Surat Ali ‘Imran Ayat 9

رَبَّنَآ إِنَّكَ جَامِعُ ٱلنَّاسِ لِيَوْمٍ لَّا رَيْبَ فِيهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُخْلِفُ ٱلْمِيعَادَ

Arab-Latin: Rabbanā innaka jāmi'un-nāsi liyaumil lā raiba fīh, innallāha lā yukhliful-mī'ād

Artinya: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya". Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.

« Ali 'Imran 8Ali 'Imran 10 »

Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Pelajaran Menarik Terkait Surat Ali ‘Imran Ayat 9

Paragraf di atas merupakan Surat Ali ‘Imran Ayat 9 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada sekumpulan pelajaran menarik dari ayat ini. Didapati sekumpulan penjabaran dari kalangan mufassir mengenai kandungan surat Ali ‘Imran ayat 9, antara lain sebagaimana di bawah ini:

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

Wahai tuhan kami, sesungguhnya kami mengakui dan bersaksi bahwa Engkau akan mengumpulkan seluruh manusia pada hari yang tidak ada keraguan sama sekali tentangnya, yaitu hari kiamat,sesungguhnya Engkau tidak memungkiri janji yang Engkau sampaikan kepada hamba-hambaMU.


📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram

9. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau akan mengembalikan semua manusia kepada-Mu untuk memperhitungkan amal mereka pada hari yang tidak ada keraguan terhadapnya. Karena hari itu pasti akan datang, tidak mungkin tidak. Sesungguhnya Engkau -wahai Rabb kami- tidak akan ingkar janji.”


📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

9. رَبَّنَآ إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ (Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia)
Yakni yang membangkitkan dan menghidupkan mereka.

لِيَوْمٍ ((pada) hari)
Yakni pada hari kiamat untuk melakukan hisab dihari yang tak ada keraguan padanya.

لَّا رَيْبَ فِيهِ ۚ ( yang tak ada keraguan padanya)
Yakni yang tidak ada keraguan atas kejadiannya dan kejadian yang ada didalamnya seperti hisab dan pembalasan.
Yakni memenuhi janji bagi tuhan adalah sesuatu yang tidak ada keraguan didalamnya.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

9. Wahai Tuhan Kami, Sesungguhnya Engkau akan mengumpulkan, membangkitkan, dan menghidupkan manusia untuk dibalas pada hari dimana tiada keraguan di dalamnya, yaitu hari kiamat. Sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janjiNya untuk membangkitkan dan menghisab.


📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah

Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkaulah yang mengumpulkan manusia pada hari yang tidak ada keraguan di dalamnya.”} tidak ada keraguan tentangnya {Sesungguhnya Allah tidak mungkin mengingkari janji


📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

9. Ayat ini adalah penyempurna perkataan orang-orang yang mendalam ilmunya, yaitu mengandung kepercayaan terhadap kebangkitan, pembalasan dan keyakinan yang sempurna, dan bahwasanya Allah pasti menunaikan janjiNya. Dan itu semua mengharuskan adanya amal dan persiapan untuk menghadapi hari tersebut, karena beriman kepada Hari Kebangkitan adalah asas dari kebaikan hati, dasar dari keinginan kepada kebaikan dan kekhawatiran dari kejahatan, di mana kedua hal itu adalah pondasi dari segala kebajikan.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

