Surat Al-Baqarah Ayat 18

صُمٌّۢ بُكْمٌ عُمْىٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ

Arab-Latin: ṣummum bukmun 'umyun fa hum lā yarji'ụn

Artinya: Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar),

« Al-Baqarah 17Al-Baqarah 19 »

Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Hikmah Menarik Mengenai Surat Al-Baqarah Ayat 18

Paragraf di atas merupakan Surat Al-Baqarah Ayat 18 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada pelbagai hikmah menarik dari ayat ini. Ditemukan pelbagai penafsiran dari beragam ulama tafsir mengenai isi surat Al-Baqarah ayat 18, misalnya seperti di bawah ini:

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

Mereka itu tuli untuk mendengar kebenaran dengan pendengaran yang disertai tadabur,  mereka bisu untuk mengungkapkannya dan buta dari melihat cahaya hidayah. Oleh karena itu mereka tidak dapat kembali menuju keimanan yang telah mereka tinggalkan dan telah mereka ganti dengan kesesatan.


📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram

18. Mereka itu tuli tidak bisa mendengarkan kebenaran, yakni enggan menerimanya, bisu tidak mau mengutarakannya, dan buta tidak bisa melihatnya, sehingga mereka tidak bisa meninggalkan kesesatan tersebut.


📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

18. صُمٌّ ۢ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُوْنَۙ (Mereka tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak dapat kembali)
Yakni para pemilik api yang bersinar setelah api itu padam mereka akhirnya tetap menjadi orang yang tuli yang tak dapat mendengar panggilan, orang yang bisu yang tak dapat meminta petunjuk jalan, orang yang buta yang tak dapat melihat, sehingga mereka tidak mungkin untuk kembali kepada jalan yang benar. Seperti itulah orang-orang munafik yang masuk islam yang kemudian kembali menjadi kafir.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

Sesungguhnya mereka tuli dari kebenaran, yaitu tidak (mampu) mendengar seruan (kebenaran), mereka bisu, yaitu tidak dapat berbicara apapun, dan buta dari jalan petunjuk, yaitu tidak bisa melihat jalan tersebut. Maka dari itu, mereka tidak dapat kembali dari kesalahan dan kesesatan mereka


📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah

(Mereka) tuli} mereka tidak bisa mendengar kebenaran dengan penuh penerimaan {bisu} mereka tidak bisa berbicara tentang kebenaran {buta} mereka tidak bisa melihat petunjuk {sehingga mereka tidak dapat kembali


📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

18. “Mereka tuli, ” maksudnya tuli dari mendengarkan kebaikan, “bisu, ” maksudnya bisu dari membicarakannya, “dan buta” dari melihat kebenaran, “maka tidaklah mereka akan kembali ke jalan yang benar, ” karena mereka meninggalkan kebenaran setelah mereka mengetahuinya, lalu mereka tidak kembali kepadanya, berbeda dengan orang yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan tersesat, karena sesungguhnya ia tidak berpikir, dan ini lebih dekat untuk kembali daripada orang-orang munafik itu.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

