Surat Ali ‘Imran Ayat 8
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ
Arab-Latin: Rabbanā lā tuzig qulụbanā ba'da iż hadaitanā wa hab lanā mil ladungka raḥmah, innaka antal-wahhāb
Artinya: (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)".
« Ali 'Imran 7 ✵ Ali 'Imran 9 »
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Kandungan Menarik Tentang Surat Ali ‘Imran Ayat 8
Paragraf di atas merupakan Surat Ali ‘Imran Ayat 8 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada pelbagai kandungan menarik dari ayat ini. Didapati pelbagai penjabaran dari para mufassir terkait makna surat Ali ‘Imran ayat 8, sebagiannya sebagaimana terlampir:
📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Dan mereka mengatakan, ”wahai tuhan kami, jangan lah Engkau belokkan hati kami dari keimanan kepadaMU setelah Engkau mengaruniakan hidayah kepada kami, untuk memeluk agama Mu. dan berikanlah kami rahmat yang luas dari karuniaMU, sesungguhnya Engkau adalah maha pemberi, memiliki banyak karunia dan pemberian, Engkau memberi siapa saja yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan.”
📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah
8-9. Para ulama ini senantiasa meminta kepada Allah keteguhan di atas kebenaran, seraya bermunajat dengan khusyu’: “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau menjauhkan hati kami dari kebenaran yang telah Engkau tunjukkan kepada kami, dan berilah kami rahmat yang luas dari-Mu, sungguh Engkau Maha Memberi dan Maha Pemurah bagi yang Engkau kehendaki.
Wahai Tuhan Kami, Engkau akan mengumpulkan seluruh hamba-Mu pada hari yang kedatangannya tidak diragukan, yaitu pada hari kiamat.”
Sungguh janji Allah benar, Dia tidak pernah mengingkari janji kepada para hamba, seperti janji datangnya hari kebangkitan dan lainnya.
📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram
8. Orang-orang yang berilmu tinggi itu berdoa, “Ya Rabb kami, janganlah Engkau belokkan hati kami dari kebenaran setelah Engkau tunjukkan kami kepada kebenaran. Selamatkanlah kami dari azab yang menimpa orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Dan berilah kami rahmat yang luas dari sisi-Mu untuk membimbing hati kami ke jalan yang benar dan memeliharanya dari kesesatan. Sesungguhnya Engkau -wahai Rabb kami- adalah Żat Yang Maha Memberi.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
8. رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا (Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan)
Ini merupakan lanjutan dari perkataan para Rasikhun, yang maknanya adalah mereka berkata Ya Tuhan kami janganlah condongkan hati kami kepada kesesatan dengan mengikuti ayat-ayat mutasyabih sebagaimana condongnya hati orang-orang yang mengikutinya, setelah Engkau memberi petunjuk kepada kami.
📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
8. Orang-orang memiliki ilmu itu berdoa dalam hatinya: “Wahai Tuhan Kami, janganlah engkau palingkan hati kami dari kebenaran dan keimanan, seperti berpalingnya hati orang-orang yang mengikuti ayat mutasyabihat setelah Engkau menunjukkan kami kepada kebenaran dan memberi kami rahmat agung dari sisiMu. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang banyak pemberiannya bagi orang yang Engkau kehendaki, yang mana Engkau memberi taufik dan kebenaran”
📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah
{“Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau palingkan} jadikan tersesat {hati kami setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami dan anugerahkanlah kepada kami rahmat dariMu} berilah kami rahmat dari sisiMu {Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
8. “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan, ” maksudnya, janganlah Engkau menyimpangkan hati kami dari kebenaran kepada kebatilan, “sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisiMu” yang dengannya akan baik kondisi kami, “karena sesungguhnya Engkau-lah maha Pemberi (karunia), ” yakni, karunia dan pemberian yang banyak. Ayat ini patut menjadi sebuah contoh metode yang harus ditempuh dalalm memahami ayat-ayat mutasyabih, yaitu bahwasanya Allah menyebutkan tentang orang-orang yang ilmunya mandalam dimana mereka berdoa kepadaNya agar Allah tidak menjadikan hati-hati mereka condong setelah Dia memberi petunjuk kepada mereka. Dan Allah telah memberitakan pada ayat-ayat yang lain tentang sebab-sebab dari condongnya hati orang-orang yang menyimpang tersebut yaitu bahwa hal itu disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri seperti FirmanNya,
"Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka" QS. -ash_shaf:5
dan FirmanNYa,
"Sesudah itu merekapun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti." QS-At-Taubah:127
dan juga FirmanNya,
"Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat." QS. Al-An’am:110.