Ayat 7-9
Allah SWT memberitahukan bahwa dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat ayat-ayat muhkamat, (itulah pokok-pokok isi Al qur'an) yaitu ayat-ayat yang menerangkan dalil yang jelas dan tidak ada kerancuan di dalamnya bagi siapa pun. Di antara ayat-ayat lainnya, terdapat ayat-ayat yang mengandung dalil yang bisa menimbulkan keraguan pada banyak orang atau beberapa dari mereka. Maka barangsiapa yang mengembalikan sesuatu yang mengandung keraguan itu pada sesuatu yang jelas, dan mengambil hukum yang jelas untuk menilai yang samar, maka sungguh dia telah mendapatkan petunjuk. Tetapi barangsiapa yang melakukan sebaliknya, maka dia telah tersesat. Oleh karena itu Allah berfirman: (Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an) yaitu merupakan dasar yang menjadi rujukan dari ayat mutasyabihat. (dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat) yaitu dalilnya perlu merujuk pada ayat muhkamat. Dan mengandung hal lain, baik dari segi lafazh dan susunannya, namun bukan dari maknanya. Para ulama’ berbeda pendapat terkait ayat muhkamat dan ayat mutasyabihat. Diriwayatkan dari ulama’ salaf banyak pendapat tentang itu. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ayat muhkamat adalah ayat yang menasakh, menjelaskan tentang halal, haram, hukum-hukum, batasan-batasan, kewajiban-kewajiban, perintah, dan amalan-amalan. Demikian juga diriwayatkan dari ‘Ikrimah, Mujahid, Qatadah, Adh-Dhahhak, Muqatil bin Hayyan, Ar-Rabi’ bin Anas, dan As-Suddi. Mereka berkata bahwa ayat muhkamat adalah ayat yang diamalkan.
Dikatakan bahwa ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat yang dinasakh, ayat yang didahulukan, diakhirkan, ayat perumpamaan, sumpah, sesuatu yang diimani, dan sesuatu yang tidak diamalkan. Hal ini diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas
Dikatakan juga bahwa ayat mutasyabihat adalah huruf-huruf muqatha’ah di awal-awal surat. Pendapat ini diungkapkan oleh Muqatil bin Hayyan.
Diriwayatkan dari Mujahid bahwa ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang saling membenarkan satu sama lain.
Ini adalah penjelasan firmanNya: (Al-Qur'an yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang) [Surah Az-Zumar: 23] Di sini mereka menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ayat mutasyabihat adalah kalam dalam satu konteks, dan yang dimaksud dengan “Al-Matsani” adalah kalam tentang dua hal yang saling berlawanan, seperti deskripsi tentang surga dan neraka, menyebutkan keadaan orang-orang yang berbuat kebajikan kemudian keadaan orang-orang yang durhaka, dan sejenisnya. Adapun di sini, yang dimaksud dengan “mutasyabih” adalah yang berlawanan dengan “muhkamat”. Pendapat paling baik dalam hal ini adalah apa yang telah kami sebutkan sebelumnya, yaitu yang dijelaskan oleh Muhammad bin Ishaq bin Yasar yang mengatakan,“Di dalamnya terdapat ayat-ayat muhkamat yang merupakan hujjah Tuhan, perlindungan bagi para hamba, jawaban bagi lawan-lawan dan kebathilan, tidak dipengaruhi, dan tidak diubah dari apa yang telah ditetapkan. Dia berkata: "Adapun ayat mutasyabihat yang benar adalah ada kemungkinan untuk ditafsirkan, dan dita’wilkan, dimana Allah menguji hamba-hambaNya melalui hal-hal ini, sebagaimana Dia menguji mereka dalam halal dan haram, agar mereka tidak disesatkan kebathilan dan memutarbalikkan kebenaran.
Oleh karena itu, Allah berfirman: (Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan) yaitu tersesat dan keluar dari kebenaran menuju kepada kebathilan, (maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya) yaitu mereka mengambil dari Al-Quran hanya ayat yang mutasyabihat, yang dapat mereka putarbalikkan sesuai dengan niat buruk mereka, dan mereka menjadikan hal itu melalui lafazhnya agar sesuai dengan kecenderungan mereka. Adapun ayat muhkamat, maka tidak celah bagi mereka di dalamnya, karena itu untuk menghalangi dan menjadi hujjah atas mereka. Oleh karena itu, Allah berfirman: (untuk menimbulkan fitnah) yaitu menyesatkan para pengikutnya dengan memberikan mereka ilusi bahwa mereka behujjah menggunakan Al-Quran untuk bid’ah mereka, padahal itu adalah hujjah atas mereka, bukan untuk mereka. Sebagaimana jika orang-orang Nasrani menggunakan dalil bahwa Al-Quran menyatakan bahwa nabi Isa adalah ruh Allah dan kalimatNya yang Dia taruh kepada Maryam, dan mereka mengabaikan hujjah dari firmanNya: (Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian)) [Surah Az-Zukhruf: 59], dan (Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia (59)) [Surah Ali 'Imran), dan ayat-ayat muhkamat lainnya yang menerangkan bahwa nabi Isa adalah makhluk Allah, hambaNya, dan salah satu rasulNya.
