Surat An-Nisa Ayat 19
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ lā yaḥillu lakum an tariṡun-nisā`a kar-hā, wa lā ta'ḍulụhunna litaż-habụ biba'ḍi mā ātaitumụhunna illā ay ya`tīna bifāḥisyatim mubayyinah, wa 'āsyirụhunna bil-ma'rụf, fa ing karihtumụhunna fa 'asā an takrahụ syai`aw wa yaj'alallāhu fīhi khairang kaṡīrā
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Pelajaran Berharga Terkait Surat An-Nisa Ayat 19
Paragraf di atas merupakan Surat An-Nisa Ayat 19 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada kumpulan pelajaran berharga dari ayat ini. Terdokumentasikan kumpulan penjelasan dari para ulama terkait isi surat An-Nisa ayat 19, misalnya sebagaimana di bawah ini:
📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Wahai orang-orang yang beriman, tidak boleh bagi kalian menjadikan istri-istri ayah-ayah kalian sebagai bagian dari harta pusaka warisan mereka, dimana kalian dapat berbuat sesuka hati terhadap wanita-wanita itu dengan menikahi mereka atau melarang mereka menikah, atau menikahkan mereka dengan orang lain, padahal mereka itu tidak menyukai seluruh hal tersebut. Dan tidak boleh bagi kalian untuk menyebabkan kemudaratan terhadap istri-istri kalian, lantaran kalian membenci mereka, supaya mereka bersedia menanggalkan sebagian yang telah kalian berikan kepada mereka berupa maskawin atau hal lainnya, kecuali jika dia berbuat sesuatu perbuatan yang kotor seperti berzina, maka saat itu kalian boleh menahan merekea sampai kalian mengambil apa yang telah diberikan kepada mereka. Dan hendaknya asas pergaulan kalian terhadap istri-istri kalian berlandaskan hasrat untuk memuliakan dan cinta dan memenuhi hak-hak mereka. Kemudian apabila kalian membenci mereka dikarenakan suatu factor duniawi, maka bersabarlah. Bias jadi kalian membenci suatu perkara dan lalu muncul darinya kebaikan yang muncul melimpah ruah.
📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah
19. Allah menyampaikan kepada orang-orang beriman untuk mengingatkan dan menetapkan hukum tentang hak-hak wanita dalam hal nafkah dan hubungan pernikahan dalam tujuh ayat yang akan disebutkan:
Tidak diperbolehkan bagi kalian menjadikan wanita-wanita seperti barang yang dapat berpindah kepemilikan melalui warisan dari laki-laki yang meninggal kepada laki-laki lain yang merupakan kerabatnya, padahal mereka tidak menyukai hal itu. Dan janganlah kalian melarang mereka dari menikah dengan orang lain dengan tujuan agar kalian dapat mengambil harta warisan mereka setelah meninggal, atau dapat mengambil mahar mereka jika kalian mengizinkan mereka menikah; kecuali jika mereka melakukan perbuatan zina yang telah jelas, maka kalian boleh menarik kembali mahar dengan cara khulu’.
Dan pergaulilah mereka dengan baik dan lembut. Jika kalian membenci mereka bukan karena perbuatan keji yang mereka lakukan maka bersabarlah, semoga Allah menjadikan bagi kalian dalam sesuatu yang kalian benci itu sesuatu yang banyak kebaikannya, seperti mendapatkan keturunan yang shalih dan lain sebagainya.
📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram
19. Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti rasul-Nya! Kalian tidak boleh mewarisi istri-istri (yang ditinggal mati oleh) bapak-bapak kalian sebagaimana kalian mewarisi hartanya. Kalian tidak boleh menikahi mereka, atau menikahkan mereka dengan orang yang kalian kehendaki, atau melarang mereka menikah. Dan kalian juga tidak boleh menahan istri-istri kalian yang tidak kalian sukai dengan tujuan menyengsarakan mereka, supaya mereka terpaksa merelakan sebagian dari apa yang telah kalian berikan kepada mereka, baik mahar maupun lainnya. Kecuali bila mereka melakukan perbuatan keji secara nyata, seperti berbuat zina. Apabila mereka melakukan perbuatan semacam itu, maka kalian boleh menahan mereka dan mendesak mereka sampai bersedia memberikan sebagian dari apa yang kalian berikan kepada mereka. Pergaulilah istri-istri kalian dengan baik, tidak menyakiti mereka, dan berbuat baiklah kepada mereka. Jika kalian tidak menyukai mereka karena sesuatu hal yang sifatnya duniawi, maka bersabarlah terhadap mereka. Karena boleh jadi di balik sesuatu yang tidak kalian sukai itu, Allah menjadikan banyak kebaikan di dalam kehidupan dunia dan Akhirat.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
19. لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ النِّسَآءَ كَرْهًا ۖ (tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa)
Yakni tidak halal bagi kalian mengambil wanita-wanita dengan cara mewarisi mereka (seakan-akan mereka adalah harta warisan), dan kalian menganggap bahwa kalian lebih berhak dari orang lain atas diri mereka, dan kalian kira mereka adalah milik kalian, sebagaimana orang-orang jahiliyah melakukan hal ini.
وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ (dan janganlah kamu menyusahkan mereka)
Yakni dalam menikah dengan selain kalian agar kalian dapat mengambil warisan dari mereka atau agar mereka mengembalikan mahar jika kalian mengizinkan mereka untuk menikah.
Imam az-Zuhri dan Abu Mijlaz berkata: salah satu dari adat orang Arab dahulu adalah apabila seorang lelaki meninggal dunia dan meninggalkan seorang istri, maka anak dari istri yang lain -atau kerabat terdekatnya- melempar bajunya ke istri tersebut dan ia menjadi orang yang lebih berhak atas diri wanita ini atau atas para wali dari wanita ini.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata: dahulu orang-orang jahiliyah apabila meninggal laki-laki diantara mereka maka para wali dari lelaki ini lebih berhak atas istrinya, jika seseorang dari mereka menghendaki maka ia boleh menikahinya, dan jika mereka menghendaki mereka dapat menikahkannya dengan orang lain, dan jika mereka menghendaki mereka dapat melarangnya untuk menikah, karena mereka lebih berhak atasnya daripada dirinya sendiri.
Dan di riwayat lainnya selain Imam Bukhari: apabila ia cantik maka kerabatnya akan menikahinya dan apabila ia jelek mereka mengurungnya sampai mati agar bisa mendapat warisannya atau ia menebus dirinya dengan tebusan.
لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ (karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya)
Yakni mengambil kembali sebagian mahar.
إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ( terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata)
Dan ini boleh dilakukan suaminya.
Abu Qilabah berkata: apabila seorang istri berzina maka tidak mengapa suaminya memberi mudharat kepadanya dan menyempitkan urusannya agar ia menebus dirinya.
Dan sebagian lain mengatakan yang dimaksud dengan perbuatan keji disini adalah keburukan lisan.
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ( Dan bergaullah dengan mereka secara patut)
Yakni dengan apa yang merupakan kepatutan dalam syariat ini berupa pergaulan yang baik yang dihalalkan Allah.
فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ (Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka)
Yakni yang diakibatkan oleh sebab tertentu selain perbuatan keji dan nusyuz (pembangkangan).
فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak)
Berupa hubungan yang langgeng dan memperoleh keturunan.
📚 Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia
1 ). Allah SWT tidak pernah menyetujui sebuah kesalahan dan kemungkaran yang terjadi dalam kehidupan manusia, entah itu sebelum Islam datang ataupun setelahnya. Dan di ayat ini, Allah SWT menyatukan dua kesalahan dalam satu runutan ayat. Yang pertama, disebutkan dalam firman-Nya :
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا }
“Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi kalian mewarisi perempuan dengan jalan paksa”
Salah satu perbuatan masa jahiliah ialah mereka menjadikan posisi perempuan seperti barang, dan dimasukkan dalam harta warisan.
Dan yang kedua, disebutkan Allah setelahnya:
{ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ }
“Dan janganlah kalian menyusahkan mereka dengan tidak menikahkan mereka”, dan perbuatan ini terjadi setelah dan sebelum Islam datang.
2 ). Salah satu perbuatan ma’ruf dan terpuji kepada pasangan adalah mengucapkan kalimat manis penuh kasih sayang kepada istri tercinta yang akan menyirami hatinya. Maka dari itu, haram bagi seorang suami mengeluarkan kata-kata dingin tak berperasaan yang menyakiti seorang istri dengan alasan apapun.
