Surat Al-Baqarah Ayat 242

كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Arab-Latin: Każālika yubayyinullāhu lakum āyātihī la'allakum ta'qilụn

Artinya: Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya.

« Al-Baqarah 241Al-Baqarah 243 »

Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Kandungan Menarik Terkait Dengan Surat Al-Baqarah Ayat 242

Paragraf di atas merupakan Surat Al-Baqarah Ayat 242 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada kumpulan kandungan menarik dari ayat ini. Didapati kumpulan penjelasan dari kalangan pakar tafsir mengenai makna surat Al-Baqarah ayat 242, antara lain sebagaimana terlampir:

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

Dengan keterangan jelas seperti ini dalam hukum-hukum terkait anak-anak dan istri, Allah menjelaskan kepada kalian ayat-ayat dan hukum-hukum Nya dalam seluruh hal yang kalian perlukan dalam kehidupan kalian di dunia, dan tempat kembali kalian di akhirat. Agar kalian dapat memahami dan mengamalkannya.


📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

242. sebagaimana penjelasan yang jelas tersebut, demikianlah Allah menjelaskan bagi kalian hukum-hukum syariat, agar kalian dapat memahami dan mengamalkannya.


📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram

242. Seperti penjelasan tersebut di atas, Allah menjelaskan kepadamu -wahai orang-orang mukmin- ayat-ayat-Nya yang berisi batas-batas dan hukum-hukum-Nya, agar kalian memahami dan mengamalkannya, sehingga kalian akan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

242. Seperti penjelasan itulah Allah menerangkan kepada kalian ketentuan-ketentuan syariatNya dalam beribadah dan bermuamalah supaya kalian menyadari hikmah dari aturan yang ditetapkan dan mengerjakan sesuatu yang diperintahkan


📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah

Demikianlah Allah menerangkan kepada kalian ayat-ayatNya agar kalian berpikir.


📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

241-242. Setelah Allah menjelaskan pada ayat sebelumnya tentang pemberian yang harus diberikan kepada seorang wanita yang ditinggal mati suaminya, Allah menyebutkan dalam ayat ini bahwa setiap wanita yang diceraikan oleh suaminya harus diberikan pemberian tersebut yang disesuaikan dengan kondisi suaminya dan kondisi wanita tersebut, dan bahwa hal itu adalah hak yang hanya ditunaikan oleh orang-orang yang bertakwa. Itu adalah diantara sifat dan karakter taqwa yang wajib atau yang sunnah. Apabila seorang wanita belum ditetapkan maharnya dan belum digauli lalu diceraikan oleh suaminya, maka telah lewat hukumnya, yaitu wajib atau suaminya pemberian itu sesuai dengan kelapangan maupun kesulitannya, dan apabila telah ditetapkan maharnya, maka pemberian untuknya adalah setengah dari mahar tersebut. Dan apabila telah dicampuri, maka pemberian itu menurut kebanyakan para ulama adalah sunnah saja, namun ada beberapa ulama yang mewajibkannya dengan dasar FirmanNya, “sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.” Dan pada dasarnya hak itu adalah wajib, terlebih bila disandarkan kepada orang-orang yang bertakwa dan pada dasarnya ketakwaan itu adalah wajib. Ketika Allah menjelaskan hukum-hukum yang mulia ini di antara suami istri, Allah memuji hukum-hukumNya tersebut, penjelasanNya tentang hukum-hukum tersebut dan peneranganNya terhadapnya, kesesuaiannya dengan akal yang sehat dan bahwasanya maksud dari penjelasan tentang hal itu bagi hamba-hambaNya adalah agar mereka memahami apa yang dijelaskan olehNya sehingga mereka mengerti tentangnya dengan hafalan, pemahaman, dan pengamalannya, karena itu adalah diantara kesempurnaan pemahaman terhadapnya.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

