Surat Al-Baqarah Ayat 142
۞ سَيَقُولُ ٱلسُّفَهَآءُ مِنَ ٱلنَّاسِ مَا وَلَّىٰهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ ٱلَّتِى كَانُوا۟ عَلَيْهَا ۚ قُل لِّلَّهِ ٱلْمَشْرِقُ وَٱلْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِى مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Arab-Latin: Sayaqụlus-sufahā`u minan-nāsi mā wallāhum 'ang qiblatihimullatī kānụ 'alaihā, qul lillāhil-masyriqu wal-magrib, yahdī may yasyā`u ilā ṣirāṭim mustaqīm
Artinya: Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".
« Al-Baqarah 141 ✵ Al-Baqarah 143 »
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Hikmah Berharga Tentang Surat Al-Baqarah Ayat 142
Paragraf di atas merupakan Surat Al-Baqarah Ayat 142 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada kumpulan hikmah berharga dari ayat ini. Tersedia kumpulan penafsiran dari banyak ahli tafsir mengenai isi surat Al-Baqarah ayat 142, di antaranya seperti termaktub:
📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Akan berkata orang-orang bodoh dan lemah akal dari kaum Yahudi dan orang-orang yang dengan mereka untuk mengolok-olok dan melakukan penentangan, “apakah yang memalingkan mereka dari kiblat mereka yang sebelumnya mereka mengerjakan shalat dengan menghadap ke arahnya pada permulaan Islam?” ( yaitu Baitul Maqdis). Katakanlah- wahai rasul- kepada mereka, “arah timur dan barat dan arah yang ada di antara keduanya adalah milik Allah, tidak ada satu orang pun yang keluar dari kepemilikan Allah, Dia memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki Nya dari para hamba-Nya menuju jalan hidayah yang lurus.”
Dan dalam ayat ini terdapat satu pemberitahuan bahwa segala urusan itu tergantung pada Allah dalam menjalankan perintah-perintah Nya, maka ke arah mana pun Dia mengarahkan kita, maka kita akan menghadap ke sana.
📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah
142. Allah mengabarkan kepada Nabi Muhammad tentang sesuatu yang akan terjadi di masa mendatang bahwa orang-orang yang kurang akal dari kalangan Yahudi dan musyrikin akan mengatakan dengan penuh penghinaan: “Apa yang menyebabkan kaum muslimin mengubah kiblat mereka -Baitul Maqdis- yang telah mereka hadap selama mereka shalat?”
Kemudian Allah memerintahkan nabi-Nya untuk menjawab mereka bahwa timur dan barat merupakan kepunyaan Allah; Dia memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus, yaitu agama Islam.
📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram
142. Orang-orang bodoh dan lemah akal dari kalangan Yahudi, orang-orang munafik yang seperti mereka bertanya, “Apa yang membuat orang-orang Islam berpaling dari kiblat Baitul Maqdis yang menjadi kiblat mereka sebelumnya?” Katakanlah -wahai Nabi- untuk menjawab pertanyaan mereka, “Allah lah satu-satunya pemilik kerajaan timur, barat dan arah mata angin lainnya. Dia berhak menghadapkan siapa saja di antara hamba-hamba-Nya ke arah tertentu yang dihendaki-Nya. Dan Dia lah yang menunjukkan hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki ke jalan lurus, yang tidak bengkok dan tidak menyimpang.”
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
142. سَيَقُولُ (akan berkata)
Ini adalah kabar dari Allah yang diberikan kepada Rasulullah dan kaum muslimin behwa orang-orang yang kurang akal dari golongan Yahudi dan Nasrani akan mengatakan perkataan ini, ketika kiblat dipindahkan dari Baitul Maqdis menuju Ka’bah.
السُّفَهَاءُ (Orang-orang yang kurang akal)
Mereka adalah yang kurang waras dan mempunyai akal yang lemah.
مَا وَلَّاهُمْ (Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam))
Yakni Apa yang membuat mereka pindah (dari kiblat mereka)
عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا ۚ (dari kiblatnya yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?)
Yakni kapada Baitul Maqdis
قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ (Katakanlah: “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat)
Yakni maka Allah berhak untuk memerintah hamba-Nya untuk menghadap ke arah manapun.
يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ (Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya)
Penyebutan kalimat ini agar manusia merasakan bahwa pemindahan kiblat ke Ka’bah merupakan bagian dari hidayah untuk Rasulullah dan umatnya menuju jalan yang lurus.
📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
142. Orang-orang bodoh yang memiliki pemikiran lemah dari golongan orang-orang Yahudi, orang-orang musyrik dan munafik itu berkata: “Apakah sebab berpalingnya mereka dari kiblat Baitul Maqdis yang mana mereka menghadapnya sebagai kiblat dalam shalat mereka” Katakanlah kepada mereka wahai Nabi: “Milik Allah itu seluruh arah baik barat maupun timur. HakNya pula untuk memerintah menghadap ke arah manapun yang Dia kehendaki. Dia menunjukkan jalan yang lurus dalam beribadah bagi hambaNya yang dikehendaki. Jadi berpalingnya kiblat menuju Ka’bah adalah suatu hidayah” Imam Bukhari meriwayatkan dari Al-Bara’ yang berkata: “Ketika tiba di Madinah Rasulullah SAW shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan. Namun Rasulullah SAW lebih senang menghadap ke arah Ka’bah. Lalu Allah menurunkan ayat {Qad Naraa Taqalluba wajhika} [Surah Al-Baqarah ayat 144] Lalu orang-orang bodoh itu, yaitu orang Yahudi berkata: {Ma Wallaahum ‘an qiblatihimullatii kaanuu ‘alaihaa} Lalu Allah SWT berfirman: {Qul Lillahil masyriqu wal maghribu}”
📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah
Orang-orang yang bodoh} orang-orang yang bodoh dan lemah akalnya {di antara manusia akan berkata,“Apakah yang memalingkan mereka} apa yang memalingkan mereka {dari kiblat mereka} dari kiblat Baitul Maqdis {yang dahulu mereka berkiblat kepadanya?” Katakanlah, “Milik Allah itu arah timur dan barat. Dia memberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
142. Ayat pertama meliputi mukjizat dan hiburan serta menenangkan hati kaum Mukminin, juga sebuah bantahan beserta jawabannya dari tiga faktor, dan sifat orang-orang yang membantah serta sifat orang-orang yang menerima hukum Allah sebagai agamanya.
