Surat Al-Baqarah Ayat 182

فَمَنْ خَافَ مِن مُّوصٍ جَنَفًا أَوْ إِثْمًا فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Arab-Latin: Fa man khāfa mim mụṣin janafan au iṡman fa aṣlaḥa bainahum fa lā iṡma 'alaīh, innallāha gafụrur raḥīm

Artinya: (Akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

« Al-Baqarah 181Al-Baqarah 183 »

Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Tafsir Mendalam Mengenai Surat Al-Baqarah Ayat 182

Paragraf di atas merupakan Surat Al-Baqarah Ayat 182 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada pelbagai tafsir mendalam dari ayat ini. Didapatkan pelbagai penjabaran dari banyak mufassirin terhadap kandungan surat Al-Baqarah ayat 182, di antaranya sebagaimana tertera:

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

Maka siapa pun yang mengetahui terjadi pelencengan dari kebenaran dari seorang yang berwasiat dalam wasiatnya lantaran salah ucap atau sengaja, lalu dia menasihati si pemberi wasiat saat memberikan wasiatnya dengan sesuatu yang lebih adil, maka jika hal itu tidak berhasil, lalu dia meluruskan antara dua belah pihak dengan mengubah Isi wasiat supaya sejalan dengan perintah Syariah, maka tidak ada dosa yang menjadi tanggungannya dalam perkara ini. Sesungguhnya Allah maha pengampun bagi hamba-hamba Nya lagi maha penyayang terhadap mereka.


📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

182. Barangsiapa yang mengetahui kesalahan pemberi wasiat dalam berwasiat baik itu disengaja maupun tidak, dan ia hendak menyelesaikan perselisihan antara ahli waris dengan orang yang mendapat wasiat akibat wasiat yang mengandung kesalahan, maka tidak mengapa ia memperbaiki wasiat itu dengan merubahnya. Sungguh Allah Maha Besar ampunan-Nya bagi hamba-hamba-Nya, dan Maha Luas rahmat-Nya bagi mereka.


📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram

182. Siapa melihat adanya penyimpangan dari kebenaran dan ketidak adilan dalam membuat wasiat oleh si pembuat wasiat, lalu dia memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh si pembuat wasiat melalui nasihatnya, dan mendamaikan orang-orang yang bersengketa atas wasiat tersebut, maka tidak ada dosa baginya, bahkan dia mendapatkan pahala atas usahanya tersebut. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang bagi hamba-hamba-Nya yang bertaubat.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

182. جَنَفًا أَوْ إِثْمًا (berlaku berat sebelah atau berbuat dosa)
(الجنف) yakni kesalahan (dalam berwasiat).
(الإثم) yakni sengaja pilih kasih (pada salah satu yang diberi wasiat).

فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ (lalu ia mendamaikan antara mereka)
Yakni memperbaiki apa yang terjadi diantara pada ahli waris berupa perselisihan dan kegoncangan akibat wasiat dengan cara membatalkan wasiat yang mengandung keburukan atau pelanggaran terhadap apa yang disyari’atkan Allah, dan dengan menetapkan wasiat yang sesuai dengan kebenaran dan keadilan, seperti wasiat untuk kerabat yang bukan ahli waris.


📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

182. Namun barangsiapa mengetahui bahwa pemberi wasiat itu berpaling dari kebenaran karena keliru atau karena sengaja, lalu dia (saksi) mendamaikan antara penerima wasiat dan pemberi wasiat ketika terjadi perselisihan dan pertentangan karena wasiat itu dengan meniadakan sesuatu yang membahayakan dan menyalahi syariat serta menetapkan kebenaran, maka tiada dosa baginya atas perbuatan adil ini. Sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun lagi maha Penyayang bagi orang-orang yang mendamaikan


📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah

Dan siapa yang khawatir} mengetahui {bahwa pemberi wasiat tidak adil} menyimpang dari kebenaran {atau berbuat dosa} tidak adil dalam memberi wasiat {lalu dia membenarkan mereka, maka dia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