Ayat 240-242
Mayoritas ulama’ berpendapat: Ayat ini telah dinasakh oleh ayat sebelumnya, yaitu firman Allah: (menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari) (Surah Al-Baqarah: 234). Ibnu Zubair berkata, “Aku berkata kepada Utsman bin Affan bahwa ayat (Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri) telah dinasakh oleh ayat lain. Maka janganlah kamu menulis atau meninggalkannya?” Utsman menjawab, “Wahai keponakanku, aku tidak akan mengubah apapun dari posisinya”
Makna keraguan yang diutarakan oleh Ibnu Zubair kepada Utsman adalah, “Jika hukumnya telah dinasakh dengan empat bulan, maka apa hikmahnya mempertahankan teksnya setelah hilangnya hukum tersebut? atau mempertahankannya setelah ada ayat yang menasakhnya , sementara adanya hal itu seperti menunjukkan bahwa hukumnya masih berlaku? Lalu Amīrul Mu’minīn (Utsman) menjawab bahwa ini adalah perkara yang berhubungan dengan tempat, dan aku mendapatinya tetap ada di dalam mushaf seperti itu setelahnya, maka aku mempertahankannya sebagaimana aku mendapatinya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Dahulu, jika seorang suami meninggal dan meninggalkan istrinya, maka masa iddahnya adalah selama setahun di dalam rumahnya, dan dibiayai dari harta suaminya. Kemudian Allah menurunkan ayat: (Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari) (Surah Al-Baqarah: 234). Ini adalah masa iddah bagi wanita yang ditinggal mati suaminya, kecuali jika dia hamil, maka masa iddahnya sampai dia melahirkan kandungannya. Allah berfirman: (Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan) [Surah An-Nisa': 12]. Ini menjelaskan tentang harta waris wanita, wasiat dan nafkah.
Diriwayatkan dari Mujahid, Al-Hasan, 'Ikrimah, Qatadah, Adh-Dhahhak, Ar-Rabi', dan Muqatil bin Hayyan, mereka mengatakan: “Ayat ini dinasakh dengan ayat (empat bulan sepuluh hari) Dia berkata,”Diriwayatkan dari Sa'id bin Al-Musayyib, dia berkata: “Ayat ini dinasakh oleh ayat di dalam surah Al-Ahzab: (Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman) [Surah Al-Ahzab: 49].
Saya berkata,”Diriwayatkan dari Mujahid dan Qatadah bahwa ayat ini telah dinasakh dengan ayat tentang warisan.
‘Atha’ berkata: “Ibnu Abbas berkata: “Ayat ini dinasakh, di mana masa iddahnya ada pada keluarganya, sehingga dia berhak mengatur masa iddahnya. Ini adalah firman Allah SWT: (Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri)) ‘Atha’ berkata: “Jika dia menghendaki untuk melakukan masa iddahnya di sisi keluarganya dan tinggal dengan wasiatnya, dan Jika dia menghendaki, dia bisa keluar, berdasarkan firman Allah: (maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka) ‘Atha’ berkata,”Kemudian datang ayat tentang warisan. Lalu perkara tentang menetap dinasakh sehingga dia bisa mengatur masa iddahnya sesuai kehendaknya, dan tidak perlu tinggal. Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yang ditegaskan oleh Mujahid dan ‘Atha’ bahwa ayat ini tidak menunjukkan kewajiban untuk melakukan iddah selama satu tahun sebagaimana pendapat mayoritas ulama’, sampai hal itu dinasakh denganempat bulan sepuluh hari. Ayat ini hanya menunjukkan bahwa hal itu termasuk wasiat kepada istri-istri agar mereka bisa tinggal di rumah suaminya setelah kematiannya selama satu tahun penuh jika mereka memilih itu. Oleh karena itu Allah berfirman: (hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya) artinya Allah memerintahkan kalian untuk memberi wasiat kepada mereka sebagaimana firmanNya: (Allah mensyari'atkan bagimu untuk berwasiat kepada anak-anakmu) [Surah An-Nisa: 11] dan (wasiat yang benar-benar dari Allah) [Surah An-Nisa: 12]. Dikatakan bahwa wasiat itu dibaca nashab sehingga menjadi (Fal tawashau bihin washiyyatan) ”Maka berwasiatlah kepada mereka,” dan beberapa orang membaca dengan rafa’ menjadi (Kutiba ‘alaikum washiyyatun) “Diwajibkan atas kalian wasiat” dan ini adalah yan dipilih oleh Ibnu Jarir. Dan tidak ada yang mencegah mereka dari hal itu karena firmanNya: (dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya)) Apabila masa iddah mereka telah berakhir setelah empat bulan sepuluh hari, atau setelah melahirkan kandungan, dan mereka memilih untuk keluar dan pindah dari rumah tersebut, maka tidak ada yang mencegah mereka untuk melakukan hal tersebut, sesuai firman Allah (dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka) Dan terdapat suatu pandangan tentang pendapat itu, dalam artian kata adalah membantu tindakan itu. Pendapat ini dipilih oleh sebagian ulama’, di antaranya adalah Imam Abu Al-Abbas bin Taymiyyah, sementara yang lain menolaknya, di antaranya adalah Syaikh Abu Umar bin Abdul Barr