Allah ta'ala memberikan kabar bahwasanya orang-orang bodoh diantara manusia akan membantah, yaitu mereka yang tidak mengenal kemaslahatan bagi diri mereka sendiri, bahkan mereka menyia-nyiakannya dan menukarnya dengan harga yang paling rendah, mereka itu adalah Yahudi dan Nasrani dan orang-orang yang semisal dengan mereka dari orang-orang yang suka membantah hukum-hukum Allah dan syariat-syariatNya. Yang demikian itu karena kaum Muslimin diperintahkan untuk menghadap ke Baitul Maqdis selama mereka menetap di Makkah, kemudian setelah hijrah ke Madinah kira-kira satu tahun setengah lamanya (karena Allah memiliki hikmah-hikmah dibalik itu semua yang akan disebutkan sebagiannya, dan hikmahNya menuntut adanya perintah kepada mereka untuk menghadap ke Ka’bah. Lalu Allah mengabarkan kepada mereka bahwa orang-orang bodoh diantara manusia itu pasti akan berkata, “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya,” yakni, menghadap Baitul Maqdis, maksudnya apa yang menyebabkan mereka berpaling darinya? Hal ini adalah sebuah bantahan terhadap hukum Allah, syariat, karunia, dan kebaikanNya. Maka Allah menghibur mereka dan Dia mengabarkan tentang kejadiannya serta hal seperti itu hanya terjadi dari orang-orang bodoh dan sedikit akal, sedikit keramahan, dan miskin agama. Maka janganlah kalian mempedulikan mereka karena telah diketahui sumber perkataan itu. Orang yang berakal tidaklah akan mempedulikan ocehan orang bodoh dan tidak mengambil pusing tentangnya.
Ayat ini menunjukan bahwa tidaklah akan membantah terhadap hukum-hukum Allah kecuali orang bodoh, dungu, dan pembangkang. Sedangkan orang yang berakal, lagi beriman dan pandai, pastilah akan menerima hukum-hukum Allah dengan kepasrahan, ketundukan, serta kepatuhan, sebagai mana firman Allah ta'ala :
" Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka." QS Al-Ahzab: 36,
" Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." QS. An-Nisa: 65,
"Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." QS. An-Nur: 51.
FirmanNya, “Orang-orang bodoh,” sudah cukup untuk menolak perkataan mereka dan tidak perlunya mempedulikan mereka. Akan tetapi Allah ta'ala dengan adanya hal itu tidak akan membiarkan suatu Syubhat hingga Dia menghilangkan dan menyingkap apa yang akan dibeberkan kepada sebagian hati dari bantahan tersebut. Maka Allah berfirman “Katakanlah” kepada mereka sebagai jawaban, “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus,” maksudnya, apabila arah barat dan timur adalah milik Allah dan tidak ada satu arah pun yang keluar dari kekuasaan Allah, dan dengan ini Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus, yang diantaranya adalah petunjukNya kepada kalian untuk menghadap ke kiblat tersebut yang merupakan arah bapak kalian Ibrahim, lalu untuk apa orang yang membantah itu melakukan bantahan tentang perpindahan kiblat kalian kepada arah yang termasuk bagian dari kekuasaan Allah? Dan kalian tidak menghadap sebuah arah yang bukan kekuasaan Allah. Dengan hujjah tersebut saja wajiblah ketundukan kepada perintahNya, lalu bagaimana pula bila hal itu adalah karunia Allah dan petunjukNya, serta kebaikanNya kepada kalian yang memberikan petunjuk kepada kalian menuju hal tersebut? Orang yang membantah kalian berarti dia telah membantah karunia Allah, karena dengki dan zhalim terhadap kalian.
Dan ketika Firman Allah, “Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus” bersifat mutlak, sedangkan sesuatu yang tidak terbatas itu harus dimaknai dengan hal yang telah membatasinya, maka hidayah dan kesesatan itu memiliki sebab-sebab yang telah menjadi suatu keharusan dari hikmah Allah dan keadilanNya, dan sesungguhnya Allah telah mengabarkan dalam ayat lain tentang sebab-sebab hidayah, yang mana apabila seorang hamba melakukan sebab-sebab itu, niscaya dia akan memperoleh hidayah, sebagaimana Allah berfirman :
" Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." QS Al-Maidah: 16.
