sekarang ini, berapa banyak kita telah lalai dari berdzikir kepada Allah selama menjalankan ibadah haji ?!

2 ). { وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ } "Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu" yakni : kerjakanlah apa yang telah kami perintahkan kepadamu berupa dzikir, sebagaimana Allah telah memberikanmu petunjuk dalam agama islam ini, dan seakan-akan Allah mengatakan : tidaklah kami menturuhmu berdzikir melainkan agar kamu menjadi orang-orang yang bersyukur atas nikmat itu.

3 ). Seseorang yang mengamati dan memperhatikan syi'ar-syi'ar haji akan memahami sebuah tarbiyah yang menakjubkan dari banyaknya perintah berdzikir, kita dapati di beberapa tempat al-Qur'an mengabadikan perintah itu yang masih berkaitan dengan syi'ar-syi'ar haji : perintah berdzikir pada pada Masy'arilharam, perintah berdzikir pada hari-hari tasyriq, perintah berdzikir selepas menunaikan manasik, perintah berdzikir tatkala menyembelih qurban, dan perintah berdzikir atas nikmat tauhid secara umum; maka hendaklah kita menemukan dimana pengaruh ibadah ini pada manasik yang kita lakukan.


📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

198. Tiada dosa bagi kalian ketika berniaga dan mencari rejeki ketika berhaji, maka ketika kalian bertolak dri Arafah menuju Muzdalifah setelah melakukan wukuf, berdzikir dan berdoalah kepada Allah serta shalatlah di Masy’arilharam di Muzdalifah, yaitu bukit Quzah yang digunakan sebagai tempat berhentinya seorang imam di Muzdalifah. Berdzikirlah kpadaNya dengan mengucap talbiyah, tahlil, doa, tahmid dan puji-pujian lain. Sesungguhnya sebelum adanya petunjuk ini, kalian termasuk orang-orang yang tidak tahu apapun dan jauh dari kebenaran tentang akidah dan ibadah.Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata: “Sesungguhnya Ukaz, Majinnah, dan Dzul majas adalah pasar-pasar di jaman Jahiliyyah, lalu orang-orang melakukan perdagangan di beberapa musim dan menanyakan hal itu kepada rasulullah SAW. Lalu turunlah ayat ini”


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah

{Bukanlah suatu dosa bagi kalian} kesalahan {mencari karunia} mencari rejeki yang halal {dari Tuhan kalian (pada musim haji). Apabila kalian bertolak dari Arafah} kalian bertolak kembali dari Arafah setelah terbenamnya matahari {berzikirlah kepada Allah di Masyaril haram} yaitu Muzdalifah {Berzikirlah kepadaNya karena Dia telah memberi petunjuk kepada kalian meskipun sebelumnya kalian benar-benar termasuk orang-orang yang sesat


📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

198. Ketika Allah memerintahkan untuk bertaqwa, Allah mengabarkan bahwasanya mencari karunia Allah dengan mencari penghidupan pada saat musim haji dan selainnya tidaklah berdosa apabila tidak mengganggu hal yang wajib atasnya, bila maksud kedatangannya adalah berhaji, dan pencahariannya itu adalah halal yang disandarkan kepada karunia Allah, tidak bersandar kepada keahlian seseorang dan melakukan sebab-sebab namun merupakan dzat yang membuat sebab-sebab tersebut, karena yang seperti ini adalah inti dari dosa itu sendiri.
Dan dalam FirmanNya, “Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di masy’aril haram “, terkandung dalil yang menunjukkan kepada beberapa hal;
Pertama: wukuf di Arafah, hal ini adalah sesuatu yang telah diketahui dan merupakan rukun dari rukun-rukun Haji, maka bertolak dari Arafah tidaklah dilakukan kecuali setelah wukuf di sana.
Kedua: perintah untuk berdzikir kepada Allah di masy’aril haram yaitu Muzdalifah, hal ini pun telah diketahui, yang dilakukan pada malam hari penyembelihan seraya bermalam disana, dan setelah salat subuh wukuf di Muzdalifah seraya berdoa hingga pagi sangat terang, termasuk dalam berdzikir kepada Allah adalah menunaikan kewajiban-kewajiban dan sunah-sunah padanya.
Ketiga: bahwasanya wukuf di Muzdalifah dilakukan setelah wukuf di Arafah sebagaimana yang ditunjukkan oleh huruf fa dan pengurutan.
Keempat dan kelima: bahwasanya Arafah dan Muzdalifah adalah tempat syiar-syiar haji yang memang dimaksudkan untuk dikerjakan dan ditampakkan.
Keenam: bahwasanya Muzdalifah itu termasuk daerah haram sebagaimana Ia dibatasi dengan kata Harom.
Ketujuh: bahwasanya Arafah termasuk daerah hal sebagaimana yang terpahami dari pembatasan yang ada pada kata Muzdalifah.
“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkanNya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.” Maksudnya, berdzikirlah kalian kepada Allah sebagaimana Dia telah karuniakan kepada kalian hidayahNya setelah kesesatan, sebagaimana juga Dia telah mengajarkan kepada kalian apa-apa yang tidak kalian ketahui sebelumnya. Hal ini adalah sebesar-besarnya kenikmatan yang harus disyukuri dan dibalas dengan bersyukur kepada Allah yang telah memberikannya dengan hati maupun lisan.


📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas. dia berkata: Pada zaman jahiliyah, terdapat pasar bernama 'Ukaz, Majinnah, dan Dzul majaz. Mereka menghindari berdagang pada musim-musim haji. Lalu turunlah ayat: (Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu) yaitu pada musim-musim haji.
Demikianlah ditafsirkan oleh Mujahid, Sa'id bin Jubair, 'Ikrimah, Manshur bin Al-Mu'tamir, Qatadah, Ibrahim An-Nakha'i, Ar-Rabi' bin Anas, dan yang lainnya.
Diriwayatkan dari Abu Umaimah, dia berkata: “Aku mendengar Ibnu Umar ditanya tentang seseorang yang melakukan haji sambil berdagang. Lalu Ibnu Umar membaca ayat: (Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu) ini adalah riwayat yang mauquf. Dan ini pendapat yang kuat dan baik
Telah diriwayatkan pendapat yang marfu’, Imam Ahmad berkata,”telah mengabarkan kepada kami Asbath, telah mengabarkan kepada kami Al-Hasan bin Amr Al-Faqimi, dari Abu Umamah At-Taimi, dia berkata: “Aku berkata kepada Ibnu Umar: "Sesungguhnya kami ini orang yang suka melakukan sewa-menyewa, apakah kami akan mendapatkan (pahala) haji?" Dia berkata: "Bukankah kalian tاawaf di Baitullah, kalian mendatangi Mu’arraf, melempar jumrah, dan mencukur rambut kepala kalian?" Kami menjawab, "Benar" Ibnu Umar berkata:"Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW, lalu dia bertanya tentang hal yang kalian tanyakan kepadaku, namun Nabi tidak memberinya jawaban hingga turunlah Jibril dengan membawa ayat ini (Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu). Kemudian Nabi SAW memanggilnya dan bersabda, "Kalian adalah orang-orang yang berhaji”
Firman Allah SWT: (Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'aril haram). Kata “'Arafah” pada ayat ini adalah isim alam untuk muannats, karena asalnya adalah bentuk jamak seperti “muslimat” dan “mu’minat”. Dinamai demikian untuk menyebutkan suatu tempat tertentu yang memiliki cabang-cabang turunan. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir. ‘Arafah adalah tempat untuk wukuf dalam haji, yang merupakan maksud tujuan dari rangkaian ibadah haji. Oleh karena itu, Imam Ahmad dan para ahli hadits meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Abdurrahman bin Ya'mur Ad-Daili, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Haji itu adalah wukuf di Arafah (sebanyak tiga kali) maka barang siapa yang telah melakukan wukuf di Arafah sebelum terbit fajar, maka ia sungguh telah menjalankan haji, dan berada di Mina selama tiga hari, dan siapa saja yang bersegera dalam dua hari, maka tidak ada dosa baginya, dan siapa saja yang tertinggal, maka tidak ada dosa baginya juga.
Waktu wukuf di Arafah dimulai dari pertengahan hari Arafah hingga terbit fajar pada hari kedua yaitu hari raya Idul Adha, karena Nabi SAW berdiri di Arafah dalam Haji Wada' setelah menunaikan shalat Zhuhur hingga matahari terbenam. Beliau bersabda, “Ambillah dariku manasik-manasik kalian" Dalam hadits ini beliau juga bersabda, “maka barang siapa yang telah melakukan wukuf di Arafah sebelum terbit fajar, maka ia sungguh telah menjalankan haji” Pendapat ini dianut oleh Imam Malik, Abu Hanifah, dan Imam Syafi'i. Imam Ahmad berpendapat bahwa waktu wukuf di Arafah dimulai sejak awal hari Arafah. Pendapat ini diperkuat dengan hadits dari Asy-Sya'bi dari Urwah bin Mudharris bin Haritsah Ath-Tha’i, dia berkata: “Aku datang kepada Rasulullah SAW di Muzdalifah ketika beliau keluar untuk shalat. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, saya datang dari dua gunung Thayyi`. Perjalananku cukup melelahkan dan diriku merasa letih. Demi Allah, tidak ada gunung pasir kecuali aku wukuf di sana. Apakah hajiku sah?”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “'Barangsiapa yang shalat bersama kami, dan wukuf bersama kami hingga selesai dan sebelum itu dia wuquf di Arafah baik malam maupun siang maka hajinya telah sempurna serta telah melaksanakan seluruh manasik"
