Surat Al-Baqarah Ayat 183

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba 'alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba 'alallażīna ming qablikum la'allakum tattaqụn

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

« Al-Baqarah 182Al-Baqarah 184 »

Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Hikmah Berharga Mengenai Surat Al-Baqarah Ayat 183

Paragraf di atas merupakan Surat Al-Baqarah Ayat 183 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada beberapa hikmah berharga dari ayat ini. Diketemukan beberapa penafsiran dari berbagai ahli tafsir terkait isi surat Al-Baqarah ayat 183, di antaranya sebagaimana terlampir:

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul Nya dan mengerjakan amal sholeh sesuai dengan ajaran syariat Nya, Allah telah mewajibkan berpuasa atas kalian sebagaimana telah mewajibkan atas umat sebelum kalian supaya kalian bertakwa kepada Tuhan kalian, maka kalian menjadikan antara diri kalian dengan perbuatan-perbuatan maksiat dinding pelindung dengan taat kepada Nya dan beribadah kepada Nya semata.


📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

183. Hai orang-orang yang beriman, diharuskan bagi kalian untuk berpuasa sebagaimana Allah telah mengharuskannya bagi umat-umat sebelumnya agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa kepada Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Ibnu Asyur menyebutkan tiga tujuan dari penyebutan bahwa puasa juga diwajibkan bagi umat-umat terdahulu:
Agar umat Islam memperhatikan ibadah ini, sebab ibadah ini telah disyariatkan Allah sebelum umat Islam, kemudian Allah mensyariatkannya pula bagi umat Islam, hal ini menunjukkan kebaikan yang dikandungnya dan besar pahalanya.

Agar umat Islam tidak merasa berat dalam menjalankannya, sebab mereka telah mendapat teladan dari umat terdahulu.

Agar menguatkan tekat dalam menjalankan kewajiban ini dan tidak lalai.


Adapun firman Allah {لعلكم تتقون} untuk menjelaskan hikmah dari ibadah puasa dan tujuan disyariatkannya. (at-Tahrir wa at-Tanwir 2/154-156).


📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram

183. Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya, diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat sebelum kalian, agar kalian bertakwa kepada Allah, yaitu dengan cara membuat tabir penghalang antara diri kalian dan azab Allah melalui amal saleh. Salah satu amal saleh yang paling utama ialah puasa.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

183. كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ (diwajibkan atas kamu berpuasa)
Yakni Allah mewajibkan atas kalian untuk berpuasa; yaitu menahan segala yang membatalkan puasa disertai dengan niat untuk menjalankannya, dimulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.

كَمَا كُتِبَ (sebagaimana diwajibkan)
Yakni sebagaimana Allah mewajibkannya.

عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ (atas orang-orang sebelum kamu)
Yakni mereka adalah umat Nabi Musa dan Isa.

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (kamu agar kamu bertakwa)
Yakni dengan menjaga puasa tersebut; karena puasa melemahkan keinginan hawa nafsu.


📚 Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia

1 ). Diantara kebaikan Allah kepada hamba-hamba Nya bahwasanya Dia tidak menghadapkan mereka dengan penderitaan yang sangat besar, dan dari makna ini sebagian ulama mengatakan : sesungguhnya Allah mengatakan pada perkara-perkara yang dibenci : { كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ } , walaupun telah diketahui bahwa Dialah yang mewajibkan syari'at itu, tetapi ketika Dia datang kepada perkara yang menghantarkan kepada ketenagan Ia berkata : { كَتَبَ عَلَىٰ نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ } "Dia telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang" [ al-An'am : 12 ].

2 ). Jika anda memperhatikan firman Allah : { كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ } dan bagaiman sikap kaum muslimin menerima kewajiban syari'at ini dengan segala keridhoan yang mereka miliki, lalu anda membandingkan dengan sikap bani Isra'il yang tidak tanggap dengan perintah menyembelih seekor sapi saja! anda akan mengetahui betapa mulianya ummat ini dantara seluruh ummat.

3 ). - Bahwasanya puasa Ahli kitab pada awalnya ditetapkan dengan landasan ru'yah dan bukan dengan hisab, sebagaimana yang difahami dengan lafazh : { كَمَا } akan tetapi mereka kemudian merubah dan mengganti setelah ditetapkannya syari'at itu.

- Kecintaan Allah terhadap syari'at ini, oleh karena itu Dia mensyari'atkan kepada seluruh ummat.