181-182. “Maka Barang siapa yang merubah wasiat itu,” yakni wasiat bagi orang-orang yang disebutkan atau selain mereka, “setelah ia mendengarnya,” maksud nya setelah dia memahaminya, mengetahui jalannya, dan pelaksanaannya, “maka dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya.” Kalau tidak demikian, maka sesungguhnya orang yang berwasiat itu telah tetap pahalanya di sisi Allah, sedangkan dosanya adalah atas orang yang merubah wasiat tersebut.
“sesungguhnya Allah maha mendengar.” Dia mendengar seluruh suara dan diantaranya adalah bahwa Dia mendengar tentang isi wasiat dari seorang yang berwasiat, maka sepatutnya ia menyadari bahwa dzat yang maha mendengar lagi maha melihat selalu mengawasinya, dan ia tidak boleh berlaku zalim dalam wasiat itu, “lagi maha mengetahui” tentang niatnya dan mengetahui tentang perbuatan orang yang diberikan wasiat tersebut. Apabila seorang yang berwasiat telah berusaha dan Allah mengetahui niatnya, maka Allah akan membalasnya (dengan pahala) walaupun ia salah.
Dalam ayat ini terkandung peringatan bagi orang yang diberikan (dititipkan) wasiat untuk tidak merubahnya, karena Allah maha mengetahui hal itu dan mengawasi segala apa yang ia kerjakan, maka waspadalah dari pengawasan Allah. Ini adalah hukum wasiat yang adil. Sedangkan wasiat yang mengandung kesewenang-wenangan, ketidakadilan, dan dosa, maka seyogyanya orang yang menyaksikan orang yang berwasiat saat melakukan wasiat untuk memberikan nasihat kepadanya dengan apa yang terbaik dan paling adil, dan agar ia mencegahnya dari kezhaliman dan ketidakadilan tersebut yaitu condong karena suatu kesalahan yang tidak disengaja.
Sedangkan dosa itu adalah bila disengaja dalam melakukannya. Namun bila orang yang menyaksikan itu tidak melakukan hal di atas, maka sebaiknya ia mendamaikan antara orang-orang yang diwasiatkan kepada mereka dan berusaha menciptakan keadilan diantara mereka dalam bentuk kesepakatan bersama dan perdamaian, dan menasihati mereka agar menunaikan segala kewajiban-kewajiban yang ditanggung orang yang meninggal dari mereka tersebut, maka orang ini telah melakukan kebaikan yang agung dan tidak ada dosa baginya sebagaimana yang harus ditanggung oleh orang yang merubah wasiat yang dholim tersebut,
Oleh karena itu, Allah berfirman “Sesungguhnya Allah maha pengampun,” maksudnya, Dia mengampuni seluruh ketergelinciran, memaafkan kesalahan bagi orang yang bertaubat kepadaNya, dan diantaranya adalah ampunanNya terhadap orang yang menahan nafsunya selalu menggugurkan sebagian hak-haknya demi saudaranya, karena barangsiapa yang memaafkan niscaya Allah akan memaafkannya. Dan Allah akan mengampuni dosa mayat yang berbuat dholim pada wasiatnya tersebut jika keluarga mayit mau saling memaafkan, demi menggugurkan kewajiban si mayit, “lagi maha penyayang” kepada hamba-hambaNya yaitu dengan mensyariatkan kepada mereka segala perkara yang dengannya mereka saling berkasih sayang dan berkasih mesra.
Ayat ayat ini menunjukkan tentang anjuran untuk berwasiat, dan menjelaskan untuk siapa wasiat itu diperuntukkan, dan juga tentang ancaman terhadap orang yang merubah wasiat yang adil, serta anjuran untuk mendamaikan pada wasiat yang dholim,


📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

Ayat 180-182
Ayat ini memuat perintah kepada orang tua dan kerabat dekat untuk berwasiat. Hal ini dianggap sebagai kewajiban menurut dua pendapat yang paling benar sebelum turunnya ayat tentang waris. Ketika turunnya ayat tentang keajiban pembagian waris, hal ini di¬nasakh. Pembagian waris menjadi kewajiban dari Allah dimana ahli waris harus menerima bagian mereka dengan pasti, tanpa ada wasiat atau pemberian tambahan dari pemberi wasiat. Oleh karena itu, terdapat hadits dalam kitab “As-Sunan” dan kitab lain yang diriwayatkan dari Amr bin Kharijah, dia berkata: "Aku mendengar Rasulullah SAW sedang memberikan khutbah, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memberi hak bagi setiap orang yang berhak, meskipun tidak ada wasiat bagi ahli waris.
Diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, dia berkata: Ibnu Abbas duduk lalu membaca Surah Al-Baqarah sampai ayat (apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak) Lalu Ibnu Abbas berkata: “Ayat ini telah dinasakh.”
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firmanNya: (jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya) dia berkata: “Tidak ada orang lain yang mendapatkan warisan bersama orang tua selain untuk kerabat. Maka Allah menurunkan ayat tentang pembagian warisan. Dia menjelaskan pembagian warisan bagi orang tua dan menetapkan wasiat bagi kerabat dengan sepertiga harta orang yang meninggal
Driwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firmanNya: (jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya) Ayat ini telah dinasakh dengan ayat: (Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan (7)) [Surah An-Nisa] Kemudian Ibnu Abu Hatim berkata,” Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Abu Musa, Sa'id bin Al-Musayyib, Al-Hasan, Mujahid, ‘Atha', Sa'id bin Jubair, Muhammad bin Sirin, ‘Ikrimah, Zaid bin Aslam, Ar-Rabi' bin Anas, Qatadah, As-Suddi, Muqatil bin Hayyan, Thawus, Ibrahim An-Nakha'i, Syuraih, Adh-Dhahhak, dan Az-Zuhri mengatakan: “Ayat ini telah dinasakh dengan ayat tentang pembagian warisan
Yang mengherankan yaitu pendapat dari Abu Abdullah Muhammad bin Umar Ar-Razi, dimana dia telah mengemukakan dalam tafsirnya Al-Kabir dari riwayat Abu Muslim bahwa ayat ini tidak dinasakh; melainkan dijelaskan dengan ayat tentang pembagian harta waris. Maknanya bahwa Allah telah mewajibkan aturan warisan yang Dia perintahkan kepada kalian untuk memberi warisan kepada orang tua dan kerabat melalui firmanNya (Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu) [Surah An-Nisa: 11]. Dia berkata,”Ini adalah pendapat mayoritas mufasir dan ahli fiqih” Dia juga berkata bahwa di antara mereka ada yang mengatakan bahwa ayat ini telah dinasakh dalam hal tentang pemberian harta waris yang bagi orang yang menerima harta waris dan tetap tentang orang yang tidak mendapatkan harta waris. Itu adalah pandangan Ibnu Abbas, Al-Hasan, Masruq, Thawus, Adh-Dhahhak, Muslim bin Yasar, Al-Ala' bin Ziyad.
Saya berkata, Pendapat itu juga disampaikan oleh Sa'id bin Jubair, Ar-Rabi' bin Anas, Qatadah, dan Muqatil bin Hayyan. Tetapi menurut pendapat mereka konteks ini tidak disebut dengan nasakhdalam istilah kita yang ada di masa sekarang, karena ayat tentang pembagian harta waris hanya menghapuskan hukum bagi sebagian individu yang telah diwajibkan dalam ayat tentang wasiat secara umum. Hal ini karena kerabat, itu lebih umum daripada orang yang mendapat harta waris maupun yang tidak mendapat harta waris, sehingga hukum bagi yang mendapat harta waris diubah sesuai dengan yang telah diatur dalam ayat tersebut. Namun, sisanya masih sama sesuai dengan ayat yang pertama. Hal ini menurut pendapat sebagian dari mereka bahwa wasiat di awal permulaan Islam adalah sesuatu yang diwakilkan sampai ayat tentang hal itu dinasakh. Adapun yang berpendapat bahwa hal itu adalah sesuatu yang wajib (sesuai konteks dari ayat yang nampak) kemudian ditentukan dengan cara dimansuk dengan ayat pembagian harta waris sebagaimana yang dikatakan oleh kebanyakan mufasir dan ahli fiqih. Sesungguhnya kewajiban memberi wasiat kepada orang tua, kerabat dekat yang mendapat harta waris itu dimansukh secara keseluruhan. bahkan dijelaskan dengan hadits yang telah disebutkan sebelumnya,” Sesungguhnya Allah telah memberi hak bagi setiap orang yang berhak, meskipun tidak ada wasiat bagi ahli waris”. Ayat tentang pembagian harta waris adalah ketentuan tersendiri dan merupakan kewajiban dari sisi Allah bagi orang yang wajib melakukannya dan beberapa kelompok tertentu. Hukum ayat ini dinasakh secara keseluruhan dengan ayat tersebut.