Firman Allah SWT: (untuk mencari-cari ta'wilnya) yaitu: mengubahnya sesuai dengan keinginan mereka. Muqatil bin Hayyan dan As-Suddi berkata: “Mereka ingin mengetahui apa yang akan terjadi dan akibat dari segala sesuatu dalam Al-Quran”.
Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata: “Rasulullah membaca: (Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat) hingga (orang-orang yang berakal). Hingga beliau bersabda: “Apabila kalian melihat orang-orang berdebat tentang ayat-ayat yang mutasyabihat, mereka adalah orang-orang yang dimaksudkan oleh Allah, maka berhati-hatilah terhadap mereka.”
Diriwayatkan dari Abu Ghalib, dia berkata: “Aku mendengar Abu Umamah mengisahkan tentang Nabi SAW tentang firmanNya: (Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihat daripadanya), beliau bersabda: “Mereka adalah Khawarij”.
Terkait firmanNya: (pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram) [Surah Ali 'Imran: 106], beliau bersabda: “Mereka adalah Khawarij”. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih tanpa meriwayatkan dari siapapun dari Abu Ghalib dari Abu Umamah dengan sanad yang marfu’. Hadits ini lebih sedikit pembagiannya, dan menurut pendapat para sahabat merupakan hadits mauquf, dan maknanya shahih. karena bid'ah pertama yang muncul dalam Islam adalah fitnah dari Khawarij. Mereka adalah pertama-tama muncul karena persoalan dunia, yaitu ketika Nabi SAW membagikan harta rampasan dari perang Hunain. Seakan-akan mereka berpikir dengan akal mereka yang rusak bahwa pembagian harta itu tidak adil. Lalu mereka mengajukan keluhan ini kepada Nabi. Salah satu dari mereka, Dhul Khuwaishirah berkata: "Hendaklah engkau berlaku adil, karena engkau tidak berlaku adil”. Lalu Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Sungguh aku akan celaka dan merugi Jika aku tidak berlaku adil, Apakah patut Allah akan mempercayakan kepadaku atas penduduk bumi, sedangkan kalian tidak mempercayaiku?” Setelah pria itu pergi, Umar bin Khattab (dalam riwayat lain adalah Khalid bin Walid) meminta izin Rasulullah untuk membunuhnya, tetapi Nabi bersabda: “Biarkanlah dia, karena dia akan melahirkan kaum (yaitu dari kelompoknya) yang suka berdebat. Kaum yang yang salah seorang diantara kalian meremehkan shalatnya sekalipun dia shalat, dan meremehkan puasanya sekalipun dia puasa, mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah keluar dari busur. Dimana pun kalian menemui mereka, bunuhlah mereka, karena dalam kematian mereka terdapat pahala bagi siapa saja yang membunuh mereka.”
Firman Allah SWT: (padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah) para ulama’ qira’ah berbeda pendapat terkait waqaf di sini. Dikatakan bahwa ada pada lafazh jalalah.
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa dalam bacaan Abdullah bin Mas'ud: (inna ta’wiilahu, lla ‘indallah, war raasikhuuna fil ‘ilmi yaquuluuna aamannnaa bih) Demikian juga diriwayatkan dari Abu bin Ka'b. Ibnu Jarir memilih pendapat ini.
Di antara mereka ada yang berhenti pada firmanNya: (War raasikhuuna fil ;ilmi), dan banyak diikuti oleh para mufasir dan ahli ushul fiqh.
Ibnu Abi Najih meriwayatkan dari Mujahid, (war raasikhuuna fil ‘ilmi ya’lamuuna ta’wiilahu wa yaquuluuna aamannnaa bih)