4 ). Sesungguhnya puasa itu menjaga stamina tubuh dan kesehatan hati, dan mengembalikan kepadamya apa yang telah dirampas oleh tangan-tangan syahwat, dan puasa merupakan sebaik-baik penolong menuju kepada ketaqwaan.

5 ). { لَعَلَّكُمْ } Lafazh لعل dalam ayat ini adalah untuk menjelaskan sebab, yakni puasa menjadi sebab kalian bertaqwa, dan dari sini qo'idah mufidah : bahwa lafazh ( لعل ) ketika datang setelah perintah maka dia menjelaskan sebab, sebagaimana firman Allah setelah ayat ini : { وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ } "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran" .

6 ). Romadhon merupakan madrasah taqwa, perhatikanlah bagaimana kata taqwa disebutkan diawal ayat dan di akhir ayat diantara ayat-ayat puasa; hal itu karena puasa menjadi salah satu hal yang paling agung untuk mewujudkan ketaqwaan dalam diri seorang hamba, maka hendaklah kita melihat bagaimana pengaruh puasa terhadap ketaqwaan kita kepada Allah baik dalam hal pendengaran dan penglihatan maupun ucapan; agar kita bisa mencapai sebuah tujuan yang mulia : { لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ } .


📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

183. Wahai orang-orang yang beriman, Allah telah mewajibkan bagi kalian untuk berpuasa dengan menahan syahwat perut dan farji dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan ikhlas, sebagaimana Dia mewajibkannya atas umat-umat terdahulu, supaya kalian terhindar dari neraka dan mendapatkan ridha Tuhan, serta bisa menyucikan diri dari akhlak yang buruk.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa


📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

183. Allah mengabarkan tentang segala yang Dia karuniakan kepada hamba-hambaNya dengan cara wajibkan atas mereka berpuasa sebagaimana Allah telah mewajibkan puasa itu atas umat-umat terdahulu, karena puasa itu termasuk di antara syariat dan perintah yang mengandung kemaslahatan bagi makhluk di setiap zaman.
Puasa juga menambah semangat bagi umat ini yaitu dengan melompat lomba dengan umat lain dalam menyempurnakan amal perbuatan dan bersegera menuju kepada kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan puasa itu juga bukanlah suatu perkara sulit yang khusus bagi kalian.
Kemudian Allah menyebutkan hikmah disyariatkannya puasa seraya berfirman, “Agar kamu bertakwa,” karena sesungguhnya puasa itu merupakan salah satu faktor penyebab ketakwaan, karena berpuasa dalam merealisasikan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.
Dan diantara bentuk yang meliputi ketaqwaan dalam puasa itu adalah bahwa orang yang berpuasa akan meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah seperti makan, minum, melakukan Jima, dan semacamnya yang sangat diinginkan oleh nafsunya dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah seraya mengharapkan pahala dalam meninggalkan hal tersebut. Ini merupakan bagian ketakwaan.
Dan diantaranya juga adalah bahwasanya orang yang berpuasa itu melatih dirinya untuk selalu merasa diawasi oleh Allah, maka dia meninggalkan apa yang diinginkan oleh nafsunya padahal dia mampu melakukannya karena dia tahu bahwa Allah melihatnya.
Yang lain bahwasanya puasa itu mempersempit jalan masuk setan, karena setan itu berjalan dalam tubuh manusia seperti jalannya darah, maka puasa akan melemahkan pengaruhnya dan meminimumkan kemaksiatan.
Diantaranya juga bahwa seorang yang berpuasa biasanya akan bertambah ketaatannya, dan ketaatan itu adalah gambaran dari ketakwaan.
Yang lainnya lagi adalah bahwa orang yang kaya bila merasakan susahnya kelaparan, pasti ia menghibur kaum miskin, dan ini pun termasuk gambaran ketakwaan.


📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

Ayat 183-184
Allah SWT berfirman kepada orang-orang mukmin dari umat ini sambil memerintahkan mereka untuk berpuasa, yang berarti menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT dan tujuan untuk mensucikan, membersihkan, dan menjernihkan jiwa dari akhlak yang buruk dan tercela. Dia menyebutkan bahwa perintah yang Dia wajibkan kepada mereka itu seperti DIa mewajibkan kepada umat-umat sebelumnya. Hal ini menjadi contoh bagi mereka, dan hendaklah mereka berusaha melaksanakan kewajiban ini dengan lebih sempurna daripada yang dilakukan oleh umat sebelum mereka, sebagaimana Allah SWT berfirman: (Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan) (Surah Al-Ma'idah: 48). Oleh karena itu, Allah berfirman: (Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (183)) Karena dalam puasa puasa itu ada pembersihan bagi tubuh, dan mempersempit jalannya setan, Hal ini terdapat pada hadits shahih Bkhari Muslim,”Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah,. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya”
"Kemudian Dia menjelaskan jumlah puasa dimana puasa tidak dilakukan setiap hari, agar tidak memberatkan jiwa dan melemahkan keinginan untuk menanggung dan melaksanakannya, puasa hanya dilakukan di hari-hari tertentu saja. Pada awal permulaan Islam, mereka berpuasa tiga hari dari pada setiap bulan. Kemudian hal itu dinasakh dengan puasa pada bulan Ramadan, sebagaimana akan dijelaskan nanti. Diriwayatkan bahwa puasa tiga hari pada awalnya sama seperti yang dilakukan oleh umat sebelum kita pada setiap bulan. Ini diriwayatkan dari Mu'adz, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, ‘Atha', Qatadah, dan Adh-Dhahhak bin Mazahim, dan mereka menambahkan bahwa puasa ini disyariatkan sejak zaman nabi Nuh hingga Allah me¬nasakhnya dengan puasa bulan Ramadan.
‘Ibad bin Manshur meriwayatkan dari Hasan Al-Bashri tentang ayat (Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (183) (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu) dia berkata, “Benar demi Allah, sesungguhnya puasa telah diwajibkan atas setiap umat yang telah lalu, sebagaimana puasa yang diwajibkan atas kita selama satu bulan penuh dan (dalam beberapa hari yang tertentu) yaitu jumlah yang sudah ditentukan. Diriwayatkan dari As-Suddi pendapat yang serupa.
Ibnu Abi Hatim berkata, “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abu Al-‘Aliyah, Abdurrahman bin Abu Laila, Mujahid, Sa'id bin Jubair, Muqatil bin Hayyan, Ar-Rabi' bin Anas, dan ‘Atha' Al-Khurasani pendapat yang serupa dengan itu. ‘Atha' Al-Khurasani meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang ayat (sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu) artinya: Ahli Kitab. Diriwayatkan hal yang serupa juga dari As-Sya'bi, As-Suddi, dan ‘Atha' Al-Khurasani.
Kemudian Dia menjelaskan hukum puasa sesuai dengan apa yang diperintahkan pada awal Islam, Dia berfirman: (Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain) Artinya, orang yang sakit atau dalam perjalanan tidak berpuasa dalam kondisi sakit atau perjalanan, karena ada kesulitan bagi mereka. Bahkan mereka boleh berbuka dan menggantinya pada hari-hari yang lain. Adapun bagi orang yang sehat dan tinggal di tempatnya namun berat menanggung beban puasa, dia diberi pilihan antara berpuasa atau memberi makan kepada orang miskin. Jika dia berkehendak maka dia berpuasa atau berbuka dan memberi makan setiap hari, dan memberi makan lebih banyak orang miskin setiap hari itu lebih baik. Jika dia berpuasa, itu lebih baik daripada memberi makan, seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Mujahid, Thawus, Muqatil bin Hayyan, dan yang lainnya dari kalangan ulama’ salaf. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman: (Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui)
Adapun mengenai kondisi-kondisi berpuasa, maka Rasulullah SAW sampai di Madinah dan mulai berpuasa tiga hari pada setiap bulan, serta berpuasa pada hari ‘Asyura. Kemudian Allah mewajibkan puasa atasnya dan menurunkan ayatNya: (Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu) sampai ayat (memberi makan seorang miskin) Oleh karena itu, barangsiapa hendak berpuasa, maka dia berpuasa, dan barangsiapa yang hendak memberi makan seorang miskin, maka itu akan digantikan baginya. Lalu Allah SWT menurunkan ayat lain: ((Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran) sampai ayat (barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu) (Surah Al-Baqarah: 185), Maka Allah menetapkan ken=tentuan puasa itu atas orang yang bermukim yang sehat, dan memberi keringanan bagi orang yang sakit, dan musafir. Ketentuan memberi makan bagi orang yang sudah tua yag tidak mampu melaksanakan puasa, maka hal ini terdapat dua kondisi. Dikatakan bahwa mereka makan, minum, dan melakukan hubungan suami istri sebelum tidur, dan apabila mereka tidur, maka semua itu dilarang. Kemudian seorang dari kaum Anshar yang bernama Shuramah, dia berpuasa sampai sore, lalu kembali kepada keluaraganya dan melakukan shalat ‘isya’ kemudian dia tidur, sedangkan dia belum makan dan minum hingga pagi hari, lalu dia melanjutkan berpuasa pada pagi harinya. Rasulullah SAW melihatnya berusaha dengan sangat keras dan bertanya, “Mengapa aku melihatmu sangat berusaha keras?” Shuramah menjawab, “Wahai Rasulullah, aku bekerja pada hari sebelumnya dan aku pulang ketika waktunya pulang, lalu aku meletakkan tubuhku dan tidur, dan bangun di di pagi hari dalam keadaan berpuasa.”. Sementara Umar menggauli salah satu istrinya setelah tidur kemudian mendatangi Nabi SAW dan menyebutkan hal itu pada beliau, kemudian Allah SWT menurunkan ayat (Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu) sampai ayat (Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam) Al-Baqarah: 187) Pendapat ini disampaikan oleh Abu Dawud dalam kitabnya dan Al-Hakim dalam kitabnya.