Dan seorang hamba bila berpaling dari Rabbnya dan mencintai musuhNya, ia mengetahui kebenaran namun ia berpaling darinya dan mengetahui kebatilan namun memilihnya, maka Allah palingkan ia kepada sesuatu yang ia berpaling kepadaNYa, dan Allah condongkan hatinya sebagai suatu hukuman baginya atas kecondongannya tersebut, dan tidaklah Allah menganiaya dirinya akan tetapi ia telah menganiaya dirinya sendirinya, maka janganlah ia mencela kecuali dirinya sendiri yang memerintahkan kepada keburukan, wallahu a’lam.
📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah
Ayat 7-9
Allah SWT memberitahukan bahwa dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat ayat-ayat muhkamat, (itulah pokok-pokok isi Al qur'an) yaitu ayat-ayat yang menerangkan dalil yang jelas dan tidak ada kerancuan di dalamnya bagi siapa pun. Di antara ayat-ayat lainnya, terdapat ayat-ayat yang mengandung dalil yang bisa menimbulkan keraguan pada banyak orang atau beberapa dari mereka. Maka barangsiapa yang mengembalikan sesuatu yang mengandung keraguan itu pada sesuatu yang jelas, dan mengambil hukum yang jelas untuk menilai yang samar, maka sungguh dia telah mendapatkan petunjuk. Tetapi barangsiapa yang melakukan sebaliknya, maka dia telah tersesat. Oleh karena itu Allah berfirman: (Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an) yaitu merupakan dasar yang menjadi rujukan dari ayat mutasyabihat. (dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat) yaitu dalilnya perlu merujuk pada ayat muhkamat. Dan mengandung hal lain, baik dari segi lafazh dan susunannya, namun bukan dari maknanya. Para ulama’ berbeda pendapat terkait ayat muhkamat dan ayat mutasyabihat. Diriwayatkan dari ulama’ salaf banyak pendapat tentang itu. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ayat muhkamat adalah ayat yang menasakh, menjelaskan tentang halal, haram, hukum-hukum, batasan-batasan, kewajiban-kewajiban, perintah, dan amalan-amalan. Demikian juga diriwayatkan dari ‘Ikrimah, Mujahid, Qatadah, Adh-Dhahhak, Muqatil bin Hayyan, Ar-Rabi’ bin Anas, dan As-Suddi. Mereka berkata bahwa ayat muhkamat adalah ayat yang diamalkan.
Dikatakan bahwa ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat yang dinasakh, ayat yang didahulukan, diakhirkan, ayat perumpamaan, sumpah, sesuatu yang diimani, dan sesuatu yang tidak diamalkan. Hal ini diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas
Dikatakan juga bahwa ayat mutasyabihat adalah huruf-huruf muqatha’ah di awal-awal surat. Pendapat ini diungkapkan oleh Muqatil bin Hayyan.
Diriwayatkan dari Mujahid bahwa ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang saling membenarkan satu sama lain.