Dalam ayat ini Allah menyebutkan suatu sebab yang mengakibatkan umat ini memperoleh hidayah secara mutlak dengan segala bentuk hidayah, dan Allah menganugerahkannya bagi mereka, Allah berfirman,
143. “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat islam), umat pertengahan,” yakni tegak dan terpilih, sedangkan yang selain pertengahan adalah ujung dan pinggir yang tergolong dalam mara bahaya;
Allah menjadikan umat in sebagai pertengahan dalam segala perkara agama.
Pertengahan terhadap para Nabi diantara orang-orang yang melampaui batas terhadap mereka seperti Nasrani dengan orang-orang yang berpaling dari mereka seperti Yahudi, yaitu dengan beriman kepada mereka seluruhnya dengan cara yang benar.
Pertengahan dalam syariat, tidak seperti sikap berlebih-lebihannya orang-orang Yahudi dan kesalahan-kesalahan mereka, tidak pula seperti tindakan asal-asalan orang-orang Nasrani.
Dalam hal bersuci dan makanan, tidak seperti Yahudi yang (menurut mereka) suatu shalat tidak akan sah kecuali dalam tempat ibadah dan biara-biara mereka, tidak pula air menyucikan mereka dari najis-najis, dan sesungguhnya telah diharamkan atas mereka makanan yang baik sebagai suatu hukuman bagi mereka. Tidak pula seperti Nasrani yang sama sekali tidak menganggap sesuatupun sebagai najis, dan tidak pula mengharamkan sesuatu pun, akan tetapi mereka membolehkan segala yang berjalan maupun yang merangkak, sedang kesucian kaum Muslimin adalah kesucian paling sempurna dan paling lengkap.
Allah ta'ala menghalalkan bagi mereka segala yang baik dari berbagai macam makanan, minuman, dan pakaian, serta mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dari itu semua. Umat ini memiliki agama paling sempura, akhlak paling mulia, dan amalan-amalan paling utama.
Allah ta'ala telah mengaruniakan kepada mereka ilmu, keramahan, keadilan, kebaikan perbuatan yang tidak Allah karuniaka kepada umat-umat sebelumnya selain mereka. Oleh karena itu, mereka adalah “umat yang pertengahan” yang sempurna lagi seimbang, agar mereka menjadi “saksi atas perbuatan manusia” karena keadilan dan keputusam mereka yang adil, dimana mereka menghukumi seluruh manusia dari segala macam pemeluk agama dan tidak ada yang menghukum semua itu selain dari mereka; maka apa pun yang diterima oleh umat ini, niscaya itu di terima, dan apa pun yang ditolak, niscaya tertolak.
Bila ditanyakan, “Bagaimana mungkin keputusan mereka atau manusia dapat diterima padahal setiap dari kedua belah pihak yang bersengketa tidak dapat menerima perkataan pihak yang lain?
Dijawab: Tidak dapat diterimanya perkataan salah satu pihak dari kedua pihak yang bersengketa adalah karena adanya suatu tuduhan, adapun bila tidak ada tuduhan tertentu dan hanya ada keadilan yang sempurna, sebagaimana yang terdapat pada umat ini, maka yang sebenarnya dimaksudkan adalah berhukum dengan keadilan dan kebenaran, dan syarat semua itu adalah ilmu dan keadilan, sedangkan kedua hal itu terdapat pada umat ini yang pada akhirnya perkataannya dapat diterima.
Apabila ada seseorang yang ragu tentang keutamaannya, lalu dia meminta seseorang yang dapat menguatkan keutamaannya, maka dia adalah Nabi mereka, Muhammad Saw sebaik-baik makhlukNya. Oleh karena itu Allah berfirman, “dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatan kamu,”
Dan diantara kesaksian umat ini terhadap umat-umat yang lain adalah bahwasanya di Hari Kiamat Allah bertanya kepada para Rasul tentang dakwah mereka dan umat-umat yang mendustai dakwah tersebut, sedangkan mereka mengingkari bahwa para Rasul itu telah menyampaikan dakwah mereka, maka para Rasul itu meminta persaksian kepada umat ini yang akhirnya direkomendasikan oleh Nabi mereka.
Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa ijma’ umat ini merupakan suatu hujjah yang pasti kuat, dan bahwasanya mereka itu terlepas dari kesalahan dengan adanya kemutlakan Firman Allah “pertengahan.” Sekiranya kesepakatan mereka itu dimungkinkan terjadi kesalahan, niscaya tidak menjadi pertengahan kecuali hanya pada beberapa perkara saja. Dan firman Allah, “Agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia” berkonsekuensi bahwa mereka bila bersaksi terhadap suatu hukum bahwa Allah telah menghalalkan dan mengharamkan, atau mewajibkan, maka mereka terlepas dari dosa dalam hal tersebut. Ayat ini juga menunjukan bahwa dalam berhukum, bersaksi, dan mengeluarkan fatwa atau semacamnya harus dengan syarat adil.
📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah
Ayat 142-143
Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan "orang-orang bodoh" di sini adalah orang-orang musyrik Arab. Hal ini diungkapkan oleh Az-Zajjaj.
Dikatakan, yaitu para uskup Yahudi. Hal ini diungkapkan oleh Mujahid.
Dikatakan, yaitu rang-orang munafik. Hal ini diungkapkan oleh al-Suddi.
Ayat ini umum untuk semua kelompok ini, dan hanya Allah lebih mengetahui.