Disampaikan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Az-Zuhri dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah berkata, pada hari Asyura berpuasa, tetapi setelah bulan Ramadan diwajibkan, maka orang diberi pilihan untuk berpuasa atau berbuka (pada hari Asyura). Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Mas'ud dalam konteks yang serupa"
Firman Allah SWT: (Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin) Sebagaimana disebutkan oleh Mu'adz: Pada awal perintah, siapa yang ingin berpuasa maka berpuasa, dan siapa yang ingin berbuka, maka berbuka dan memberi makan seorang miskin setiap hari. Begitu pula, Imam Bukhari meriwayatkan dari Salamah bin Al-Akwa' bahwa dia berkata: “Ketika turun ayat (Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin), siapa yang ingin berbuka dapat menebusnya sampai turunlah ayat selanjutnya yang menasakhnya. Diriwayatkan juga dari hadits Ubaidillah dari Nafi’ dari Ibnu Umar, berkata: ayat itu dinasakh
As-Suddi meriwayatkan dari Murrah dari Abdullah, dia berkata: "Ketika turun ayat ini: (Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin), dia berkata: (Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya) itu maknanya, yaitu menanggung hal itu. Abdullah berkata,”Ada yang ingin berpuasa, maka berpuasa da nada yang ingin berbuka, maka dia berbuka dan memberi makan orang miskin”. (Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu) [Surah Al-Baqarah: 185].
Bukhari juga meriwayatkan dari ‘Atha' bahwa dia mendengar Ibnu Abbas membaca: (Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin). Ibnu Abbas berkata: "Ini tidak dinasakh, dan hal ini adalah untuk orang yang sudah tua dan perempuan yang tua yang tidak mampu berpuasa, maka mereka memberi makan miskin setiap hari" Pendapat yang demikian juga diriwayatkan dari dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas.
Abu Bakar bin Abi Syaibah meriwayatkan dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Turunlah ayat ini: (Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin). Ini berlaku untuk orang yang sudah tua yang tidak mampu berpuasa, lalu dia melemah, maka diringankan baginya untuk memberi makan orang miskin setiap hari.
Al-Hafiz Abu Bakar bin Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Abu Laila, dia berkata: Aku mendatangi ‘Atha' di bulan Ramadan saat dia sedang makan. Ibnu Abbas berkata: ayat ini telah turun : (Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin). Siapa yang ingin berpuasa maka berpuasa, dan siapa yang ingin berbuka maka berbuka dan memberi makan orang miskin. Kemudian ayat yang pertama dinasakh dengan kewajiban bagi orang yang sudah tua yang tidak mampu, jika dia ingin maka dia bisa memberi makan orang miskin setiap hari dan ber berbuka.
Kesimpulannya yaitu bahwa nasakh itu ditetapkan untuk orang yang sehat dan bermukim dengan diwajibkan untuk berpuasa, dengan firman Allah: (Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu) [Surah Al-Baqarah: 185]. Sedangkan untuk orang tua yang sudah tidak mampu berpuasa, mereka diperbolehkan untuk berbuka tanpa kewajiban menggantinya. Hal ini karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan kewajiban qadha’. Tetapi apakah wajib bagi mereka yang berbuka untuk memberi makan orang miskin sebagai pengganti puasa setiap hari, jika mereka mampu? Terdapat dua pendapat di kalangan ulama tentang hal ini: Pertama, tidak wajib bagi mereka memberi makan karena mereka dalam keadaan lemah lisannya, dan oleh karena itu tidak ada kewajiban fidyah seperti halnya anak kecil, karena Allah tidak membebani seseorang melebihi kemampuannya. Ini adalah asalah satu pandangan ulama madzhab Syafi'i. Pendapat kedua (yang lebih kuat dan dipegang oleh mayoritas ulama) menyatakan bahwa mereka wajib memberi makan orang miskin sebagai pengganti puasa setiap hari, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Abbas dan beberapa ulama’ Salaf, berdasarkan ayat, (Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya), yaitu orang-orang yang terbebani oleh puasa. Sebagaimana yang disampaikan Ibnu Mas’ud dan lainnya dan ini adalah penadapat yang dipilih oleh Imam Bukhari, dia berkata: “Adapun orang yang sudah tua, jika tidak mampu berpuasa, maka sungguh Anas setelah dia menua selama satu atau dua tahun pernah memberi makan orang miskin dengan roti dan daging setiap hari dan dia berbuka"
Hal yang berkaitan dengan ini juga berlaku untuk ibu hamil dan menyusui yang khawatir tentang kesehatan diri mereka sendiri atau kesehatan anak-anak mereka. Dalam hal ini, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada yang berpendapat bahwa mereka berdua boleh berbuka dan membayar fidyah, dan mengqadha puasa. Ada yang mengatakan hanya perlu membayar fidyah saja tanpa mengqadha. Ada juga yang berpendapat bahwa mengqadha saja tanpa perlu membayar fidyah. Serta ada juga yang berpendapat tidak perlu mengqadha dan membayar fidyah, melainkan hanya berbuka. Kami telah menguraikan masalah ini secara mendalam dalam bab tentang puasa, dan segala puji bagi Allah.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi

Makna kata :
{ كُتِبَ } Kutiba : Diwajibkan dan ditetapkan
{ ٱلصِّيَامُ } Ash-Shiyam : Puasa secara bahasa diartikan menahan, sedangkan yang dimaksud di sini adalah menahan diri dari makanan, minuman, dan menggauli istri sejak terbit matahari sampai tenggelam.

Makna ayat :
Ketika Rasulullah ﷺ berhijrah ke Madinah dan menjadi negeri Islam, maka syariat mulai turun dan berkelanjutan. Pada ayat-ayat sebelumnya telah disebutkan hukum mengenai qishash, wasiat, dan muraqabatullah dalam melaksanakan hukum-hukum tersebut. Lantas di antara hal yang dapat mewujudkan ketakwaan seorang muslim adalah dengan berpuasa. Maka Allah Ta’ala menurunkan kewajiban puasa pada tahun kedua hijriah, seraya menyeru umat muslim dengan label keimanan, “Wahai orang-orang yang beriman” dan memberitahukan mereka bahwa Dia mewajibkan puasa kepada mereka, sebagaimana telah diwajibkan kepada umat-umat sebelumnya (كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ ) “diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat sebelum kalian”. Lantas Allah Ta’ala menyebutkan alasan turunnya kewajiban itu dengan firman Nya “Agar kalian bertakwa” yaitu menyiapkan kalian agar bertakwa dengan melaksanakan perintah-perintah Nya dan menjauhi segala larangan Nya, karena dalam ibadah puasa terdapat pengawasan dari Allah Ta’ala.

Pelajaran dari ayat :
• Kewajiban untuk berpuasa di bulan Ramadhan
• Puasa mendidik mukmin untuk semakin bertakwa
• Puasa dapat menghapuskan dosa berdasarkan hadits,”Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan didasari keimanan dan mengharap pahala dari Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”


📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi

Surat Al-Baqarah ayat 183: Ini adalah seruan dari Allah kepada hambanya yang beriman yang bahwasannya puasa ramadhan adalah wajib dengan melihat hilal.


📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Dalam ayat ini terkandung beberapa hal:

- Puasa termasuk syari'at yang tidak dimansukh karena maslahatnya yang begitu besar bagi manusia.

- Mendorong umat ini agar semangat melakukannya, yakni hendaknya mereka berlomba-lomba dengan generasi sebelum mereka dalam menyempurnakan amalan dan bersegera kepada hal yang baik.