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas. berkata: Orang-orang jahiliyyah biasa wukuf di Arafah hingga saat matahari berada di atas puncak gunung, seakan-akan itu adalah sorban-sorban di atas kepala para lelaki. Lalu Rasulullah SAW mengakhirkan untuk bertolak dari Arafah hingga matahari terbenam.
Diriwayatkan dari Al-Ma'rur bin Suwaid. berkata: “Aku melihat Umar ketika dia bertolak dari Arafah, aku melihatnya seakan-akan seorang pria tanpa rambut di atas untanya, dia berkata, “Kami mendapati bahwa “ifadhah” (bertolak dari Arafah) adalah meninggalkan”
Dalam hadits Jabir bin Abdullah Ath-Thawil yang ada dalam hadits shahih Muslim, dia berkata:"Beliau senantiasa wukuf (di Arafah) sampai matahari terbenam dan mega merah hilang. Kemudian beliau teruskan perjalanan dengan membonceng Usamah di belakangnya, sedang beliau sendiri memegang kendali. Beliau tarik tali kekang unta Qashwa, hingga kepalanya hampir menyentuh bantal pelana. Beliau bersabda dengan isyarat tangannya: "Saudara-saudara, tenanglah, tenanglah." Setiap beliau sampai di bukit, beliau kendorkan tali unta sedikit, untuk memudahkannya mendaki sampai di Muzdalifah beliau shalat Maghrib dan Isya`dengan satu kali adzan dan dua iqamah tanpa shalat sunnah antara keduanya. Kemudian beliau tidur hingga terbit fajar. Setelah tiba waktu Shubuh, beliau shalat Shubuh dengan satu Adzan dan satu iqamah. Kemudian beliau menunggangi unta Qaswa melanjutkan perjalanan sampai ke Masy'aril Haram. Sampai di sana beliau menghadap ke kiblat, berdo'a, takbir, tahlil dan membaca kalimat tauhid. Beliau masih wukuf di sana hingga langit kekuning-kuningan dan berangkat sebelum matahari terbit"
Dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari Usamah bin Zaid, dia ditanya bagaimana Rasulullah SAW berjalan ketika meninggalkan Arafah. Dia berkata, "Beliau berjalan dengan sedang dan apabila sampai di daerah dataran yang luas Beliau berjalan dengan agak cepat. “’anaq” adalah langkah yang sedang, dan ”an-nash” adalah langkah di atasnya"
Diriwayatkan dari Amr bin Maimun: “Aku bertanya kepada Abdullah bin Amr tentang Masy'aril Haram, dia terdiam hingga tiba-tiba kaki unta kami mencapai Muzdalifah. Lalu dia berkata, “Di mana orang yang bertanya tentang Masy'aril Haram? Inilah Masy'aril Haram.”
Ibnu Umar berkata, “Masy'aril Haram adalah Muzdalifah secara keseluruhan”
Aku berkata, “Masya’ir” adalah tanda-tanda yang nyata. Adapun Muzdalifah disebut Masy'aril Haram karena berada dalam wilayah haram. Lalu Apakah wukuf di sana adalah rukun dalam haji, dan haji tidak sah kecuali dengan melakukan ini? Sebagaimana pendapat sekelompok ulama’ salaf dan beberapa sahabat Imam Syafi'I, di antaranya adalah Al-Qaffal, Ibnu Khuzaimah, dan Urwah bin Mudharris. Ataukah itu sesuatu yang wajib sehingga harus ditebus dengan dam sebagaimana salah satu pendapat madzhab Syafi’i? atau amalan sunnah sehingga tidak perlu ditebus dengan apapun sebagaimana pendapat lainnya? Tiga pendapat dari para ulama itu karena luasnya tempat ini daripada tempat lainnya, dan hanya Allah yang lebih mengetahui.
Diriwayatkan dari Jabir bin Muth'am dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Seluruh Arafah adalah tempat wukuf, dan naiklah dari lembah ‘Uranah, dan setiap bagian Muzdalifah adalah tempat wukuf, dan naiklah dari lembah Muhassir, dan setiap dataran Makkah adalah tempat menyembelih, dan setiap hari tasyriq adalah hari penyembelihan.”
Firman Allah SWT, (Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan kepadamu) Ini adalah pengingat bagi mereka atas nikmat yang telah diberikan Allah kepada mereka dengan berupa petunjuk, penjelasan, dan bimbingan mengenai tempat dalam haji, sesuai dengan apa yang telah diperintahkan kepada nabi Ibrahim AS. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman, (dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat). Dikatakan bahwa nya adalah sebelum petunjuk ini. Dikatakan pula sebelum Al-Qur’an, serta dikatakan sebelum Rasulullah SAW. Semua pendapat ini saling berdekatan, berkaitan dan merupakan pendapat yang benar"