3 ). Suami harus senantiasa menjaga hubungan pernikahannya, meskipun dengan perasaan berkecamuk penuh dengan keterpaksaan, karena di sana ada kebaikan-kebaikan yang begitu banyak, diantaranya:
-Merupakan ketaatan pada perintah Allah SWT, yang akan menjadikan semua kebaikan di dunia maupun akhirat berada di telapak tangannya.
-Suami yang berusaha untuk mempertahankan ikatan pernikahan, walau tanpa rasa cinta kepada pasangannya, seakan-akan memerangi hawa nafsu yang menjerumuskan pada perbuatan maksiat dan telah menghiasi dirinya dengan akhlak yang begitu mulia.
-Semua kebencian dan keterpaksaan dalam mempertahankan ikatan suci ini bisa saja berubah dan membalik menjadi rasa kasih sayang penuh cinta, seperti banyak yang terjadi di masyarakat.
-Diberinya Pasangan yang berusaha mempertahankan dan menjaga hubungan pernikahan seorang anak yang shaleh mendoakan kedua orang tuanya baik didunia maupun setelah meninggalnya mereka.
Dan semua kebaikan-kebaikan tersebut harus dibarengi dengan kemampuan masing-masing pasangan dalam mempertahankan ikatan suci pernikahan ini tanpa melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT.
📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
19. Wahai para laki-laki, kalian tidak diperbolehkan mengambil harta warisan wanita dari kerabat kalian setelah mati. Yang mana kalian beranggapan lebih berhak atas mereka daripada yang lainnya. Lalu kalian menikahi mereka tanpa mahar, atau menikahi mereka dan mengambil mahar mereka. Kalian juga tidak diperbolehkan mengekang mereka, yaitu mencegah mereka untuk menikah lagi, supaya kalian bisa mengambil harta warisan mereka setelah mati atau bisa mengambil mahar mereka jika kalian memperbolehkan mereka menikah, atau menikahi mereka meskipun kalian menolak mereka dan menunjukkan kebencian terhadap mereka, supaya kalian bisa mengambil sebagian mahar yang kalian beri untuk mereka, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang jelas dan nyata, maka kalian boleh menyakiti mereka, sampai mereka bisa menebus hal itu kepada kalian dengan diceraikan. Dan gaulilah mereka dengan cara yang sesuai syariat yaitu pergaulan baik dan penuh kemuliaan dalam ucapan maupun tindakan. Dan jika kalian membenci mereka karena hal lain selain perbuatan keji (zina) maka bersabarlah, boleh jadi kebencian kalian terhadap hal tersebut akan membuat Allah memberi pahala yang melimpah, atau memberi rejeki kalian berupa anak yang shalih dari mereka. Ibnu Abbas berkata: “Dahulu ketika seorang laki-laki mati, para walinya lebih berhak terhadap istri laki-laki itu, jika mau mereka boleh menikahinya, dan menikahkannya. Mereka lebih berhak atas wanita itu daripada keluarganya. Lalu turunlah ayat ini”
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah
Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal} tidak diperbolehkan {bagi kalian mewarisi perempuan dengan jalan paksa. Janganlah kalian menyusahkan mereka} janganlah kalian menahan mereka karena ingin memberi mudharat kepada mereka {karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kalian berikan kepada mereka} apa yang telah kalian berikan kepada mereka berupa mahar dan hal lainnya {kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata} mereka melakukan perbuatan yang sangat keji secara nyata, seperti zina {Pergaulilah mereka} temanilah mereka {dengan cara yang patut. Jika kalian tidak menyukai mereka, maka boleh jadi kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya
📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
19. Pada zaman jahiliyaah bila salah seorang diantara mereka meningggal dunia dengan meninggalkan seorang istri niscaya karib kerabatnya seperti saudara laki-lakinya, anak laki-laki pamannya atau semisalnya memandang bahwa dialah yang paling berhak atas diri istri mayit tersebut dari siapapun, dan melindunginya dari selain dirinya baik ia suka maupun tidak, dan bila ia menyukai istri mayit tersebut maka iaakan dinikahinya dengan mahar yang dikehendakinya tanpa persetujuan wanita tersebut, namun bila ia tidak menyukainya ia akan menjauhinya dan tidak akan ia kawinkan kecuali dengan seseorang yang menjadi pilihannya sendiri, atau bahkan ia tidak akan mengawinkannya hingga ia diberi oleh wanita itu beberapa harta dari warisan karibnya yang meninggal tadi atau dari maharnya, dan seorang laki-laki juga akan menjauhi istrinya yang ia benci agar ia dapat pergi dengan sebagian harta yang telah ia berikan kepada istri tersebut. Allah kemudian melarang kaum muslimin dari melakukan hal-hal seperti itu kecuali dalam dua kondisi apabila ia rela dan memilih untuk menikah dengan kerabat suaminya yang pertama sebagaimana pemahaman terbalik, (mfhum mukhalafah) dari firmanNYa ”dengan jalan paksa”.Dan bila mereka melakukan kekejian yang nyata seperti perzinaan, perkataan yang keji dan perlakuan buruk terhadap suaminya, maka dalam kondisi seperti ini bileh baginya menyusahkan wanita tersebut sebagai suatu hukuman baginya karena perbuatannya tersebut, dan agar ia menebus kesalahan dirinya, tetapi dengan syarat tindakan menyusahkan istri tersebut dilakukan secara adil.