Diriwayatkan dari Bara' bahwa Nabi SAW shalat menghadap Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan. Beliau berharap agar kiblatnya adalah kiblatnya menghadap ke Baitullah. Beliau melakukan shalat pertama yang menghadap Baitul Maqdis adalah shalat Ashar, dan beberapa orang ikut shalat bersamanya. Kemudian, seorang lelaki yang telah shalat sebelumnya keluar dan berjalan melewati orang-orang yang sedang ruku', dan berkata, "Demi Allah, aku telah shalat bersama Nabi SAW menghadap Mekah". Orang-orang tersebut pun berbalik menghadap Baitullah dalam shalat mereka. Adapun orang-orang yang wafat dalam keadaan menghadap kiblat sebelum kiblat Baitullah diubah itu ada beberapa orang yang meninggal sebelum perubahan tersebut dan kami tidak mengetahui berapa banyak jumlah mereka. Allah SWT berfirman tentang mereka (dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia)
Diriwayatkan dari Bara' juga disebutkan bahwa Nabi SAW biasa melaksanakan shalat menghadap Baitul Maqdis, dan beliau seringkali menengadah ke langit, menantikan perintah Allah. Lalu Allah SWT menurunkan firmanNya, (Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram) (Surah Al-Baqarah: 144). Lalu ada sekelompok orang muslim berkata, "Kami berharap kita mengetahui siapa dari kalangan kami yang meninggal sebelum kami menghadap kiblat baru, dan bagaimana shalat kami yang menghadap Baitul Maqdis?" Lalu Allah SWT menurunkan firmanNya, (dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu) Lalu orang-orang yang bodoh, yaitu Ahli Kitab, berkata, (Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?)
Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu Abbas: Sesungguhnya Rasulullah SAW ketika hijrah ke Madinah, Allah memerintahkan beliau untuk menghadap ke Baitul Maqdis. Hal ini membuat orang Yahudi senang. Lalu Rasulullah SAW kemudian mematuhi perintah ini selama kurang lebih sepuluh bulan. Rasulullah SAW menyukai kiblat nabi Ibrahim, dan sering kali berdoa kepada Allah sambil menengadah ke langit. Kemudian Allah SWT menurunkan ayat: (Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya) (Surah Al-Baqarah: 144), atau mengarah ke sana. Lalu tindakan ini membuat orang Yahudi merasa ragu dan berkata: (Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?) Maka Allah menurunkan ayat: (Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus")
Banyak hadits yang menjelaskan tentang hal ini, dan intinya adalah bahwa Rasulullah SAW diperintahkan untuk menghadap batu di Baitul Maqdis. Ketika masih di Makkah, beliau shalat di antara dua sudut Ka'bah, sehingga posisi beliau berada di antara Ka'bah, dan beliau menghadap batu di Baitul Maqdis. Namun, setelah hijrah ke Madinah, sulit untuk menghadap keduanya secara bersamaan. Maka Allah memerintahkan beliau untuk menghadap Baitul Maqdis. Pendapat ini dinyatakan oleh Ibnu Abbas dan mayoritas ulama. Namun, ada yang berbeda dengan pendapat itu mengenai apakah perintah ini diberikan melalui Al-Qur'an atau melalui wahyu lain. Ada dua pandangan yang berbeda. Al-Qurtubi dalam tafsirnya meriwayatkan dari ‘Ikrimah, Abu Al-‘Aliyah, dan Hasan Al-Bashri bahwa Rasulullah SAW dengan isjtihad beliau sendiri yaitu beliau mengarahkan dirinya sendiri ke Baitul Maqdis ketika datang di Madinah, dan hal itu berlanjut sampai sekitar sepuluh bulan, dan memperbanyak berdoa dan memohon untuk menghadap Ka'bah yang merupakan kiblat nabi Ibrahim, lalu doa beliau dikabulkan, lalu beliau diperintahkan untuk menghadap ke Baitullah. Kemudian Rasulullah SAW memberitahukannya kepada orang-orang, dan shalat pertama yang beliau lakukan ketika menghadap kiblat itu adalah shalat ashar, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari riwayat Bara’. Sedangkan yang ada pada An-Nasa’i diriwayatkan Abu Sa’id bin Mu’alla bahwa itu adalah shalat zhuhur, beliau bersabda,”Aku dan para sahabatku sahabatku adalah orang yang pertama shalat menghadap Ka’bah”
Disebutkan oleh beberapa mufasir dan bahwa perubahan kiblat turun kepada Rasulullah SAW ketika beliau telah melaksanakan dua rakaat shalat zhuhur, dan hal ini terjadi di Masjid Bani Salamah, maka dinamakanlah masjid tersebut: Masjid Al-Qiblatain.
Laki-laki berpindah di tempat perempuan, dan perempuan berpindah di tempat laki-laki. Hal ini disebutkan oleh Syaikh Abu Umar bin Abdul Barr An-Namari. Adapun penduduk Quba, mereka tidak mendapat kabar tersebut sampai waktu shalat subuh pada hari kedua seperti yang disebutkan dalam hadits shahih Bukhari Muslim yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata: Ketika orang-orang yang berada di Quba sedang melaksanakan shalat Subuh, tiba-tiba datanglah seorang utusan yang mengatakan, “Sesungguhnya Rasulullah SAW telah menerima wahyu malam ini dan beliau diperintahkan untuk menghadap Ka'bah, maka menghadaplah kalian ke arah Ka'bah. Lalu mereka pun berbalik menghadap Ka'bah."
Dalam peristiwa ini terdapat petunjuk bahwa nasakh itu tidak mengikat hukumnya kecuali setelah mengetahuinya, bahkan jika sudah lewat pemberitahuannya. Hal ini karena mereka tidak diperintahkan untuk mengulangi shalat ashar, maghrib, dan isya', hanya Allah yang lebih mengetahui.