Kerabat yang tidak mendapatkan harti waris itu masih dianjurkan untuk diberi wasiat sebagian dari sepertiga harta mengacu pada cakupan ayat tentang wasiat, dan sesuai yang ada pada hadits shahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda, 'Tidaklah seseorang muslim yang memiliki hak yang bisa diwasiatkan, lalu ia tidur dua malam, melainkan ia telah menulis wasiatnya.” Ibnu Umar berkata, “Tidaklah ada satu malam pun terlewat sejak aku mendengar Rasulullah SAW mengatakan itu, kecuali aku memiliki wasiat”
Firman Allah SWT (jika ia meninggalkan harta yang banyak) yaitu harta, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, ‘Atha', Sa'id bin Jubair, Abu Al-‘Aliyah, ‘Athiyyah, Al-Aufi, Adh-Dhahhak, As-Suddi, Ar-Rabi' bin Anas, Muqatil bin Hayyan, Qatadah, dan lainnya
Kemudian di antara mereka ada yang berkata,”Wasiat itu telah ditentukan hukumnya, baik sedikit hartanya maupun banyak, seperti warisan”
Di antara mereka ada yang berkata: “Seseorang berwasiat jika meninggalkan harta yang sangat banyak.” Kemudian mereka berbeda pendapat mengenai jumlahnya. Hisyam bin 'Urwah meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata: “Ali ditanya: “Sesungguhnya seorang dari suku Quraisy telah meninggal dan meninggalkan tiga ratus atau empat ratus dinar tanpa wasiat?. Ali berkata: 'Tidak apa-apa. Sesungguhnya Allah berfirman: (jika ia meninggalkan harta yang banyak). Hisyam bin 'Urwah juga meriwayatkan dari ayahnya bahwa Ali pernah menemui seorang dari kaumnya yang hendak memberi wasiat. Orang itu bertanya: “Haruskah aku membuat wasiat?” Ali menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman: (jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat) Jika kamu meninggalkan sedikit harta, maka tinggalkanlah itu untuk anakmu.”
Qatadah mengatakan: “Dikatakan bahwa jumlahnya adalah seribu dinar dan lebih dari itu.”
Firman Allah SWT: (secara ma'ruf), yaitu dengan lembut dan penuh kebaikan. Sebagaimana Dia berfirman tentang kebaikan: (Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut). Dia berfirman: “Sungguh, wasiat adalah hak yang wajib dibuat bagi setiap muslim dengan cara yang baik dan tidak dengan cara yang munkar ketika ajal mendekatinya.”
Yang dimaksud dengan cara yang baik adalah membuat wasiat kepada kerabatnya dengan wasiat yang tidak merugikan pewarisnya tanpa memberikan warisan yang berlebihan dan tidak pula terlalu sedikit. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih Bukhari Muslim, bahwa Sa'ad berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta dan tidak ada yang mewarisiku kecuali hanya putriku. apakah saya boleh mewasiatkan dengan dua pertiga hartaku? ' Rasulullah SAWbersabda; “Jangan” saya bertanya; “Ataukah setengahnya? “ Beliau bersabda: “Jangan,” Lalu dia bertanya,”Sepertiga?” kemudian Rasulullah bersabda: “Sepertiga. Sepertiga itu sudah banyak. Kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka miskin lalu meminta-minta kepada orang lain.
Firman Allah: (Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya) Allah SWT berfirman bahwa barangsiapa yang mengubah atau mengganti wasiat, mengubah ketentuannya dan menambah atau menguranginya, maka tindakan ini termasuk perbuatan menyembunyikan sesuatu yang dengan cara yang telah disebutkan sebelumnya.
(maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya) Ibnu Abbas dan beberapa ulama lainnya mengatakan bahwa pahala orang yang meninggal itu ada di sisi Allah, sedangkan dosanya melekat kepada mereka yang mengubah wasiat itu"
(Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) berarti: Allah telah melihat apa yang diwasiatkan oleh orang yang meninggal, dan Dia Maha mengetahui hal itu serta apa yang diubah oleh penerima wasiat.
FirmanNya: ((Akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa) Ibnu Abbas, Abu Al-‘Aliyah, Mujahid, Adh-Dhahhak, Ar-Rabi' bin Anas, dan As-Suddi mengatakan bahwa “Al-Janaf“ adalah kesalahan.
Hal ini mencakup semua jenis kesalahan, dengan mereka menambahkan pewaris melalui suatu cara, seperti ketika seseorang mewasiatkan penjualan suatu barang kepada seseorang secara berlebihan, atau mewasiatkan harta kepada cucunya dengan memberinya tambahan wasiat, atau hal lain yang yang serupa melalui banyak cara. Kesalahan ini bisa terjadi baik secara tidak sengaja, karena sikap alami dan rasa sayang, atau bahkan dengan sengaja dan berdosa melakukan hal tersebut. Dalam kasus ini, pemberi wasiat harus memperbaiki ketentuan dalam wasiat dan berlaku adil dalam memberikan wasiat sesuai syariat. Mereka harus menyesuaikan apa yang diwasiatkan oleh orang yang meninggal dengan hal-hal yang lebih mendekati wasiat itu dan serupa dengannya secara keseluruhan, berdasarkan niat pemberi wasiat dan prinsip-prinsip syariat. Perbaikan dan penyesuaian ini bukanlah perubahan, dan itulah sebabnya Allah menyertakan nasehat ini dan menjelaskannya tentang larangan melakukan perubahan itu agar orang-orang memahami bahwa perbuatan itu bukanlah bagian dari larangan itu. Hanya Allah yang lebih mengetahui"