Ini adalah penjelasan firmanNya: (Al-Qur'an yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang) [Surah Az-Zumar: 23] Di sini mereka menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ayat mutasyabihat adalah kalam dalam satu konteks, dan yang dimaksud dengan “Al-Matsani” adalah kalam tentang dua hal yang saling berlawanan, seperti deskripsi tentang surga dan neraka, menyebutkan keadaan orang-orang yang berbuat kebajikan kemudian keadaan orang-orang yang durhaka, dan sejenisnya. Adapun di sini, yang dimaksud dengan “mutasyabih” adalah yang berlawanan dengan “muhkamat”. Pendapat paling baik dalam hal ini adalah apa yang telah kami sebutkan sebelumnya, yaitu yang dijelaskan oleh Muhammad bin Ishaq bin Yasar yang mengatakan,“Di dalamnya terdapat ayat-ayat muhkamat yang merupakan hujjah Tuhan, perlindungan bagi para hamba, jawaban bagi lawan-lawan dan kebathilan, tidak dipengaruhi, dan tidak diubah dari apa yang telah ditetapkan. Dia berkata: "Adapun ayat mutasyabihat yang benar adalah ada kemungkinan untuk ditafsirkan, dan dita’wilkan, dimana Allah menguji hamba-hambaNya melalui hal-hal ini, sebagaimana Dia menguji mereka dalam halal dan haram, agar mereka tidak disesatkan kebathilan dan memutarbalikkan kebenaran.
Oleh karena itu, Allah berfirman: (Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan) yaitu tersesat dan keluar dari kebenaran menuju kepada kebathilan, (maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya) yaitu mereka mengambil dari Al-Quran hanya ayat yang mutasyabihat, yang dapat mereka putarbalikkan sesuai dengan niat buruk mereka, dan mereka menjadikan hal itu melalui lafazhnya agar sesuai dengan kecenderungan mereka. Adapun ayat muhkamat, maka tidak celah bagi mereka di dalamnya, karena itu untuk menghalangi dan menjadi hujjah atas mereka. Oleh karena itu, Allah berfirman: (untuk menimbulkan fitnah) yaitu menyesatkan para pengikutnya dengan memberikan mereka ilusi bahwa mereka behujjah menggunakan Al-Quran untuk bid’ah mereka, padahal itu adalah hujjah atas mereka, bukan untuk mereka. Sebagaimana jika orang-orang Nasrani menggunakan dalil bahwa Al-Quran menyatakan bahwa nabi Isa adalah ruh Allah dan kalimatNya yang Dia taruh kepada Maryam, dan mereka mengabaikan hujjah dari firmanNya: (Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian)) [Surah Az-Zukhruf: 59], dan (Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia (59)) [Surah Ali 'Imran), dan ayat-ayat muhkamat lainnya yang menerangkan bahwa nabi Isa adalah makhluk Allah, hambaNya, dan salah satu rasulNya.
Firman Allah SWT: (untuk mencari-cari ta'wilnya) yaitu: mengubahnya sesuai dengan keinginan mereka. Muqatil bin Hayyan dan As-Suddi berkata: “Mereka ingin mengetahui apa yang akan terjadi dan akibat dari segala sesuatu dalam Al-Quran”.
Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata: “Rasulullah membaca: (Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat) hingga (orang-orang yang berakal). Hingga beliau bersabda: “Apabila kalian melihat orang-orang berdebat tentang ayat-ayat yang mutasyabihat, mereka adalah orang-orang yang dimaksudkan oleh Allah, maka berhati-hatilah terhadap mereka.”
Diriwayatkan dari Abu Ghalib, dia berkata: “Aku mendengar Abu Umamah mengisahkan tentang Nabi SAW tentang firmanNya: (Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihat daripadanya), beliau bersabda: “Mereka adalah Khawarij”.