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi

Makna kata:
{ جُنَاحٌ } Al-Junah : Dosa
{ تَبۡتَغُواْ فَضۡلٗا } Tabtaghuna Fadhlan : Mencari keuntungan pada jual beli di muslim haji.
{ أَفَضۡتُم مِّنۡ عَرَفَٰتٖ } Afadhtum min ‘arafaat : Bertolak dari Arafah setelah Wukuf di Arafah pada waktu haji. Yaitu setelah terbenamnya matahari pada hari kesembilan dari bulan Dzulhijjah.
{ ٱلۡمَشۡعَرِ ٱلۡحَرَامِۖ } Al-Masy’aril Haram : Muzdalifah dan dzikir kepada Allah, di sana melaksanakan shalat Maghrib dan Isya’ dengan jamak dan shalat Subuh.

Makna ayat:
Dan Allah memperbolehkan mereka untuk berdagang di tengah-tengah keberadaannya di Mekah dan Mina dalam firman Nya,”Tidak ada dosaa bagimu mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Rabbmu.” Yaitu menginginkan rizki yang halal dengan jalan berjual beli yang diperbolehkan.
Allah Ta’ala lantas memerintahkan mereka untuk mengingat Allah Ta’ala (dzikrullah) di Muzdalifah, dengan melaksanakan shalat Maghrib, Isya, dan Subuh di sana. Hal itu setelah mereka selesai dari Arafah, yaitu sejak matahari terbenam. Allah Ta’ala berfirman,”Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram.” Kemudian Allah Ta’ala menyebutkan nikmat hidayah yang mereka dapatkan setelah dahulu mereka berada dalam kesesatan, dan Allah memotivasi mereka untuk bersyukur kepada Nya dengan memperbanyak dzikir. Firman Allah Ta’a,”Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang yang sesat.”
Selanjutnya Allah Ta’ala memerintahkan jama’ah haji untuk bersama-sama baik ketika wuquf di ‘Arafah maupun ketika bertolak meninggalkannya. Hendaknya mereka wuquf bersama-sama di ‘Arafah dan bertolak bersama-sama.

Pelajaran dari ayat:
• Diperbolehkan untuk berdagang dan bekerja bagi jama’ah haji untuk mencari rezeki, namun tidak menjadikan itu tujuan utamanya dalam berhaji.
• Kewajiban untuk bermalam (mabit) di Muzdalifah untuk mengingat Allah (dzikrullah).
• Kewajiban untuk bersyukur kepada Allah dengan mengingat Nya dan menaati Nya atas petunjuk dan nikmat-nikmat yang berasal dari Nya.


📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi

Surat Al-Baqarah ayat 198: Allah mengabarkan bagi orang yang berhaji tidak ada pantangan untuk berjual beli dimusim haji


📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Yakni berdagang di saat menunaikan ibadah hajji selama tidak melalaikan dari kewajiban dan maksud utamanya adalah hajji serta usahanya halal. Disebutkan "karunia Allah" untuk mengingatkan bahwa rezeki yang didapat adalah karunia Allah, agar seseorang tidak hanya melihat sebab dan melupakan yang mengadakan sebab, yaitu Allah, di mana hal itu merupakan dosa yang sesungguhnya.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma ia berkata, "Dahulu 'Ukaz, Majnah, dan Dzulmajaz adalah pasar-pasar di zaman jahiliyyah. Ketika Islam datang, kaum muslimin merasa berdosa berdagang, maka Allah Ta'ala menurunkan ayat, "Laisa 'alaikum junaahun fii mawaasimil hajj" menurut qira'at Ibnu Abbas.
Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Umamah At Taimiy, ia berkata, "Saya adalah seorang yang suka melakukan sewa-menyewa dalam hal ini (ketika haji), sedangkan orang-orang, banyak yang berkata (kepada saya), "Sesungguhnya kamu tidak memperoleh (pahala) haji," maka saya menjumpai Ibnu Umar dan berkata, "Wahai Abu Abdurrahman! Sesungguhnya saya adalah seorang yang suka melakukan sewa-menyewa dalam hal ini (ketiika haji), sedangkan orang-orang, banyak yang berkata (kepada saya), "Sesungguhnya kamu tidak memperoleh (pahala) haji," Maka Ibnu Umar berkata, "Bukankah kamu berihram, bertalbiyah, berthawaf di Baitullah, dan bertolak dari 'Arafah serta melempar jamrah?" Ia menjawab, "Ya." Ibnu Umar berkata, "Kamu memperoleh (pahala) haji. Karena pernah ada seorang yang datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya seperti yang kamu tanyakan, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diam terhadapnya dan tidak menjawab apa-apa, sehingga turun kepada Beliau ayat ini, "Laisa 'alaikum junaahun an tabtaghuu fadhlam mir rabbikum", maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim seseorang kepadanya dan membacakan ayat tersebut serta menyampaikan bahwa, "Kamu memperoleh (pahala) haji." (Hadits shahih)

Setelah matahari tenggelam sehabis wuquf.

Ialah bukit Quzah di Muzdalifah. Di dalam hadits disebutkan, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam wuquf di sana berdzikr dan berdo'a sampai pagi hari menjadi terang (sebagaimana dalam riwayat Muslim).
Dari ayat "Fa idzaa afadhtum….sampai 'indal masy'aril haram" Syaikh As Sa'diy menyimpulkan beberapa kesimpulan –yang singkatnya sbb-:
- Wuquf di 'Arafah dan bahwa wuquf adalah salah satu rukun hajji. Hal itu, karena bertolak dari Arafah tidak dilakukan kecuali setelah wuquf.
- Perintah berdzikr ketika di Masy'aril haram, yaitu Muzdalifah, di mana pada malam harinya seseorang mabit di sana dan setelah shalat Subuh ia wuquf di Muzdalifah sambil berdo'a hingga pagi hari menjadi terang. Termasuk berdzikr adalah mengerjakan yang wajib dan yang sunat.
- Wuquf di Muzdalifah dilakukan setelah wuquf di 'Arafah.
- 'Arafah dan Muzdalifah termasuk syi'ar-syi'ar hajji yang diminta untuk dikerjakan dan ditampakkan.
- Muzdalifah termasuk tanah haram, diambil dari kata masy'aril haram.
- 'Arafah berada di luar tanah haram, karena telah disebutkan Muzdalifah.