- Puasa bukanlah hal yang berat yang hanya dibebankan kepada kita.

Ayat di atas menerangkan bahwa puasa merupakan sebab terbesar untuk memperoleh ketakwaan. Puasa merupakan tameng bagi seseorang dari perbuatan maksiat, karena ia dapat melemahkan syahwat yang menjadi sumber maksiat. Di dalam puasa terkandung nilai-nilai ketakwaan, di antaranya:

- Di dalam puasa seseorang meninggalkan hal-hal yang disukainya seperti makan, minum dan berjima'. Jika seseorang mampu meninggalkan hal-hal yang disukainya, nantinya ketika dihadapkan perbuatan maksiat yang disukai hawa nafsunya, maka ia mampu menahan dirinya sebagaimana ia mampu menahan dirinya dari makan, minum dan berjima'. Dengan begitu ia dapat bertakwa kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

- Orang yang berpuasa melatih dirinya agar merasa diawasi Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Ketika puasa, ia meninggalkan apa yang diinginkan oleh hawa nafsunya padahal ia mampu karena mengetahui bahwa dirinya diawasi Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

- Puasa mempersempit ruang gerak setan, di mana ia berjalan melewati tempat peredaran darah.

- Orang yang berpuasa biasanya banyak menjalankan keta'atan dan maksiatnya berkurang. Hal ini termasuk nilai-nilai ketakwaan.

- Orang yang kaya ketika merasakan pedihnya rasa lapar, membuat dirinya merasakan derita orang-orang fakir dan miskin. Hal ini akan membuatnya ingin bersedekah karena telah merasakan derita orang-orang fakir dan miskin.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Baqarah Ayat 183

Wahai orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu berpuasa guna mendidik jiwa, mengendalikan syahwat, dan menyadarkan bahwa manusia memiliki kelebihan dibandingkan hewan, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu dari umat para nabi terdahulu agar kamu bertakwa dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Kewajiban berpuasa itu beberapa hari tertentu pada bulan ramadan. Maka barang siapa di antara kamu sakit sehingga tidak sanggup berpuasa, atau dalam perjalanan lalu tidak berpuasa, maka ia wajib mengganti puasa sebanyak hari yang ia tidak berpuasa itu pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya karena sakit berat yang tidak ada harapan sembuh atau karena sangat tua, wajib membayar fidyah atau pengganti yaitu memberi makan kepada seorang miskin untuk satu hari yang tidak berpuasa itu. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan lalu memberi makan kepada lebih dari seorang miskin untuk satu hari tidak berpuasa, maka itu lebih baik baginya. Dan kamu sekalian tetap berpuasa, maka pilihan untuk tetap berpuasa itu lebih baik bagi kamu dibandingkan dengan memberikan fidyah, jika kamu mengetahui keutamaan berpuasa menurut Allah.


📚 Tafsir Tematis / Team Asatidz TafsirWeb

Melalui ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menyeru orang-orang yang beriman dari kalangan umat ini dan memerintahkan kepada mereka melaksanakan ibadah puasa, yaitu menahan diri dari makan minum serta berhubungan intim dengan niat yang ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena di dalam ibadah puasa terkandung hikmah-hikmah yang besar terhadap pribadi seorang hamba, diantaranya puasa dapat membersihkan Jiwa dan menyucikannya dari segala kotoran hati dan membebaskannya dari akhlak yang tercela.
Seruan Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk melaksanakan ibada puasa hanya diperuntukan bagi orang-orang yang beriman, itu karena hanya orang-orang yang mempuanyai keimana saja yang akan mampu melaksanakannya. Ibadah puasa yang tidak didasari keimanan tentu tidak akan bernilai apapun, sebab iman lah yang menjadi pokok utama dalam setiap pelaksanaan ibadah kepada Allah.

Melalui ayat ini juga Allah memberi tahukan kepada umat ini bahwa kewajiban melaksanakan ibadah puasa juga telah diwajibkan kepada umat sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk memberi rasa ringan kepada ummat ini dalam melaksankan kewajiban puasa tersebut, karena ummat sebelum ummat ini pun mereka mampu melaksanakan kewajiban puasa ini. Mereka menjadi uswah dalam pelaksanaan ibadah puasa ini. Hal ini juga memberi semangat kepada umat ini agar mereka dalam melaksanakan kewajiban puasa ini memaksimalkan diri dalam melaksanakan kewajiban ini sebagaimana umat sebelumnya.