Terkait firmanNya: (pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram) [Surah Ali 'Imran: 106], beliau bersabda: “Mereka adalah Khawarij”. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih tanpa meriwayatkan dari siapapun dari Abu Ghalib dari Abu Umamah dengan sanad yang marfu’. Hadits ini lebih sedikit pembagiannya, dan menurut pendapat para sahabat merupakan hadits mauquf, dan maknanya shahih. karena bid'ah pertama yang muncul dalam Islam adalah fitnah dari Khawarij. Mereka adalah pertama-tama muncul karena persoalan dunia, yaitu ketika Nabi SAW membagikan harta rampasan dari perang Hunain. Seakan-akan mereka berpikir dengan akal mereka yang rusak bahwa pembagian harta itu tidak adil. Lalu mereka mengajukan keluhan ini kepada Nabi. Salah satu dari mereka, Dhul Khuwaishirah berkata: "Hendaklah engkau berlaku adil, karena engkau tidak berlaku adil”. Lalu Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Sungguh aku akan celaka dan merugi Jika aku tidak berlaku adil, Apakah patut Allah akan mempercayakan kepadaku atas penduduk bumi, sedangkan kalian tidak mempercayaiku?” Setelah pria itu pergi, Umar bin Khattab (dalam riwayat lain adalah Khalid bin Walid) meminta izin Rasulullah untuk membunuhnya, tetapi Nabi bersabda: “Biarkanlah dia, karena dia akan melahirkan kaum (yaitu dari kelompoknya) yang suka berdebat. Kaum yang yang salah seorang diantara kalian meremehkan shalatnya sekalipun dia shalat, dan meremehkan puasanya sekalipun dia puasa, mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah keluar dari busur. Dimana pun kalian menemui mereka, bunuhlah mereka, karena dalam kematian mereka terdapat pahala bagi siapa saja yang membunuh mereka.”
Firman Allah SWT: (padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah) para ulama’ qira’ah berbeda pendapat terkait waqaf di sini. Dikatakan bahwa ada pada lafazh jalalah.
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa dalam bacaan Abdullah bin Mas'ud: (inna ta’wiilahu, lla ‘indallah, war raasikhuuna fil ‘ilmi yaquuluuna aamannnaa bih) Demikian juga diriwayatkan dari Abu bin Ka'b. Ibnu Jarir memilih pendapat ini.
Di antara mereka ada yang berhenti pada firmanNya: (War raasikhuuna fil ;ilmi), dan banyak diikuti oleh para mufasir dan ahli ushul fiqh.
Ibnu Abi Najih meriwayatkan dari Mujahid, (war raasikhuuna fil ‘ilmi ya’lamuuna ta’wiilahu wa yaquuluuna aamannnaa bih)
Dalam hadits yang disebutkan bahwa Rasulullah SAW berdoa untuk Ibnu Abbas, seraya bersabda, "Ya Allah, pandaikanlah dia dalam agama dan ajarkanlah ilmu tafsir” Di antara para ulama terdapat orang-orang yang telah menjelaskan kedudukan ini. Ada yang berkata,”Ta’wil adalah penafsiran” dan yang dimaksud dengan ta’wil dalam Al-Quran itu memiliki dua makna: Pertama, bahwa ta’wil adalah makna dari hakikan sebuah sesuatu dan sesuatu yang dita’wilkan. Di antaranya adalah firman Allah: (Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: "Wahai ayahku inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan) (Surah Yusuf:100) dan firmanNya: (Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran itu) (Surah Al-A'raf: 53) yaitu hakikat dari sesuatu yang diberitakan kepada mereka, yaitu sesuatu yang dirujuk. Maka jika menginginkan ta’wil yang sesuai dengan pendapat ini, maka waqafnya adalah pada lafazh jalalah. Karena hakikat dan esensi segala sesuatu itu tidak akan bisa diketahui dengan jelas kecuali Allahdan firmanNya (War raasikhuuna fil ‘ilmi) menjadi mubtada’ , sedangkan (yaquuluuna aamanna) adalah khabarnya. Adapun jika menghendaki bahwa ta’wil itu memiliki makna lain yang berarti penafsiran, penjelasan, dan keterangan tentang sesuatu, seperti firmanNya: (Berikanlah kepada kami ta'birnya) (Surah Yusuf:36) yaitu dengan penafsirannya. Maka jika menghendaki ta’wil dengan makna ini, maka waqafnya pada (war raasikhuuna fil ‘ilmi) karena mereka tidak mengetahui dan memahami tentang apa yang mereka berbicarakan tentang itu dengan ungkapan ini. Jika mereka tidak memiliki pemahaman tentang hakikan segala sesuatu dari esensinya maka dia tidak berhak atas hal itu. Berdasarkan hal ini, firman Allah (Yaquuluuna aamanna bih) menjadi haal dari mereka. Hal ini diperbolehkan. Bisa juga menjadi ma’thuf tanpa adanya ma’thuf ‘alaih, sebagaimana firmanNya ((Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka) sampai firmanNya (Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami….) (Surah Al-Hasyr,: 8-10)
Firman Allah memberitakan tentang mereka, bahwa (mereka berkata: "Kami beriman kepadanya”) yaitu kepada ayat-ayat mutasyabihat, (semuanya itu dari sisi Tuhan kami) yaitu, baik ayat muhkamat maupun ayat mutasyabihat itu adalah kebenaran. Setiap bagian dari keduanya saling membenarkan dan memberikan kesaksian, karena semuanya dari sisi Allah, dan tidak ada sesuatu pun dari sisi Allah itu berbeda atau bertentangan, sebagaimana firmanNya: (Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya (82)) (Surah An-Nisa). Oleh karena itu Allah berfirman: (Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal), yaitu hanya orang yang bisa memahami, memikirkan dan merenungi maknanya, karena akal sehat dan pemahaman mereka yang lurus.