Ketika peristiwa ini terjadi, orang-orang munafik, orang-orang yang ragu, dan orang-orang kafir dari kalangan Yahudi merasa bingung, serta meragukan petunjuk. Mereka berkata, (Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?) artinya mereka berkata,”Mengapa mereka itu, terkadang menghadap ke sana, dan terkadang menghadap ke sini” Lalu Allah menurunkan jawaban atas keraguan mereka dengan firmanNya: (Katakanlah: "Kepunyaan Allahlah timur dan barat) yaitu hukum, aturan dan perintah, semua itu adalah milik Allah (maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah) (Surah Al-Baqarah: 115) dan (Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah) (Surah Al-Baqarah: 177) yaitu bahwa semua itu hanya untuk melaksanakan perintah Allah. Kemanapun kita menghadap, itulah arah kita. Maka haruslah taat dalam melaksanakan perintah perintahNya. Meskipun kita mengarahkan ke berbagai arah setiap hari, kita tetaplah hambaNya dan kita bertindak sebagai hambaNya, di mana pun kita menghadap, itulah arah kita. Allah SWT memiliki perhatian besar terhadap hambaNya, RasulNya nabi Muhammad SAW, dan umatNya. Itu memberi bantuan yang besar ketika menunjukkan mereka untuk menghadap ke arah kiblat nabi Ibrahim. Dia menjadikan arah mereka menuju Ka'bah yang dibangun atas nama Allah SWT dan tidak ada sekutu bagiNya. Ka'bah adalah rumah Allah yang paling mulia di bumi, yang dibangun oleh nabi Ibrahim. Oleh karena itu, Allah berfirman: (Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus)
Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda (dalam konteks Ahli Kitab) Sesunguhnya mereka tidak iri terhadap kita dalam hal apa pun sebagaimana mereka iri terhadap kita pada hari Jumat yang ditunjukkan Allah kepada kita jalan, sementara mereka tersesat darinya, dan terhadap kiblat yang ditunjukkan Allah kepada kita untuk menghadapnya, serta iri terhadap perkataan kita di belakang imam: “Amin”
Allah SWT berfirman, (Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu) Allah berfirman,”Kami mengubah kiblat kalian ke arah kiblat nabi Ibrahim, dan Kami memilihnya untuk kalian agar kalian menjadi umat terpilih, agar kalian menjadi saksi atas umat-umat lain di hari kiamat, karena semua orang mengakui keutamaan kalian” Adapun “wasatha” di sini mengandung arti terpilih dan paling utama, sebagaimana dikatakan, “Quraisy adalah orang-orang terpilih dari bangsa Arab dalam hal keturunan” yaitu yang terbaik dari mereka. Rasulullah SAW adalah orang yang paling utama di antara kaumnya, yaitu keturunan terbaik dari mereka. Dari sini pula datang nama shalat wustha yang merupakan shalat paling utama, yaitu shalat Ashar, sebagaimana tercatat dalam hadits-hadits shahih dan yang lainnya. Ketika Allah menjadikan umat ini sebagai umat pertengahan, Dia memberikan kepada mereka hukum yang paling sempurna, jalan yang paling benar, dan metode yang paling tepat. Sebagaimana Allah SWT berfirman, (Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia) (Surah Al-Hajj: 78)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id, dia berkata,”Rasulullah SAW bersabda”nabi Nuh akan dipanggil pada hari kiamat, dan akan dikatakan kepadanya, “Apakah kamu telah menyampaikan (risalahmu)?” dia menjawab, Iya” Kemudian kaumnya dipanggil, dan akan dikatakan kepada mereka, “Apakah telah sampai kepada kalian?” Mereka menjawab,” dan tidak ada yang memberi peringatan kepada kami dan tidak siapapun yang datang kepada kami” Maka nabi Nuh akan ditanya, “Siapakah yang akan menjadi saksi bagimu?” dia menjawab, “nabi Muhammad dan umatnya” maka hal itu merupakan makna firman Allah (Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil) “Wasatha” artinya adalah keadilan Kemudian kalian akan dipanggil dan akan menjadi saksi untuk nabi Nuh bahwa dia telah menyampaikan, kemudian aku akan menjadi saksi atas kalian”,
Diriwayatkan dari Sa’id Al-Khudri berkata, Rasulullah SAW bersabda,”Nabi akan datang pada hari kiamat dan bersamanya dua orang atau lebih lalu dipanggil kaumnya dan dikatakan kepada mereka,”apakah telah sampai kepada kalian hal ini?, lalu mereka berkata, “tidak” lalu dikatakan kepada nabi itu,”Apakah kamu telah menyampaikannya kepada kaummu?”, lalu dia menjawab,”Iya”. Lalu dikatakan,”Siapakah yang akan bersaksi untukmu?”, lalu dia menjawab,”nabi Muhammad dan umatnya” lalu nabi Muhammad dan kaumnya dipanggil dan ditanya kepada mereka,”Apakah kaum ini telah menerima hal ini?”. Kemudian mereka berkata,”Apa yang menjadi dasar pengetahuan kalian”. Lalu mereka berkata,”Telah datang kepada kami nabi kami, dan memberitahu kepada kami bahwa telah menerima hal itu” Hal tersebut sesuai dengan firman Allah (Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil) dia bertanya: adil (dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu).