Pendapat ‘Atha’ dan orang yang mengikutinya, bahwa ayat ini telah dinasakh dengan ayat tentang warisan. Jika mereka menginginkan masa tambahan setelah empat bulan sepuluh hari, maka itu boleh. Namun, jika mereka menginginkan tetap tinggal selama empat bulan sepuluh hari, maka hal ini tidak menjadi kewajiban untuk meninggalkan orang yang mati. Ini adalah titik perbedaan di antara para imam. Ada dua pendapat menurut Imam Syafi'i. Mereka telah memberikan argumentasi terkait kewajiban untuk tinggal di rumah suami, berdasarkan riwayat Malik dalam kitab Muwatta’nya, dari Sa'd bin Ishaq bin Ka'b bin Ujrah, dari bibinya Zainab binti Ka'b bin Ujrah, yang menceritakan bahwa Furai’ah binti Malik bin Sinan, yang merupakan saudari Abu Sa’id Al-Khudzri, dia mengabarkan kepadanya bahwa dia datang kepada Rasulullah SAW untuk meminta kembali ke keluarganya pada Bani Khudzrah. Suaminya telah keluar mencari budaknya yang kabur hingga ke ujung Qudum, dia mendapatkannya yang akhirnya mereka membunuhnya, sehingga dia tidak mendapatkan nafkah. Lalu Rasulullah SAW bersabda “Iya” Dia berkata,”Lalu aku berangkat pulang sehingga ketika aku berada di kamar, Rasulullah SAW memanggilku atau memerintahku dan aku menjawab panggilan itu. Beliau bertanya, “Apa yang kau katakan?” Lalu aku menjawabnya dengan menceritakan kisah yang telah kuceritakan terkait kisah suamiku sebelumnya. Beliau bersabda, “Tinggallah di rumahmu sampai waktunya usai“ Dia berkata, “Aku menjalani masa iddah di situ selama empat bulan sepuluh hari.” Dia berkata,”Ketika Utsman bin Affan mengirim pesan kepadaku dan menanyakan tentang hal ini, aku memberitahunya, maka dia mengikuti dan memutuskan seperti itu.
Firman Allah: (Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa (241)) Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata ketika firman Allah: (yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan) [Surah Al-Baqarah: 236] turun. Ada seorang laki-laki berkata: “Jika aku ingin memperlakukan(mu) dengan baik, maka aku telah melakukannya. Dan jika aku tidak ingin melakukannya, maka aku tidak akan melakukannya.” Lalu Allah menurunkan ayat ini: (Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa (241))
Ayat ini digunakan sebagai dalil oleh sebagian ulama bahwa setiap wanita yang dicerai harus diberi mut’ah, baik dengan dirundingkan, diwajibkan, atau wanita yang dicerikan tanpa pernah disentuh atau dalam sudah pernah berhubungan intim. Ini adalah pendapat Imam Syafi'i, yang diikut oleh Sa'id bin Jubair dan sejumlah ulama’ salaf, serta dipilih oleh Ibnu Jarir. Namun, bagi yang berpendapat bahwa wanita yang dicerai tidak wajib diberi mut’ah secara mutlak, mereka membatasi makna umum dari ayat ini dengan firman Allah, (Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.) [Surah Al-Baqarah: 236]. Kalangan yang memilih pendapat pertama menjawab bahwa ayat ini adalah pembahasan tentang penyebutan sebagian dari sesuatu yang umum, dan tidak mengkhususkan sesuatu yang sudah masyhur. Hanya Allah yang lebih Mengetahui
Firman Allah: (Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayatNya) yaitu dalam menghalalkan, mengharamkan, mewajibkan, dan memberi batasan, dalam apa yang Dia perintah dan larang kepada kalian, Dia menjelaskan dan menerangkan dengan jelas, dan Dia tidak meninggalkannya dalam keadaan samar ketika kalian membutuhkannya, (supaya kamu memahaminya) yaitu, agar kalian dapat memahami dan merenunginya