Kemudian Allah berfirman ”dan bergaullah dengan mereka secara patut” hal ini mencakup pergaulan dengan perkataan maupun perbuatan, karea itu suami wajib menggauli istrinya dengan baik, berupa hubungan yang baik, mencegah adanya gangguan, memberikan kebaikan, dan ramah dalam bermuamalah, dan termasuk dalam hal itu juga adalah memberi nafkah serta pakaian dan semacamnya. Suami wajib memberikan kebutuhan istri sesuai standar (istri semisalnya) yang disesuaikan dengan kemampuan suami pada masa dan tempat tersebut, dan hal ini tentunya akan berbeda sesuai dengan perbedaan kondisinya.
“kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka berasabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” maksudnya, seyogyanya bagi kalian wahai para suami untuk tetap bersama istri-istri kalian walaupun kalian membenci mereka, karena dalam hal tersebut tersimpan hal kebaikan yang banyak, dan diantara kebaiakn yang banyak itu adalah pelaksanaan perintah Allah dan menerima wasiatNya, dimana dalam hal itu menjadi penyebab kebahgiaan dunia akhirat. Disamping itu pemaksaan dirinya untuk bertahan padahal ia membencinya adalah sebuah perjuangan melawan hawa nafsu dan menghiasi diri dengan akhlak yang luhur, dan mungkin saja kebencian itu akan lenyap dan akan diganti dengan kecintaan sebagaimna yang nyata terjadi, dan mungkin juga darinya ia akan diberikan rizki yaitu anak yang shalih yang berguna bagi kedua orang tuanya di dunia dan diakhirat.
📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah
Ayat 19-22
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas terkait ayat: (Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi wanita dengan paksa) dia berkata: “Dahulu, ketika seorang laki-laki meninggal dunia, maka walinya memiliki hak yang lebih utama terhadap istrinya. Jika mereka mau, maka mereka bisa menikahinya, dan jika mau juga, mereka bisa menikahkannya, dan tidak menikahkannya. Mereka memiliki lebih berhak terhadapnya daripada keluarganya. Maka turunlah ayat ini mengenai perkara tersebut.
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah: (Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi wanita dengan paksa) dia berkata: “Dahulu, ketika seorang laki-laki meninggal dan meninggalkan seorang budak perempuan, dia akan dilemparkan kepadanya jubah dan pakaian laki-laki itu serta dijauhkan dari orang-orang. Jika dia cantik, maka akan dinikahi, dan jika dia buruk, maka akan dipenjara sampai dia meninggal, kemudian dia akan mewarisinya.
Firman Allah SWT: (dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya) yaitu janganlah kalian merugikan mereka ketika melakukan interaksi, ssehingga membuat melepaskan mahar yang telah kamu berikan kepada mereka atau sebagian dari hak-hak tersebut atau sedikit dari hal itu secara paksa atau menindas.