Diriwaatkan dari Abu Sa'id al-Khudri, dari Nabi SAW, tentang firman Allah SWT, (Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil) beliau bersabda, “Yaitu adil”
Diriwayatkan dari Abu Al-Aswad, dia berkata: Aku pernah berkunjung ke kota Madinah saat sedang berjangkitnya penyakit. Saat aku sedang duduk dekat ['Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhu] tiba-tiba ada jenazah yang lewat di hadapan mereka lalu mereka menyanjungnya dengan kebaikan. Maka 'Umar radliallahu 'anhu berkata,: "Pasti baginya". Tak lama kemudian lewat jenazah yang lain lalu jenazah itu pun disanjung dengan kebaikan. Maka 'Umar radliallahu 'anhu berkata, lagi: "Pasti baginya". Kemudian lewat jenazah yang ketiga lalu jenazah itu disebut dengan keburukan, maka 'Umar radliallahu 'anhu pun berkata,: "Pasti baginya". Berkata, Abu Al Aswad; maka aku bertanya: "Apa yang dimaksud pasti baginya, wahai Amirul mu'minin?". Maka dia berkata,: "Aku mengatakannya seperti yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu'alaihiwasallam: "Bilamana seorang muslim (meninggal dunia) lalu disaksikan (disanjung) oleh empat orang muslim lainnya dengan kebaikan maka pasti Allah akan memasukakannya ke dalam surga". Maka kami bertanya kepadanya: "Bagaimana kalau tiga orang muslim?". Dia menjawab; "Juga oleh tiga orang". Kami berkata lagi: "Bagaimana kalau dua orang muslim?". Dia menjawab; "Juga oleh dua orang". Dan kami tidak menanyakannya lagi bagaimana kalau satu orang".
Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Abi Zuhair Ats-Tsaqafi, dari ayahnya, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda ketika di An-Nabawah: Hampir saja kalian mengetahui orang-orang yang terpilih dari kalian dan orang-orang yang jahat dari kalian. Mereka bertanya, "Dengan melalui apakah, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Dengan melalui pujian yang baik dan sebutan yang buruk; kalian adalah saksi-saksi Allah yang ada di bumi."
Terkait firman Allah SWT, (Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah) Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Kami memerintahkan kepadamu, wahai Muhammad, untuk menghadap pertama ke arah Baitul Maqdis, kemudian Kami menghadapkanmu ke arah Ka'bah, untuk membedakan siapa yang mengikutimu, menaatimu, dan menghadap bersamamu dimanapn kamu menghadap dari orang yang berbalik arah, yaitu murtad dari agamanya.
(Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat) artinya tindakan ini, yaitu mengubah arah dari Baitul Maqdis menuju Ka’bah, yaitu, ini merupakan perkara yang sangat berat bagi diri mereka kecuali orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dalam hati mereka dan meyakini dengan kebenaran Rasulullah SAW, dan semua yang dia bawa adalah kebenaran yang tidak keraguan lagi, dan bahwa Allah berbuat sesuatu yang Dia kehendaki dan menghukum apa yang Dia kehendaki. Maka Allah berhak membebankan kepada hamba-hambaNya dengan apa yang Dia kehendaki dan mencabut apa yang Dia kehendaki, dan bagiNya hikmah yang sempurna dan hujjah yang kuat di semua hal ini, berbeda dengan orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit. Oleh sebab itu, setiap kali ada sesuatu yang terjadi, hal itu menimbulkan keraguan bagi mereka, seperti yang terjadi pada orang-orang yang beriman dengan yakin. Sebagaimana Allah SWT berfirman,( Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira (124) Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka) [Surah At-Taubah] dan (Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan) [Surah Fushshilat: 44] serta firmanNya (Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian) [Surah Al-Isra': 82] Terkait hal ini, orang-orang yang kuat keyakinannya kepada Rasulullah SAW dan mengikuti perintahnya tanpa ragu itu adalah para pemimpin para sahabat.
Beberapa ulama’ berpendapat bahwa mereka yang pertama-tama beriman dari golongan Muhajirin dan Ansar adalah orang yang melaksanakan shalat menghadap dua kiblat.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata, "Saat orang-orang sedang melaksanakan shalat subuh di Masjid Quba, tiba-tiba seseorang datang dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat Al-Qur'an kepada Nabi SAW, dan beliau diperintahkan untuk menghadap Ka'bah. Lalu mereka pun menghadap ke Ka'bah"
Hal ini menunjukkan kesempurnaan ketaatan mereka kepada Allah SWT dan RasulNya, serta ketaatan mereka kepada perintah Allah SWT, dan Allah SWT meridhai mereka semua.
Firman Allah (dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu) yaitu, shalatmu menghadap Baitul Maqdis sebelum ini, dan tidak akan sia-sia pahala di sisi Allah.
Dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Ishaq As-Sabi'I, dari Al-Bara' berkata, "Sejumlah orang yang sudah shalat menghadap Baitul Maqdis telah meninggal dunia. Lalu orang-orang berkata, “Bagaimana keadaan mereka?” Lalu Allah SWT menurunkan ayat, (dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu)
Hasan Al-Basri berkata tentang firman Allah (Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu) dan Allah tidak mengabaikan nabi Muhammad SAW, dan kalian bersamanya ke mana pun dia pergi. (Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia)
Dalam hadits shahih: Rasulullah SAW melihat seorang wanita dari tawanan perang yang terpisah dengan anaknya. Setiap kali dia menemukan seorang anak yang dia cintai dari tawanan perang, dia mengambilnya dan memeluknya sambil berjalan mengelilingi tempat mencari anaknya. Ketika dia menemukan anaknya, dia memeluknya erat. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Apakah kalian mengira wanita ini akan membuang anaknya ke dalam api neraka sedangkan dia mampu untuk tidak membuangnya?" Mereka menjawab, "Tidak, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Demi Allah, Allah lebih lembut terhadap hamba-hambaNya daripada wanita ini terhadap anaknya"
📚 Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi
Makna kata :
{ ٱلسُّفَهَآءُ } as-Sufaha : Sufahaa bentuk jamak dari safiih yaitu orang yang memiliki kelemahan akal karena hanya bisa taqlid dan tidak mau menelitinya. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan akhlak dan perilaku.