📚 Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi

Makna ayat:
Firman Allah Ta’ala pada ayat ketiga (242) “Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayatNya (hukum-hukumNya) supaya kamu memahaminya.” Maknanya seperti inilah penjelasan mengenai hukum-hukum thalaq, khulu’, radha’ (persusuan) dan masa ‘iddah serta mut’ah (pemberian). Allah Ta’ala menjelaskan kepada kita ayat-ayat Nya yang mengandung hukum syariat agar dapat kita pahami dan kita amalkan sehingga dapat menyempurnakan kita dan memberikan kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat.


📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi

Surat Al-Baqarah ayat 242: Kemudian ketahuilah bahwasannya setiap hukum – hukum yang dijelaskan kepada kalian agar supaya kalian mengetahuinya serta berfikir dan beramal.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Sehingga dapat diamalkan.


📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Baqarah Ayat 242

Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu mengerti. Penutup ayat ini seakan memberi jawaban atas pertanyaan apakah ada ketentuan agama menyangkut pemberian, selain harta waris' jawabannya, ada, yaitu memberikan sesuatu sebagai penghibur bagi perempuan yang dicerai karena istri yang dicerai hidup keadaannya seperti ditinggal mati. Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa tidak ada seorang pun bisa lari dari takdir Allah. Tidakkah kamu memperhatikan, yakni mendengar kisah orang-orang yang keluar dari kampung halamannya, sedang jumlahnya ribuan karena takut mati' padahal rasulullah melarang seseorang untuk keluar dari daerahnya yang terjangkit wabah penyakit. 7 lalu apabila Allah berfirman kepada mereka, matilah kalian! pasti kalian akan mati tanpa bisa menghindar, karena hidup dan mati ada di tangan-Nya, dan kematian pasti datang meski tanpa sebab. Kemudian Allah menghidupkan mereka, artinya mereka terselamatkan dari musuh karena sebagian mereka ada yang ingin maju berjihad. Inilah karunia Allah. Sesungguhnya Allah memberikan karunia, yakni pemberian lebih, kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur, karena ketidakmampuan manusia memahami jenis-jenis nikmat yang dianugerahkan Allah.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Demikianlah beberapa penjelasan dari para ulama terhadap kandungan dan arti surat Al-Baqarah ayat 242 (arab-latin dan artinya), moga-moga berfaidah bagi kita semua. Sokonglah syi'ar kami dengan memberikan tautan ke halaman ini atau ke halaman depan TafsirWeb.com.

Konten Paling Banyak Dilihat

Terdapat berbagai konten yang paling banyak dilihat, seperti surat/ayat: Al-Baqarah 284-286, Luqman 13-14, Al-Fatihah 2, Al-A’raf, Al-Fatihah 1, Yunus 41. Serta Al-Fatihah 7, Assalaamualaikum, Al-Baqarah 216, Ali ‘Imran 191, Yasin 40, Ali ‘Imran 104.

  1. Al-Baqarah 284-286
  2. Luqman 13-14
  3. Al-Fatihah 2
  4. Al-A’raf
  5. Al-Fatihah 1
  6. Yunus 41
  7. Al-Fatihah 7
  8. Assalaamualaikum
  9. Al-Baqarah 216
  10. Ali ‘Imran 191
  11. Yasin 40
  12. Ali ‘Imran 104

Pencarian: surah al fatir ayat 37, surah 11 ayat 5, surat muzammil, ina a toina kalkausar, ar rahman surah ke

Bantu Kami

Setiap bulan TafsirWeb melayani 1.000.000+ kunjungan kaum muslimin yang ingin membaca al-Quran dan tafsirnya secara gratis. Tentu semuanya membutuhkan biaya tersendiri.

Tolong bantu kami meneruskan layanan ini dengan membeli buku digital Jalan Rezeki Berlimpah yang ditulis oleh team TafsirWeb (format PDF, 100 halaman).

Dapatkan panduan dari al-Qur'an dan as-sunnah untuk meraih rezeki berkah berlimpah, dapatkan pahala membantu keberlangsungan kami, Insya Allah.