Dalam hadits yang disebutkan bahwa Rasulullah SAW berdoa untuk Ibnu Abbas, seraya bersabda, "Ya Allah, pandaikanlah dia dalam agama dan ajarkanlah ilmu tafsir” Di antara para ulama terdapat orang-orang yang telah menjelaskan kedudukan ini. Ada yang berkata,”Ta’wil adalah penafsiran” dan yang dimaksud dengan ta’wil dalam Al-Quran itu memiliki dua makna: Pertama, bahwa ta’wil adalah makna dari hakikan sebuah sesuatu dan sesuatu yang dita’wilkan. Di antaranya adalah firman Allah: (Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: "Wahai ayahku inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan) (Surah Yusuf:100) dan firmanNya: (Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran itu) (Surah Al-A'raf: 53) yaitu hakikat dari sesuatu yang diberitakan kepada mereka, yaitu sesuatu yang dirujuk. Maka jika menginginkan ta’wil yang sesuai dengan pendapat ini, maka waqafnya adalah pada lafazh jalalah. Karena hakikat dan esensi segala sesuatu itu tidak akan bisa diketahui dengan jelas kecuali Allahdan firmanNya (War raasikhuuna fil ‘ilmi) menjadi mubtada’ , sedangkan (yaquuluuna aamanna) adalah khabarnya. Adapun jika menghendaki bahwa ta’wil itu memiliki makna lain yang berarti penafsiran, penjelasan, dan keterangan tentang sesuatu, seperti firmanNya: (Berikanlah kepada kami ta'birnya) (Surah Yusuf:36) yaitu dengan penafsirannya. Maka jika menghendaki ta’wil dengan makna ini, maka waqafnya pada (war raasikhuuna fil ‘ilmi) karena mereka tidak mengetahui dan memahami tentang apa yang mereka berbicarakan tentang itu dengan ungkapan ini. Jika mereka tidak memiliki pemahaman tentang hakikan segala sesuatu dari esensinya maka dia tidak berhak atas hal itu. Berdasarkan hal ini, firman Allah (Yaquuluuna aamanna bih) menjadi haal dari mereka. Hal ini diperbolehkan. Bisa juga menjadi ma’thuf tanpa adanya ma’thuf ‘alaih, sebagaimana firmanNya ((Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka) sampai firmanNya (Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami….) (Surah Al-Hasyr,: 8-10)
Firman Allah memberitakan tentang mereka, bahwa (mereka berkata: "Kami beriman kepadanya”) yaitu kepada ayat-ayat mutasyabihat, (semuanya itu dari sisi Tuhan kami) yaitu, baik ayat muhkamat maupun ayat mutasyabihat itu adalah kebenaran. Setiap bagian dari keduanya saling membenarkan dan memberikan kesaksian, karena semuanya dari sisi Allah, dan tidak ada sesuatu pun dari sisi Allah itu berbeda atau bertentangan, sebagaimana firmanNya: (Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya (82)) (Surah An-Nisa). Oleh karena itu Allah berfirman: (Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal), yaitu hanya orang yang bisa memahami, memikirkan dan merenungi maknanya, karena akal sehat dan pemahaman mereka yang lurus.
Kemudian Allah berfirman seraya memberitahukan tentang mereka bahwa mereka berdoa kepada Tuhan mereka, seraya berkata: (Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami) yaitu janganlah Engkau mengalihkan hati kami dari petunjuk setelah Engkau menetapkannya bagi kami, dan janganlah Engkau jadikan kami seperti orang-orang yang hatinya beralih, yaitu mereka yang mencari-cari pertentangan dalam ayat-ayat mutasyabihat Al-Quran. Akan tetapi tetapkanlah kami di jalan yang lurus dan agamaMu yang kokoh, (dan karuniakanlah kepada kami dari sisiMu) yaitu dari sisiMu (rahmat) yang menjaga hati kami dan menyatukan kecenderungan kami, serta tambahkanlah kepada kami dengan rahmat itu iman dan keyakinan, (sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)).
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwa Nabi SAW biasa berdoa: "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamaMu" Kemudian beliau membaca: (Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisiMu; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)" (8)).
Firman Allah: ("Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya". Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji (9)) yaitu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau akan mengumpulkan makhlukMu pada hari mereka dikembalikan. Engkau memutuskan atas perkara-perkara yang mereka perselisihkan, dan memberi balasan kepada setiap orang sesuai dengan amalnya di dunia baik itu amal yang baik maupun yang buruk.


📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi

Surat Ali ‘Imran ayat 9: "Hai Tuhan kami! Sesungguhnya Engkaulah Pengumpul manusia di hari yang tidak ada syak padanya , sesungguhnya Allah itu tidak menyalahi janji.


📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Tujuan dari do'a ini adalah menjelaskan bahwa hati mereka tertuju kepada akhirat. Oleh karena itu, mereka meminta keteguhan di atas hidayah agar memperoleh pahalanya. Pada beberapa ayat di atas, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memuji orang-orang yang ilmunya mendalam dengan tujuh sifat yang merupakan tanda kebahagiaan:

1. Ilmu, sebagai sarana yang menyampaikan mereka kepada Allah.

2. Ilmunya yang mendalam.

3. Beriman kepada semua kitab dan mengembalikan ayat yang mutasyabihat kepada ayat yang muhkamat.

4. Meminta kepada Allah ampunan dan keselamatan dari musibah yang menimpa orang-orang yang tersesat.

5. Mereka mengakui nikmat hidayah yang diberikan Allah.

6. Mereka meminta kepada Allah rahmat-Nya yang mengandung keberhasilan memperoleh kebaikan dan terhindar dari keburukan. Mereka bertawassul dengan nama-Nya Al Wahhab.

7. Keimanan dan keyakinan mereka yang mendalam kepada hari kiamat dan rasa takut mereka kepada hari itu sehingga membuahkan amal.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Ali ‘Imran Ayat 9

Mereka tidak hanya mengajukan permohonan yang berkaitan dengan kehidupan di dunia, tetapi juga menegaskan keyakinan tentang keniscayaan hari akhir. Ya tuhan kami, engkaulah yang mengumpulkan manusia pada hari yang tidak ada keraguan padanya, yaitu pada hari kiamat. Sungguh, Allah tidak menyalahi janji. Sesungguhnya orang-orang yang kafir, yang menutupi tanda-tanda keesaan dan kebesaran Allah serta mengingkari petunjuk-petunjuknya, bagi mereka tidak akan berguna sedikit pun harta benda yang Allah berikan kepada mereka walau sebanyak apa pun, dan demikian pula anak-anak mereka walau sebanyak dan sehebat apa pun, terhadap azab Allah di dunia. Mereka juga tidak dapat menolak siksa-Nya di akhirat kelak, dan bahkan mereka itu menjadi bahan bakar api neraka.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Itulah beraneka penjelasan dari kalangan pakar tafsir mengenai kandungan dan arti surat Ali ‘Imran ayat 9 (arab-latin dan artinya), semoga membawa manfaat untuk ummat. Dukunglah syi'ar kami dengan mencantumkan tautan ke halaman ini atau ke halaman depan TafsirWeb.com.

Link Paling Sering Dibaca

Ada banyak topik yang paling sering dibaca, seperti surat/ayat: At-Takatsur, Al-Baqarah 286, An-Nur 2, Al-Isra 23, Al-Baqarah 83, Asy-Syams. Juga Yunus 40-41, Ali Imran, Al-Mujadalah 11, Al-Ma’idah 2, Al-Hujurat 12, Az-Zalzalah.

  1. At-Takatsur
  2. Al-Baqarah 286
  3. An-Nur 2
  4. Al-Isra 23
  5. Al-Baqarah 83
  6. Asy-Syams
  7. Yunus 40-41
  8. Ali Imran
  9. Al-Mujadalah 11
  10. Al-Ma’idah 2
  11. Al-Hujurat 12
  12. Az-Zalzalah

Pencarian: qs al an'am 32, yasin ayat 80, albaqarah ayat 23, surat yasin ayat 40 arab, surat al ahzab ayat 22

Bantu Kami

Setiap bulan TafsirWeb melayani 1.000.000+ kunjungan kaum muslimin yang ingin membaca al-Quran dan tafsirnya secara gratis. Tentu semuanya membutuhkan biaya tersendiri.

Tolong bantu kami meneruskan layanan ini dengan membeli buku digital Jalan Rezeki Berlimpah yang ditulis oleh team TafsirWeb (format PDF, 100 halaman).

Dapatkan panduan dari al-Qur'an dan as-sunnah untuk meraih rezeki berkah berlimpah, dapatkan pahala membantu keberlangsungan kami, Insya Allah.