{ مَا وَلَّىٰهُمۡ } Maa wallahum : Hal yang merubah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah di kota Mekah.
{ القبلة } al-Qiblat : Arah yang dituju oleh seseorang dan menjadi patokan seseorang ketika shalat.
Makna ayat :
Allah Ta’ala mengabarkan tentang suatu perkara yang diketahuiNya sebelum terjadi. Adapun hikmah pemberitahuan itu sebelum terjadinya adalah untuk meringankan pengaruh yang terjadi pada jiwa kaum mukminin, karena kritikan mereka yang pahit itu bila tidak terjadi secara mendadak maka tidak akan menggoyahkan hati kaum mukminin. Allah Ta’ala berfirman (سَيَقُولُ ٱلسُّفَهَآءُ مِنَ ٱلنَّاسِ مَا وَلَّىٰهُمۡ عَن قِبۡلَتِهِمُ ٱلَّتِي كَانُواْ عَلَيۡهَاۚ ) “Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata,”Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?”
Hal ini benar-benar terjadi tatkala Allah Ta’ala merubah kiblat rasul dan umat Islam yaitu Baitul Maqdis menuju Ka’bah sebagai bentuk realisasi dari keinginan Rasulullah ﷺ, juga sebagai bentuk ujian yang dikandung oleh ayat setelahnya. Allah Ta’ala memberitahukan bahwa orang-orang yang kurang akalnya dari kalangan Yahudi dan Munafikin serta musyrikin akan memberikan komentar negatif, dan Allah mengajarkan umat Islam bagaimana cara membantah komentar mereka itu. Allah berfirman : “Katakanlah bahwa kepunyaan Allah lah timur dan barat. Dia memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendakiNya menuju jalan yang lurus.” Tidak ada interupsi padaNya kemana mau menghadapkan hambaNya. Dan Dia menunjuki siapa saja yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus.
Pelajaran dari ayat :
• Bolehnya terjadi nasakh suatu hukum dalam Islam, dengan mengganti kiblat dari Baitul Maqdis menuju Ka’bah di Mekah al-Mukarramah.
• Membuat berita dusta, dan menciptakan berbagai krisis dan teror adalah perbuatan orang Kafir semenjak dulu kepada kaum muslimin. Bagi orang mukmin hendaknya tetap tegar dan tidak terjatuh dalam kebimbangan menghadapinya sampai menjadi jelas antara kebenaran dan kebatilan, dan fitnah bisa berhenti.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi
Surat Al-Baqarah ayat 142: Allah mengabarkan bahwasannya orang-orang bodoh dari yahudi dan semisal dengan mereka berkata: kenapa Muhammad ﷺ meninggalkan berserta para sahabat kiblat mereka, yang mereka mengadap kesana yaitu baitul Maqdis yang kemudian mereka menghadap arah Ka’bah? .
📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berada di Mekah di tengah-tengah kaum musyirikin, Beliau berkiblat ke Baitul Maqdis, tetapi setelah 16 atau 17 bulan berada di Madinah di tengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau disuruh oleh Allah untuk menghadap ke arah ka'bah sebagai kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa dalam ibadah shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan ka'bah itu menjadi tujuan, tetapi tujuannya untuk menghadapkan diri kepada Allah, menjalankankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Di antara hikmah adanya kiblat adalah untuk persatuan umat Islam.
Ibnu Ishak meriwayatkan dari Al Barraa', ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat menghadap Baitulmaqdis dan sering menghadap ke langit menunggu perintah Allah, maka Allah menurunkan ayat, "Qad naraa taqalluba wajhika fis samaa'…dst. lalu ada beberapa orang kaum muslimin yang berkata, "Kami senang sekali, jika kami mengetahui keadaan orang-orang yang wafat sebelum kami menghadap ke kiblat, maka Allah menurunkan ayat, "Wa maa kaanallahu liyudhii'a iimaanakum". Kemudian orang-orang yang kurang akal di antara manusia berkata, "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblat (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka berkiblat kepadanya? Maka Allah menurunkan ayat, "Sayaquulus sufahaa' minan naas..dst.."
Ayat di atas mengandung beberapa hal, di antaranya: mukjizat, hiburan bagi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, penenteraman terhadap hati kaum mukmin, adanya tindakan I'tiradh (protes) serta jawabannya, sifat orang yang memprotes dan sifat orang yang tunduk menerima hukum Allah Ta'ala.