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas terkait firmanNya: (dan janganlah kamu menyusahkan mereka) yaitu janganlah kalian memaksa mereka (karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya) yaitu seorang laki-laki memiliki seorang istri tetapi tidak mau tinggal bersamanya, dan dia memiliki mahar untuknya, lali dia menyakiti istrinya agar dia melepaskan maharnya untuk menebus dirinya. Demikian pula dikatakan oleh Adh-Dhahhak, Qatadah. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Firman Allah: (terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata) Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Sa'id bin Al-Musayyib, Asy-Sya'bi, Hasan al-Bashri, Muhammad bin Sirin, Sa'id bin Jubair, Mujahid, 'Ikrimah, 'Atha' Al-Khurasani, Adh-Dhahak, Abu Qilabah, Abu Shalih, As-Suddi, Zaid bin Aslam, dan Sa'id bin Abu Hilal berkata: Hal yang dimaksud adalah perbuatan zina. yaitu jika dia berzina, maka kamu berhak untuk mengambil kembali mahar yang telah kamu berikan kepadanya, mendesaknya sampai dia memberikan mahar itu kepadamu, dan menceraikannya, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah: (Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya…) (Surah Al-Baqarah: 229). Ibnu Abbas, 'Ikrimah, dan Adh-Dhahhak berkata: Perbuatan keji yang nyata adalah, tindakan nusyuz dan membangkang Ibnu Jarir memilih bahwa hal itu mencakup semua hal yaitu zina, membangkang, nusyuz, ucapan yang kotor, dan hal lainnya, yaitu bahwa semua ini memperbolehkan untuk mendesaknya agar dia melepaskan semua haknya (maharnya) atau sebagian dari itu, dan menceraikannya. Ini adalah hal yang baik.
Firman Allah: (Dan bergaullah dengan mereka secara patut) yaitu berbicaralah kepada mereka dengan kata-kata yang baik, perbaikilah perilaku dan penampilan kalian ssesuai kemampuan kalian sebagaimana kalian menyukai hal itu dari mereka. Maka perlakukanlah dia sebagaimana dia. Sebagaimana Allah SWT berfirman (Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf) (Surah Al-Baqarah: 228). Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik di antara kalian adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku” Ini merupakan salah satu akhlak beliau bahwa beliau sangat baik dalam menjalin hubungan pernikahan di antara semua manusia, beliau bergurau dengan keluarganya, berlaku lembut dengan mereka, memberikan banyak nafkah kepada mereka, dan tertawa bersama istri-istrinya. bahkan beliau bersaing dengan ‘Aisyah dalam hal itu dan saling menyayangi.
Firman Allah SWT: (Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak) yaitu, agar kalian bersabar dengan tetap bersama mereka dan meski kalian tidak menyukai mereka, barangkali dalam hal itu terdapat kebaikan yang besar bagi kalian di dunia dan akhirat. Dalam hadits shahih disebutkan: “Janganlah seorang suami membenci istrinya. Apabila ia membencinya pada suatu akhlak, maka dia akan ridha pada akhlak yang lainnya”
Firman Allah SWT: (Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan palsu dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? (20)) yaitu jika seseorang di antara kalian ingin menceraikan seorang istri dan menggantinya dengan orang lain, maka janganlah dia mengambil kembali mahar yang telah dia berikan, bahkan jika itu sejumlah besar harta.
Oleh karena itu Allah berfirman seraya memberikan penolakan (Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) satu sama lain) yaitu bagaimana bisa kalian mengambil kembali mahar seorang wanita, padahal kalian telah saling melakukan hubungan suami istri. Ibnu Abbas, Mujahid, As-Suddi, dan lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud adalah hubungan intim.
Firman Allah SWT (Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat) Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Sa’id bin Jubair bahwa maksudnya adalah akad nikah. Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari Hubaib bin Abu Tsabit dari Ibnu Abbas terkait ayat (Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat) yaitu tetap menjaganya dengan ma’ruf atau menceraikannya dengan baik.
Dalam hadits shahih Muslim, dari Jabir dalam khutbah Haji Wada', bahwa Nabi SAW bersabda: “Berwasiatlah terhadap para wanita dengan sesuatu yang baik, karena kalian telah mengambil mereka dengan amanat Allah dan menghalalkan farji mereka dengan kalimat Allah.”
Firman Allah SWT: (Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh) (22)) Allah mengharamkan untuk menikahi istri-istri dari ayah sebagai bentuk pemuliaan kepada mereka, dan penghormatan yang agar tidak merendahkan mereka setelah itu, sehingga dia diharamkan untuk anak bahkan setelah akad nikah dilakukan. Ini adalah perkara yang telah disepakati.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi
Makna Kata:
{ﻛﺮﻫﺎ} Kurhan: tanpa ada kerelaan hati dari mereka
اﻟﻌﻀﻞ: ‘Adhl: Melarang dengan keras seolah mengekangnya dengan otot.