Kewajiban ibada puasa yang diberikan kepada umat sebelum islam adalah sama dilaksanakan pada bulan romadlon, hal ini sebagaimana perkataan Imam Mujahid yang  mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mewajibkan puasa romadan kepada suluruh ummat. Begitu jugadalam  hadits yang diriwayatkan dari Abdulloh bin Umar telah berkata, telah bersabda Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa Sallam:

" صيام رمضان كتبه الله على الأمم قبلكم . .”

“Puasa romadon telah Allah wajibkan kepada umat-umat sebelum kalian”

Begitu juga imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya  al Jaami’ li ahkamil Quran:

فإن الله تعالى كتب على قوم موسى وعيسى صوم رمضان فغيروا ، وزاد أحبارهم عليهم عشرة أيام ثم مرض بعض أحبارهم فنذر إن شفاه الله أن يزيد في صومهم عشرة أيام ففعل ، فصار صوم النصارى خمسين يوما ، فصعب عليهم في الحر فنقلوه إلى الربيع

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mewajibkan kepad umat Nabi Musa AS dan umat Nabi Isa AS untuk berpuasa pada bulan romadan, lalu kemudian mereka merubahnya. Pendeta mereka menambah sepuluh hari puasanya sehingga sebagian dari mereka ada yang sakit, maka kemudian dia bernazar seandainya Allah menyembuhkan penyakitnya, maka mereka akan menambah puasa mereka sepuluh hari lagi, maka mereka mengerjakannya. Sehingga orang-orang nasroni melaksanakan puasanya selama lima puluh hari, maka mereka merasakan kesulitan melaksanakannya terlebih disaat musim panas, maka kemudian memindahkan puasanya ke musim dingin.

Dan pendapat inilah yang dipilih juga oleh ulama ahli tafsir yang lain seperti Imam an-nuhas, dia berkata “pendapat inilah yang paling mirip dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ

“sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian”

Dalam riwayat lain yang dinukil dari Muadz, Ibnu Abbas, Atho, Adh Dhohak, dan Qotadah mengatakan bahwa dahulu diawal islam puasa yang biasa dilaksanakan adalah tiga hari disetiap bulannya sebagaimana dilaksanakan oleh umat sebelum islam. Puasa ini sudah berlangsung sejak zaman nabi Nuh AS sampai ahirnya Allah menasakh kewajiban tersebut dengan puasa romadon.

Hikmah dari disyariatkannya ibadah puasa adalah sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Agar kalian bertakwa”

Hal ini dijelaskan oleh Imam Assa’di dalam tafsirnya  bahwa ibadah puasa adalah sebab terbesar munculnya ketaqwaan dalam diri seorang hamba karena didalamnya ada pelaksanakaan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menjauhi larangan-Nya. Diantara hal-hal yang mengandung makna ketaqwaan adalah :

bahwasanya orang yang berpuasa tentunya dia akan meninggalkan sesuatu yang diharamkan baginya dari makan, minum dan berhubungan intim yang semua hal tersebut tentunya sangat sesuai denga keinginan nafsu tetapi dia tinggalkan semata-mata untuk beribadah kepada Allah dan dia meyakini bahwa hal tersebut dapat membatalkan puasanya.
orang yang berpuasa juga akan melatih dirinya dalam masalah muroqobah (merasa diri diawasi oleh Allah) sehingga dia meninggalkan segala hal yang diinginkan nafsunya padahal dia mampu untuk melakukannya karena dia tahu bahwa Allah selalu mengawasinya.
ibadah puasa juga menyempitkan keleluasaan pergerakan setan didalam tubuh, sebagaimana kita ketahui dari hadits shohih bahwa sedar bergerak dalam tubuh mansia pada peredaran darah. Maka dengan melaksanakan ibadah puasa peredaran darah menjadi sedikit lemah sehingga melemahkan pergerakan setan yang dengannya dapat meminimalisir perbutan maksiat.
orang yang berpuasa pada umumnya akan memperbanyak berbuat ketaatan, dan ketaatan adalah sifat orang yang bertaqwa.
orang kaya jika melaksanakan ibadah puasa maka dia akan merasakan perihnya lapar. Dengan demikian dia akan semakin peduli kepada orang faqir yang terbiasa merasakan perihnya lapar. Dan ini juga termasuk karakter orang yang bertaqwa.
Ibadah puasa juga bisa menjadi tameng bagi seseorang dari perbuatan keji dan munkar, hal ini sebagaimana disebutkan oleh rosululloh Shallallahu 'alaihi wa Sallam dalam hadits qudsi :