Yakni telah memberitahukan mana syi'ar-syi'ar agama-Nya, mengajarkan manasik hajji, memberikan petunjuk padahal sebelumnya mereka tersesat dan mengajarkan beberapa ilmu yang sebelumnya tidak mereka ketahui. Hal ini termasuk nikmat yang paling besar yang wajib disyukuri dan dibalas dengan mengingat pemberinya baik di hati maupun di lisan, oleh karena itu kita diperintahkan berdzikir.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Baqarah Ayat 198

Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari tuhanmu beru-pa rezeki yang halal melalui berdagang, menawarkan jasa, dan menyewakan barang. Di antara kaum muslim ada yang merasa berdosa untuk berdagang dan mencari rezeki yang halal pada musim haji, padahal Allah membolehkannya dengan cara-cara yang diatur dalam Al-Qur'an. Maka apabila kamu bertolak dari arafah setelah wukuf, sejak matahari terbenam pada tanggal 9 zulhijah dan sudah sampai di muzdalifah, maka berzikirlah kepada Allah di masy'arilharam, yakni di muzdalifah, dengan tahlil, talbiah, takbir, dan tahmid. Dan berzikirlah kepada-Nya sebagaimana dia telah memberi petunjuk kepadamu mengikuti agama yang benar, keyakinan yang kukuh, ibadah yang istikamah, dan akhlak yang mulia, sekalipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang yang tidak tahu. Zikir itu merupakan rasa syukur atas nikmat Allah yang telah membimbing para jamaah haji menjadi orang-orang berimankemudian bertolaklah kamu dari tempat orang banyak bertolak, yakni dari arafah setelah wukuf menuju masyarilharam, muzdalifah, mina, dan mekah, dan mohonlah ampunan kepada Allah di tempat-tempat tersebut dari semua dosa yang pernah dilakukan. Sungguh, Allah maha pengampun, maha penyayang kepada orang yang tobat dan memohon ampun. Orang arab jahiliah ketika menunaikan ibadah haji merasa tidak perlu mengikuti cara-cara orang banyak berwukuf di arafah, bermalam di muzdalifah, dan melempar jamrah, padahal semuanya berasal dari manasik haji yang dicontohkan oleh nabi ibrahim. Mereka meyakini bahwa tidak keluar dari mekah merupakan penghormatan terhadap kakbah dan tanah haram. Al-qur'an meluruskan hal ini, menegaskan bahwa tidak ada perbedaan dalam tata cara ibadah antara satu golongan dengan golongan yang lain. Prinsip ibadah adalah menaati perintah Allah dan mengikuti aturan-Nya dengan ikhlas.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Itulah beraneka penjabaran dari beragam ahli tafsir berkaitan isi dan arti surat Al-Baqarah ayat 198 (arab-latin dan artinya), semoga bermanfaat untuk ummat. Sokong kemajuan kami dengan mencantumkan tautan menuju halaman ini atau menuju halaman depan TafsirWeb.com.

Bacaan Cukup Sering Dikaji

Nikmati ratusan materi yang cukup sering dikaji, seperti surat/ayat: Al-Ikhlas, Al-Kautsar, Yasin, Ar-Rahman, Ayat Kursi, Al-Mulk. Termasuk Do’a Sholat Dhuha, Asmaul Husna, Al-Baqarah, Al-Waqi’ah, Shad 54, Al-Kahfi.

  1. Al-Ikhlas
  2. Al-Kautsar
  3. Yasin
  4. Ar-Rahman
  5. Ayat Kursi
  6. Al-Mulk
  7. Do’a Sholat Dhuha
  8. Asmaul Husna
  9. Al-Baqarah
  10. Al-Waqi’ah
  11. Shad 54
  12. Al-Kahfi

Pencarian: surat an naml ayat 62, an-nasr, surat al an'am ayat 103, surat al baqarah ayat 30, surah al fil

Bantu Kami

Setiap bulan TafsirWeb melayani 1.000.000+ kunjungan kaum muslimin yang ingin membaca al-Quran dan tafsirnya secara gratis. Tentu semuanya membutuhkan biaya tersendiri.

Tolong bantu kami meneruskan layanan ini dengan membeli buku digital Jalan Rezeki Berlimpah yang ditulis oleh team TafsirWeb (format PDF, 100 halaman).

Dapatkan panduan dari al-Qur'an dan as-sunnah untuk meraih rezeki berkah berlimpah, dapatkan pahala membantu keberlangsungan kami, Insya Allah.