{ﺑﺒﻌﺾ ﻣﺎ ﺁﺗﻴﺘﻤﻮﻫﻦ} Biba’dhimaa ataiumuuhunna: dari mahar-mahar mereka
اﻟﻔﺎﺣﺸﺔ: Al Fahisyah: kelakuan bejat yang rusak lagi buruk, seperti halnya: zina
{ﻣﺒﻴﻨﺔ} Mubayyinah: jelas, gamblang tidak sekedar tuduhan atau fitnah
{ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ} Bilma’ruf: Makruf adalah apa yang diketahui oleh syariat, baik itu wajib, sunnah ataupun mubah (boleh).
Makna Ayat:
Kandungan ayat ini : {ﻳﺎ ﺃﻳﻬﺎ اﻟﺬﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮا ﻻ ﻳﺤﻞ ﻟﻜﻢ ﺃﻥ ﺗﺮﺛﻮا1 اﻟﻨﺴﺎء ﻛﺮﻫﺎ} “Wahai orang-orang yang beriman tidaklah halal bagi kalian mewarisi wanita-wanita dengan jalan paksa”. Ayat ini menghentikan kezaliman terhadap kaum wanita yang telah tersebar di masyarakat sebelum Islam datang. Dahulu, jikalau seorang laki-laki meninggal dan dia meninggalkan seorang istri, maka anak laki-laki yang tertua dari istri yang lain mendapatkan warisan berupa istri ayahnya yang bukan ibunya. Jika dia suka maka dinikahinya dan diambil mahar sang wanita. Jika dia tidak suka maka ditahannya sampai sang istri menebus dengan memberikan sejumlah harta. Kemudian Allah menurunkan ayat ini {ﻳﺎ ﺃﻳﻬﺎ اﻟﺬﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮا ﻻ ﻳﺤﻞ ﻟﻜﻢ ﺃﻥ ﺗﺮﺛﻮا1 اﻟﻨﺴﺎء ﻛﺮﻫﺎ} dan batal sudah hukum jahiliyah itu dengan turunnya ayat tersebut. Dan jika suami seorang wanita meninggal, maka sang wanita menjalani iddah di rumah suaminya selanjutnya jika habis masa iddahnya, dia bisa pergi kemanapun yang dia kehendaki dan harta sang wanita serta apa yang diwariskan si suami kepadanya tetap untuk dirinya sendiri. Allah berfriman {ﻭﻻ ﺗﻌﻀﻠﻮﻫﻦ ﻟﺘﺬﻫﺒﻮا ﺑﺒﻌﺾ ﻣﺎ ﺁﺗﻴﺘﻤﻮﻫﻦ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﺄﺗﻴﻦ ﺑﻔﺎﺣﺸﺔ ﻣﺒﻴﻨﺔ} “Janganlah kalian melakukan ‘adhl (menahan) para wanita istri ayah-ayah kalian untuk mendapatakan harta mereka kecuali jika mereka mendatangi kekejian (zina) yang nyata”
Hukum yang lain adalah diharamkan kepada seorang suami jika membenci istrinya untuk mempersempit si istri dan merugikan dia sampai sang istri menyerahkan hartanya kepada si suami. Jadi ini juga termasuk dari makna ‘adhl, yaitu mempersempit dan merugikan. Hal ini jika sang istri tidak melakukan zina, angkuh, durhaka terhadap suami ataupun memangkas hak suami dalam ketaatan terhadapnya dan pergaulan secara makruf. Adapun jika si istri melakukan zina secara nyata, nuzusy (membangkang/durhaka) terang-terangan, maka bagi suami kala itu boleh menyudutkannya untuk mengembalikan maharnya atau lebih banyak hingga sang suami menceraikannya. Allah berfirman {ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﺄﺗﻴﻦ ﺑﻔﺎﺣﺸﺔ ﻣﺒﻴﻨﺔ} “kecuali mereka mendatangi zina secara nyata”. Kemudian Allah memerintahkan hamba-Nya yang mukmin untuk bergaul secara baik dengan istri-istri mereka dengan adil dan ihsan.Allah berfirman {ﻭﻋﺎﺷﺮﻭﻫﻦ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ} “Dan pergaulilah mereka dengan baik”. Andaikata seorang suami membenci istrinya, dan sang istri tidak melakukan zina, maka hendaknya sang suami bersabarlah terhadap istrinya dan janganlah menceraikannya. Mudah-mudahan Allah menjadikan kebaikan yang besar di usahanya dalam melanggengkan pernikahannya dan mempertahankannya sebagai hasil dari kesabaran sang suami dan bentuk ketakwaanya kepada Allah, mungkin diberikan anak yang sholeh dari sang istri atau sirna rasa benci terhadap istrinya dan menggantikan dengan cinta dan kasih sayang. Dan maksudnya adalah Allah memberikan petunjuk kepada kaum mukminin jika tidak menyukai istrinya, hendaklah untuk sabar jangan diceraikan karena ada akibat yang baik di dalam pernikahannya. Karena perceeraian tanpa ada sebab-sebab yang mengharuskannya tidaklah disukai oleh Allah. Betapa banyak perihal yang dibenci seorang hamba dan dia bersabar terhadapnya, Allah jadikan di dalamnya kebaikan yang banyak. Ini adalah yang dicakup oleh ayat yang pertama (ayat 19).