📚 Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi

Makna kata: { جَنَفًا أَوۡ إِثۡمٗا } Janafan au itsman : al-Janaf maksudnya adalah berbuat kesalahan sehingga melenceng dari kebenaran. Al-Itsm adalah menyengaja untuk keluar dari kebenaran dan keadilan.

Makna ayat:
Pada ayat 182 Allah Ta’ala mengabarkan bahwa barangsiapa yang takut bahwa orang yang membuat wasiat ini berlaku tidak adil sehingga melenceng dari kebenaran dan keadilan, lalu ia berlaku zhalim tanpa kesengajaan akan tetapi karena kesalahan atau takut berbuat dosa terhadap orang menerima wasiat, denga berlaku zhalim atau melampaui batas atas wasiat yang diketahui, lalu ia melakuukan perbaikan di antara mereka, yaitu antara orang yang menulis wasiat dan penerima wasiat maka tidak ada dosa baginya dengan perbuatannya memperbaiki kesalahan, dan membenarkan yang salah. Lantas Allah Ta’ala menutup ayat ini dengan firman Nya,”Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.” Janji ampunan dan kasih sayang bagi orang yang berbuat salah tanpa kesengajaan.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi

Surat Al-Baqarah ayat 182: Allah mengabarkan bahwasannya siapa yang takut berbuat salah kepada ahli waris maka tidak diperbolehkan baginya melaksanakan wasiat ini.


📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Tidak sengaja maupun sengaja, seperti menambah wasiat melebihi sepertiga atau mengkhususkan kepada yang kaya.

Yakni menyuruh orang yang berwasiat berlaku adil dalam mewasiatkan sesuai dengan batas-batas yang ditentukan syara'. Jika tidak berhasil, maka dia mengadakan shulh (damai) antara beberapa pihak (antara pemberi wasiat dan penerima wasiat) dengan mengadakan perubahan wasiat, maka tidak ada dosa baginya dalam masalah shulh ini.

Dia mengampuni semua ketergelinciran, termasuk ke dalamnya ampunan-Nya bagi mereka yang merelakan sebagian haknya untuk saudaranya.

Beberapa ayat di atas mendorong untuk mengadakan wasiat, menerangkan kepada siapa diberikan, menerangkan ancaman bagi yang mengubah wasiat yang adil dan dorongan untuk mengadakan islah dalam wasiat yang tidak adil.


📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Baqarah Ayat 182

Tetapi barang siapa khawatir karena mengetahui atau melihat tanda-tanda bahwa pemberi wasiat berlaku berat sebelah atau berbuat salah, baik disengaja maupun tidak, sehingga menyimpang dari ketentuan Allah, lalu dia mendamaikan antara mereka dengan meminta orang yang berwasiat berlaku adil dalam wasiatnya sesuai dengan ketentuan syariat islam, maka dia, yakni orang yang mendamaikan itu, tidak berdosa. Sungguh, Allah maha pengampun, maha penyayang kepada hambahamba-Nya yang bertobatwahai orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu berpuasa guna mendidik jiwa, mengendalikan syahwat, dan menyadarkan bahwa manusia memiliki kelebihan dibandingkan hewan, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu dari umat para nabi terdahulu agar kamu bertakwa dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Demikian pelbagai penjabaran dari beragam mufassirin terkait isi dan arti surat Al-Baqarah ayat 182 (arab-latin dan artinya), semoga bermanfaat untuk ummat. Bantulah perjuangan kami dengan memberikan tautan menuju halaman ini atau menuju halaman depan TafsirWeb.com.

Konten Sering Dilihat

Tersedia berbagai konten yang sering dilihat, seperti surat/ayat: Al-Ikhlas, Asmaul Husna, Shad 54, Al-Waqi’ah, Ayat Kursi, Do’a Sholat Dhuha. Termasuk Al-Kautsar, Al-Mulk, Al-Baqarah, Ar-Rahman, Yasin, Al-Kahfi.

  1. Al-Ikhlas
  2. Asmaul Husna
  3. Shad 54
  4. Al-Waqi’ah
  5. Ayat Kursi
  6. Do’a Sholat Dhuha
  7. Al-Kautsar
  8. Al-Mulk
  9. Al-Baqarah
  10. Ar-Rahman
  11. Yasin
  12. Al-Kahfi

Pencarian: robbana innaka jamiun nasi, ayat 15 latin dan artinya, surah al hasyr ayat 22-24, surah an nisa ayat 36, surah al baqarah 284-286

Bantu Kami

Setiap bulan TafsirWeb melayani 1.000.000+ kunjungan kaum muslimin yang ingin membaca al-Quran dan tafsirnya secara gratis. Tentu semuanya membutuhkan biaya tersendiri.

Tolong bantu kami meneruskan layanan ini dengan membeli buku digital Jalan Rezeki Berlimpah yang ditulis oleh team TafsirWeb (format PDF, 100 halaman).

Dapatkan panduan dari al-Qur'an dan as-sunnah untuk meraih rezeki berkah berlimpah, dapatkan pahala membantu keberlangsungan kami, Insya Allah.