Kemudian Allah berfirman seraya memberitahukan tentang mereka bahwa mereka berdoa kepada Tuhan mereka, seraya berkata: (Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami) yaitu janganlah Engkau mengalihkan hati kami dari petunjuk setelah Engkau menetapkannya bagi kami, dan janganlah Engkau jadikan kami seperti orang-orang yang hatinya beralih, yaitu mereka yang mencari-cari pertentangan dalam ayat-ayat mutasyabihat Al-Quran. Akan tetapi tetapkanlah kami di jalan yang lurus dan agamaMu yang kokoh, (dan karuniakanlah kepada kami dari sisiMu) yaitu dari sisiMu (rahmat) yang menjaga hati kami dan menyatukan kecenderungan kami, serta tambahkanlah kepada kami dengan rahmat itu iman dan keyakinan, (sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)).
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwa Nabi SAW biasa berdoa: "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamaMu" Kemudian beliau membaca: (Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisiMu; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)" (8)).
Firman Allah: ("Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya". Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji (9)) yaitu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau akan mengumpulkan makhlukMu pada hari mereka dikembalikan. Engkau memutuskan atas perkara-perkara yang mereka perselisihkan, dan memberi balasan kepada setiap orang sesuai dengan amalnya di dunia baik itu amal yang baik maupun yang buruk.
📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi
Surat Ali ‘Imran ayat 8: Hai Tuhan kami! Janganlah Engkau gelincirkan hati kami sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami; dan karuniakanlah rahmat daripada-Mu bagi kami, karena sesungguhnya Engkaulah Yang amat mengaruniai.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Ali ‘Imran Ayat 8
Menggunakan akal semata akan membuat seseorang mudah tergelincir. Oleh karenanya, orang-orang yang mendalam ilmunya dan mantap imannya selalu berdoa, ya tuhan kami, janganlah engkau condongkan hati kami kepada kesesatan sebagaimana halnya mereka yang mencaricari takwil ayat-ayat mutasyabih untuk menimbulkan keraguan, setelah engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat yang mencakup segala jenis dan macamnya, antara lain berupa kemantapan iman, ketenangan batin, kemudahan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Rahmat itu bersumber dan langsung dari sisi-Mu, turun secara berkesinambungan dan tanpa mengharap imbalan apa pun, sebab sesungguhnya engkau maha pemberi. Mereka tidak hanya mengajukan permohonan yang berkaitan dengan kehidupan di dunia, tetapi juga menegaskan keyakinan tentang keniscayaan hari akhir. Ya tuhan kami, engkaulah yang mengumpulkan manusia pada hari yang tidak ada keraguan padanya, yaitu pada hari kiamat. Sungguh, Allah tidak menyalahi janji.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Itulah bermacam penafsiran dari berbagai mufassir berkaitan makna dan arti surat Ali ‘Imran ayat 8 (arab-latin dan artinya), moga-moga memberi kebaikan bagi kita semua. Bantu usaha kami dengan memberikan link ke halaman ini atau ke halaman depan TafsirWeb.com.