Pelajaran dari Ayat:
• Dianulirnya hukum jahiliyah yang telah berjalan bahwa anak dari sang suami mendapatkan warisan berupa istri ayahnya.
• Haramnya ‘adhl untuk mendapatkan mahar atau karena hal lain.
• Anjuran untuk senantiasa bersabar.
📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi
Surat An-Nisa ayat 19: Hai orang-orang yang beriman! Tidak halal kamu jadi ahli waris perempuan-perempuan (kamu) dengan paksa, dan jangan kamu berlaku keras atas mereka, lantaran hendak mendapat sebagian daripada yang kamu telah diberikan kepada mereka kecuali mereka melakukan perbuatan jelek yang nyata dan bergaullah kepada mereka dengan cara yang baik, karena sekiranya kamu tidak suka kepada mereka, mu- dah-mudahan sesuatu yang kamu tidak suka itu, Allah jadikan padanya kebaikan kebaikan yang banyak.
📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang ayat, "Yaa ayyuhalladziina aamanuu laa yahillu lakum an taritsun nisaa' karhaa…", ia berkata, "Dahulu apabila ada seorang yang wafat, maka walinya (ahli waris) lebih berhak terhadap istrinya, jika sebagian mereka mau, maka ia menikahinya dan jika mereka mau, maka ia menikahkan dengan orang lain dan jika mereka mau, mereka tidak menikahkannya. Mereka lebih berhak terhadap wanita itu darpada keluarga wanita itu, maka turunlah ayat tentang hal itu.
Ibnu Katsir berkata, "Waki' meriwayatkan dari Sufyan dari Ali bin Badziimah dari Muqsim dari Ibnu Abbas, bahwa dahulu seorang wanita di zaman Jahiliyah apabila suaminya wafat, maka ada seorang yang datang lalu meletakkan pakaian ke atasnya, di mana hal itu menunjukkan bahwa orang itu lebih berhak dengannnya, maka turunlah ayat di atas. (Ali bin Badziimah dipakai oleh para pemilik kitab sunan, dan dia adalah tsiqah, sedangkan para perawi yang lain adalah para perawi kitab shahih).
Menurut adat sebagian bangsa Arab Jahiliyah apabila seorang wafat meninggalkan istrinya, maka anggota keluarga atau kerabatnya seperti saudaranya, putera pamannya dsb. lebih berhak terhadap wanita janda tersebut daripada yang lain. Oleh karena itu, dia menghalangi si wanita itu dari orang lain, baik wanita tersebut senang atau tidak. Jika kerabat tersebut suka kepadanya, maka ia boleh menikahinya tanpa mahar meskipun si wanita tidak suka. Tetapi, jika kerabat tersebut tidak suka, maka ia menghalanginya dari menikah sehingga si wanita tidak menikah kecuali kepada orang yang dipilih oleh si kerabat. Terkadang si kerabat enggan menikahkan kepada orang lain sampai si wanita mau memberikan harta warisan yang dimilikinya atau mau memberikan maharnya kepada si kerabat. Demikian juga suami terkadang menahan istri yang tidak disukainya agar suami dapat kembali memiliki mahar yang pernah diberikan kepada istrinya. Di ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala melarang dua keadaan tersebut kecuali jika istri ridha dan memilih sendiri tanpa paksaan.
Maksudnya: berzina atau membangkang perintah, maka kamu boleh menyusahkan mereka agar mereka menebus dengan mahar yang telah diberikan dan si istri melakukan khulu'.