اﻟﺼﻴﺎﻡ ﺟﻨﺔ، ﻳﺘﺮﻙ ﺃﻱ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﻃﻌﺎﻣﻪ ﻭﺷﺮﺍﺑﻪ ﻭﺷﻬﻮﺍﺗﻪ ﻣﻦ ﺃﺟﻠﻲ. رواه البخاري

“Puasa adalah tameng, kalian meninggalkan makan dan minum serta syahwatnya karena-Ku” (HR Bukhari)

Dalam hadits lain juga disebutkan :

” ﻣﻦ ﺍﺳﺘﻄﺎﻉ ﺍﻟﺒﺎﺀﺓ ﻓﻠﻴﺘﺰﻭﺝ، ﻭﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻄﻊ ﻓﻌﻠﻴﻪ ﺑﺎﻟﺼﻮﻡ ﻓﺈﻧﻪ ﻟﻪ ﻭﺟﺎﺀ “. رواه البخاري

“Barang siapa yang mempunyai kemampuan (biaya) maka menikahlah, maka barang siapa yang tidak mampu hendaklah dia berpuasa karena puasa itu adalah tameng yang bisa mencegah diri dari hawa nafsu” (HR Bukhari).

Ketika diketahui bahwa tujuan dari kewajiban ibadah puasa itu adalah agar menjadi pribadi yang bertaqwa, maka hendaklah seorang muslim dalam melaksanakan ibadah puasanya menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang bisa mengurangi bahakn menghilangkan nilai-nilai ketaqwan dari dirinya karena selain akan menjauhkan dirinya dari tujuna ibadah puasanya, perbuatan tersebutpun akan membuat ibadah puasanya sia-sia dan tidak mendapat pahala.

Hal ini sebagaiman hadits Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam:

ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺪﻉ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﺰﻭﺭ ﻭﺍﻟﻌﻤﻞ ﺑﻪ ﻓﻠﻴﺲ ﻟﻠﻪ ﺣﺎﺟﺔ ﻓﻲ ﺃﻥ ﻳﺪﻉ ﻃﻌﺎﻣﻪ ﻭﺷﺮﺍﺑﻪ”. رواه البخاري

“Barangsiapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan dan perbuatan buruk (saat berpuasa), maka tiada gunanya di hadapan Allah ketiaka dia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR Bukhori)


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Itulah bermacam penjabaran dari kalangan mufassirun terkait makna dan arti surat Al-Baqarah ayat 183 (arab-latin dan artinya), semoga bermanfaat untuk ummat. Bantulah usaha kami dengan memberikan tautan menuju halaman ini atau menuju halaman depan TafsirWeb.com.

Yang Tersering Dilihat

Kaji ratusan materi yang tersering dilihat, seperti surat/ayat: Ayat Kursi, Do’a Sholat Dhuha, Al-Kahfi, Yasin, Al-Kautsar, Al-Waqi’ah. Termasuk Al-Mulk, Al-Baqarah, Asmaul Husna, Shad 54, Ar-Rahman, Al-Ikhlas.

  1. Ayat Kursi
  2. Do’a Sholat Dhuha
  3. Al-Kahfi
  4. Yasin
  5. Al-Kautsar
  6. Al-Waqi’ah
  7. Al-Mulk
  8. Al-Baqarah
  9. Asmaul Husna
  10. Shad 54
  11. Ar-Rahman
  12. Al-Ikhlas

Pencarian: surah al insyirah, surat ar rahman latin, doa sesudah adzan, surat al kautsar, al kahfi 1-10

Bantu Kami

Setiap bulan TafsirWeb melayani 1.000.000+ kunjungan kaum muslimin yang ingin membaca al-Quran dan tafsirnya secara gratis. Tentu semuanya membutuhkan biaya tersendiri.

Tolong bantu kami meneruskan layanan ini dengan membeli buku digital Jalan Rezeki Berlimpah yang ditulis oleh team TafsirWeb (format PDF, 100 halaman).

Dapatkan panduan dari al-Qur'an dan as-sunnah untuk meraih rezeki berkah berlimpah, dapatkan pahala membantu keberlangsungan kami, Insya Allah.