Maksudnya: orang-orang yang kurang pikirannya sehingga tidak dapat memahami maksud dan hikmah pemindahan kiblat akan berkata seperti yang disebutkan di atas dengan nada mengolok-olok. Mereka disebut "sufaha" (kurang akal) karena tidak mengerti hal-hal yang bermaslahat terutama bagi diri mereka, mereka rela menjual keimanan dengan harga yang murah. Mereka yang akan berkata seperti ini adalah orang-orang Yahudi, Nasrani dan semisalnya, termasuk orang-orang yang suka memprotes hukum Allah dan syari'atnya seperti JIL (Jaringan Islam Liberal). Adapun orang-orang yang berakal dan cerdas -mereka adalah orang-orang mukmin- akan tunduk menerima hukum-hukum Tuhannya sebagaimana disebutkan dalam surat An Nisaa': 51:
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan perkara di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar dan kami ta'at". Mereka Itulah orang-orang yang beruntung."
Penyebutan "sufaha" untuk mereka sebenarnya terdapat bantahan terhadap perkataan mereka itu dan agar kita tidak menghiraukannya. Namun demikian, Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak membiarkan syubhat ucapan mereka itu, bahkan membantahnya agar tidak lagi terlintas di hati hamba-hamba-Nya yang mukmin sebagaimana disebutkan pada ayat di atas dan ayat setelahnya.
Yakni mengapa mereka mengatakan seperti itu padahal milik Allah-lah timur dan barat, tidak ada satu arah yang keluar dari kepemilikan-Nya. Meskipun demikian, Dia tetap membimbing orang yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus, di antaranya dengan menghadapkan arah kiblat ke Ka'bah, di mana hal ini termasuk ajaran Nabi Ibrahim 'alaihis salam. Hal ini pun menunjukkan lebih dekatnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukmin dengan Nabi Ibrahim 'alaihis salam dibanding orang-orang Yahudi dan Nasrani.
📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Baqarah Ayat 142
Setelah pada ayat yang lalu diceritakan perilaku kaum yahudi secara umum, pada ayat ini Allah menjelaskan sikap mereka dan juga orang musyrik terkait persoalan khusus, yaitu pengalihan kiblat salat dari baitulmakdis di palestina ke kakbah di mekah. Pada saat nabi berhijrah ke madinah, beliau dan para sahabatnya selama 16 sampai 17 bulan melaksanakan salat menghadap ke baitulmakdis. Pada rajab tahun ke-2 hijriah, Allah memerintahkan nabi untuk menghadap ke masjidilharam di mekah. Tentang hal ini Allah berfirman sebagai berikut. Orang-orang yang kurang akal di antara manusia, yakni sebagian orang yahudi dan kelompok lain, akan mengolok-olok nabi dan kaum mukmin dengan berkata, apakah yang memalingkan mereka, yakni kaum muslim, dari kiblat yang dahulu mereka berkiblat kepadanya' pemberitahuan awal ini dilakukan agar nabi dan orang-orang islam tidak kaget jika hal itu tejadi. Lalu Allah memerintahkan kepada nabi untuk menjawab mereka. Katakanlah, wahai rasul, milik Allah-lah timur dan barat. Allah berhak untuk menyuruh hamba-Nya menghadap ke arah mana saja, apakah ke arah timur atau barat, karena semua arah adalah milik Allah. Mereka yang beriman dengan benar akan mengikuti seluruh perintah Allah. Mereka itulah yang mendapat petunjuk dari Allah. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki ke jalan yang lurus. Allah yang paling mengetahui siapa yang pantas untuk mendapat petunjuk itu. Jika Allah menjadikan kakbah sebagai kiblat yang paling utama karena dibangun oleh bapak para nabi, yaitu nabi ibrahim, maka demikian pula kami telah menjadikan kamu, umat islam, umat pertengahan, yaitu umat terbaik yang pernah ada di bumi ini. Umat yang terbaik sangatlah pantas menjadi saksi. Tujuannya adalah agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia, yaitu ketika nanti pada hari kiamat jika ada dari mereka yang mengingkari bahwa rasul-rasul mereka telah menyampaikan pesan-pesan Allah atau adanya penyimpangan pada ajaran mereka. Di samping itu, juga agar rasul, Muhammad, menjadi saksi atas perbuatan kamu yaitu dengan memberikan petunjuk dan arahan-arahannya ketika masih hidup serta jalan kehidupannya juga petunjuknya ketika sudah meninggal. Allah kemudian menjelaskan tujuan pengalihan kiblat, yaitu menguji keimanan seseorang. Kami tidak menjadikan kiblat yang dahulu kamu berkiblat kepadanya melainkan agar kami mengetahui siapa yang mengikuti rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Bagi mereka yang tetap istikamah dengan keimanannya, mereka akan mengikuti apa pun yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya, baik dalam pengalihan kiblat atau lainnya. Sebaliknya, bagi yang lain, mereka akan menolak dan enggan mengikuti perintah Allah dan rasul-Nya. Ihwal pemindahan kiblat memang mengundang persoalan bagi sebagian kelompok. Oleh karena itu, pemindahan kiblat itu sangat berat kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Sebagian kelompok menganggap persoalan kiblat adalah termasuk ajaran yang sudah baku, tidak bisa diubah lagi, seperti halnya tauhid. Namun, sebagian lagi, yaitu orang-orang yang istikamah dalam beriman, menganggap bahwa persoalan ini termasuk kebijakan Allah yang bisa saja berubah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah maha pengasih, maha penyayang kepada manusia.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Demikianlah sekumpulan penjabaran dari kalangan pakar tafsir berkaitan kandungan dan arti surat Al-Baqarah ayat 142 (arab-latin dan artinya), moga-moga membawa manfaat bagi kita bersama. Dukunglah perjuangan kami dengan memberi tautan menuju halaman ini atau menuju halaman depan TafsirWeb.com.