Yakni dengan berlaku baik dalam berkata-kata dan dalam berakhlak dengan istri. Oleh karena itu, suami wajib bergaul dengan istri secara ma'ruf, menghindarkan bahaya, memberikan ihsan, bermuamalah secara baik, termasuk di dalamnya memberi nafkah, pakaian dsb. tentunya hal ini disesuaikan dengan waktu dan tempat (daerah) atau uruf.
Yakni sepatutnya bagi kamu para suami menahan istri kamu meskipun kamu tidak suka, karena di sana terdapat kebaikan yang banyak. Di antaranya adalah karena yang demikian menjalankan perintah Allah dan menerima wasiat yang di sana terdapat kebahagiaan dunia-akhirat. Di samping itu, menahan istrinya meskipun tidak suka kepadanya terdapat mujahadah (berusaha menahan hawa nafsu) dan agar memiliki akhlak mulia. Bahkan bisa saja rasa tidak suka itu hilang dan diganti oleh rasa cinta sebagaimana yang sering terjadi, bahkan bisa saja dari istrinya tersebut lahir anak yang saleh; yang memberi manfaat bagi kedua orang tuanya di dunia dan akhirat. Tentunya hal ini, ketika masih mungkin ditahan (tidak diceraikan) dan tidak ada hal yang dikhawatirkan. Tetapi, jika terpaksa harus cerai, maka tidak mengapa sebagaimana diterangkan pada ayat selanjutnya.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat An-Nisa Ayat 19
Salah satu tradisi pada masa jahiliah adalah apabila seorang pria wafat dan meninggalkan istri, maka keluarga pria itu datang untuk memperistri tanpa memberi mahar. Boleh jadi yang memperistri tersebut adalah anak tiri, mertua atau ipar wanita tersebut. Mereka memperlakukan istri dari laki-laki yang meninggal tersebut sesuai keinginan mereka tanpa memberikan hak apalagi menaruh belas kasihan, lalu turunlah ayat ini. Wahai orang-orang beriman! tidak halal, yakni tidak dibenarkan dengan alasan apa pun, bagi kamu, laki-laki, berlaku seperti kelakuan orang-orang yang tidak beriman yaitu mewarisi harta atau diri perempuan dengan dipaksa atau tidak boleh menikah dengan laki-laki lain. Dan janganlah kamu, wahai suami, apabila telah menceraikan istri-istri kamu, menyusahkan, yakni menghalangi, mereka menikah dengan laki-laki lain. Tindakan itu kamu lakukan karena hendak mengambil kembali secara paksa sebagian dari apa saja yang telah kamu berikan kepadanya baik mahar, atau pemberian lainnya, kecuali apabila mereka sudah terbukti melakukan perbuatan keji yang nyata seperti nusyuz atau berzina, maka kamu boleh memaksa mereka menebus diri dengan mengembalikan maskawin yang telah kamu berikan, sebagai pelajaran bagi mereka. Dan bergaullah, wahai suami, dengan mereka menurut cara yang patut dan penuh kasih sayang sesuai ketentuan agama. Jika kamu tidak menyukai mereka lantaran adanya kekurangan pada diri mereka, maka bersabarlah terhadap segala kekurangan atau keterbatasan mereka. Karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu pada dirinya, padahal Allah ingin menjadikan dalam ikatan perkawinan bersamanya itu suatu kebaikan yang banyak padanya di kemudian hari. Karena, di balik kesabaran tersebut tentu ada hikmah yang banyak. Dan jika kamu, wahai para suami, ingin mengganti istrimu dengan menceraikannya dan setelah menceraikannya kemudian kamu menikah dengan istri yang lain yang kamu sukai sedang kamu telah memberikan kepada seorang di antara mereka harta yang banyak sebagai mahar untuk mereka yang telah kamu ceraikan itu, maka janganlah kamu mengambil kembali walau sedikit pun pemberian itu darinya karena mahar yang telah kamu berikan itu sudah menjadi miliknya. Apakah kamu akan mengambilnya kembali harta kekayaan yang kamu jadikan mahar itu dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata' mengambil atau meminta kembali mahar yang telah diberikan kepada mereka adalah termasuk perbuatan zalim yang dimurkai Allah.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Demikian beragam penjabaran dari banyak mufassirun mengenai makna dan arti surat An-Nisa ayat 19 (arab-latin dan artinya), moga-moga bermanfaat bagi ummat. Support syi'ar kami dengan memberi tautan ke halaman ini atau ke halaman depan TafsirWeb.com.