Dikatakan “Matsalun”, “Mitslun”, dan “Matsiilun” juga. Bentuk jamaknya adalah “Amtsal”. Allah SWT berfirman, (Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu (43)) (Surah Al-Ankabut).
Makna dari perumpamaan ini yaitu bahwa Allah telah menyamakan mereka dalam membeli kesesatan dengan petunjuk dan penggambaran mereka setelah mendapat penglihatan (petunjuk) menuju kebutaan (kesesatan) dengan orang yang menyalakan api. Saat api itu menyinari sekelilingnya, lalu dia memperoleh manfaat darinya dan dapat melihat apa yang ada di sisi kanan dan kiri serta merasa nyaman dengan cahaya itu. Kami menerangkan seperti itu yaitu ketika api itu padam, dia berada dalam gelap gulita, tidak dapat melihat dan tidak mendapat petunjuk, dan bersamaan dengan kondisi itu, dia tuli, tidak mendengar, bisu, tidak berbicara, dan buta bahkan jika ada cahaya pun, dia tidak bisa melihat; karena itu, dia tidak kembali kepada keadaan sebelumnya. Begitu pula orang-orang munafik dalam mengganti petunjuk dengan kesesatan, dan lebih menyukai kesesatan daripada petunjuk.
Perumpamaan ini menunjukkan bahwa mereka telah beriman kemudian kembali kafir, sebagaimana yang diberitahukan oleh Allah SWT tentang mereka di ayat lain. Hanya Allah yang lebih Mengetahui.
Apa yang telah kami sebutkan ini juga telah diriwayatkan oleh Fakhruddin Ar-Razi dalam kitab tafsirnya dari As-Suddi, kemudian dia berkata: “Penyerupaan di sini menunjukkan sesuatu yang benar, karena dengan keimanan mereka saat pertama kali, mereka memperoleh cahaya, kemudian dengan kemunafikan mereka, mereka menghilangkan cahaya itu dan terjerumus dalam kebingungan yang besar; karena tidak ada kebingungan yang lebih besar daripada kebingungan tentang agama.
Ibnu Jarir menganggap bahwa perumpamaan untuk mereka di sini adalah bahwa mereka tidak beriman pada satu waktu, dan dia berdalil dengan firman Allah SWT: (Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman (8)) [Surah Al-Baqarah]
Yang benar yaitu bahwa ayat ini merupakan pemberitahuan tentang kemunafikan dan kekafiran mereka. Hal ini juga tidak menafikan bahwa mereka pernah memiliki iman, kemudian direnggut, dan hati mereka dikunci mati. Ibnu Jarir tidak menyebutkan ayat ini di sini, yaitu firman Allah: (Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti) [Surah Al-Munafiqun: 3]. Oleh karena itu, perumpamaan ini menunjukkan bahwa mereka telah menyinari diri mereka dengan kata iman yang mereka tunjukkan di dunia, kemudian mereka diliputi oleh kegelapan di hari kiamat. Dia berkata,”Perumpamaan yang menunjukkan makna jamak dengan menggunakan bentuk mufrad ini benar, sebagaimana Allah SWT berfirman: (kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati) [Surah Al-Ahzab: 19] maknanya yaitu seperti melihat dengan mata berputar-putar seperti orang pingsan karena akan mati. Allah SWT juga berfirman: (Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja) [Luqman: 28]. Allah SWT juga berfirman: (Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal) [Surah Al-Jumu'ah: 5]
Sebagian ulama’ berkata, “Makna kalimat tersebut, yaitu (perumpamaan cerita mereka itu seperti cerita orang yang menyalakan api)
Sebagian ulama’ juga berkata bahwa orang yang menyalakan api ini adalah satu orang untuk (menerangi) sekelompok orang yang bersamanya. Sebagian ulama’ lainnya bekata bahwa kata (Alladzi) di sini bermana (Alladzina) sebagaimana yang dikatakan seorang penyair:
Dan sesungguhnya orang-orang yang sudah dekat waktunya untuk memancarkan darahnya, itu adalah semua orang, wahai Ummu Khalid.
Saya berkata,” Sungguh kata petunjuk untuk satu orang dalam perumpamaan init beralih ke bentuk jamak dalam firmanNya: (Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat (17) Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar (18)). Ini adalah ungkapan yang lebih terang dan susunan yang lebih jelas.
Firman Allah SWT: (Allah menhilangkan cahaya mereka) maknanya yaitu Allah menghilangkan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka, yaitu cahaya, dan membiarkan hal-hal yang merugikan mereka, yaitu kebakaran dan asap.
Dan firmanNya (dan membiarkan mereka dalam kegelapan) maknanya yaitu tempat yang mereka tinggali yaitu keraguan, kekufuran dan kemunafikan. (Mereka tidak melihat) maknanya adalah mereka tidak mendapatkan petunjuk menuju jalan kebaikan dan mereka tidak mengetahuinya. Dan mereka terhadap jalan kebaikan itu (tuli) tidak mendengar kebaikan (bisu) tidak membicarakan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, dan (buta) dalam kesesatan, sebagaimana Allah SWT berfirman: (Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.) [Surah Al-Hajj: 46]. Karena itulah mereka tidak kembali kepada petunjuk yang mereka tukar dengan kesesatan.
Disebutkan pendapat-pendapat dari para mufasir terdahulu sebagaimana yang kita sebutkan:
Mujahid berkata: makna (maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya) yaitu bahwa cahaya api karena penerimaan mereka terhadap orang-orang mukmin dan petunjuk.
'Atha’ Al-Khurasani berpendapat tentang firman Allah SWT: (Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api), dia berkata bahwa perumpamaan orang munafik ini kadang-kadang bisa melihat dan kadang-kadang menetahui, kemudian dia diliputi kebutaan hati.
Ibnu Abi Hatim berkata,”Diriwayatkan dari 'Ikrimah, Al-Hasan, As-Suddi, dan Ar-Rabi' bin Anas, bahwa pendapatnya serupa dengan pendapat yang dikatakan oleh 'Atha’ Al-Khurasani
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata tentang firmanA Allah SWT: (Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api ...) hingga akhir ayat; bahwa ini adalah gambaran tentang orang-orang munafik. Mereka telah beriman sehingga cahaya keimanan itu menyinari hati mereka, sebagaimana cahaya api menyinari orang-orang yang menyalakan (api). Kemudian mereka ingkar, maka Allah merenggut cahaya itu dari mereka, sebagaimana cahaya api ini lenyap, lalu Dia membiarkan mereka dalam kegelapan tanpa bisa melihat.
Adapun ungkapan Ibnu Jarir itu mirip dengan apa yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas tentang firman Allah SWT: (Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api). Dia berkata, “Ini adalah perumpamaan yang dibuat Allah untuk orang-orang munafik bahwa sesungguhnya mereka merasa bangga dengan Islam, lalu mereka menikah dengan orang-orang muslim, mendapatkan bagian warisan mereka, dan berbagi rampasan perang. Namun, lalu ketika mereka mati, Allah mencabut kemuliaan itu dari mereka, sebagaimana orang yang menyalakan api itu mencabut cahayanya.
Dan Abu Ja'far Ar-Razi mengutip dari Ar-Rabi' bin Anas dari Abu Al-'Aliyah tentang makna ayat (Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api) yaitu bahwa cahaya api itu adalah sesuatu yang mereka nyalakan, dan ketika api itu padam, cahayanya hilang. Begitu juga orang munafik, setiap kali mereka mengucapkan kalimat “La ilaha illallah”, cahaya akan menyinarinya. Lalu jika mereka ragu, mereka jatuh dalam kegelapan.
Ad-Dahhak mengatakan berpendapat tentang ayat (Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka) bahwa makna kata “Amma nuruhum ” adalah iman yang mereka ucapkan.
Dari Qatadah bahwa makna (Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya) itu adalah kalimat “La ilaha illallah” yang telah menyinari mereka. Lalu dengan cahaya itu, mereka makan-minum, merasakan keamanan, menikahi perempuan, dan menumpahkan darah mereka, hingga ketika mereka mati, Allah mencabut cahaya mereka dan meninggalkan mereka dalam kegelapan tanpa bisa melihat
Sa’id meriwayatkan dari Qatadah tentang ayat ini, yaitu ketika seorang munafik mengucapkan “La ilaha illallah”, maka cahaya menyinari mereka di dunia. Lalu dengan kalimat itu, mereka menikahi orang-orang muslim, berperang bersama mereka, mewarisi harta mereka, serta menumpahkan darah dan harta mereka. Lalu, ketika berada di ambang kematian, cahaya itu dicabut dari orang munafik. Hal itu karena sebenarnya kalimat itu tidak memiliki akar dalam hati mereka dan tidak memiliki makna yang hakiki dalam amal perbuatan mereka.
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang ayat (dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat), bahwa maknanya adalah mereka akan menerima siksa ketika mati.
Dari Ibnu Abbas berkata bahwa "(dan membiarkan mereka dalam kegelapan)" maknanya yaitu mereka bisa melihat kebenaran dan mengakuinya. sampai mereka keluar dari kegelapan dari kekafiran, lalu mereka memadamkan cahaya itu dengan kekafiran dan kemunafikan mereka, kemudian mereka dibiarkan dalam kegelapan dari kekafiran, di mana mereka tidak dapat melihat petunjuk dan tidak bisa berpegang pada kebenaran.
Dari Ibnu Abbas berkata bahwa (Mereka tuli, bisu dan buta) maknanya yaitu merekamereka tidak mendengarkan, tidak melihat, dan tidak memahami kebenaran. Demikian pula pendapat Abu Al-‘Aliyah dan Qatadah bin Di'amah.
Terkait ayat (maka tidaklah mereka akan kembali) Ibnu Abbas berkata: maknanya yaitu bahwa mereka tidak kembali kepada petunjuk. Demikian pula pendapat Ar-Rabi' bin Anas.
Qatadah berkata, makna (maka tidaklah mereka akan kembali) yaitu mereka tidak bertaubat, dan tidak mengingat


📚 Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi

Makna kata :
صُمُّۢ بُكۡمٌ عُمۡيٞ Mereka tuli, bisu, dan buta.

Makna ayat :
Adapun ayat 18 adalah berita tentang orang-orang munafik yang telah kehilangan petunjuk sehingga telinga mereka tidak bisa mendengar kebenaran, mulut mereka tidak mampu mengucapkan kebenaran, dan mata mereka tidak bisa melihat berkas cahaya petunjuk disebabkan sudah terlampau dalam kerusakan dalam hatinya. Sehingga mereka tidak bisa lepas dari kekufuran menuju keimanan bagaimanapun kondisinya.

Pelajaran dari ayat :
Kerugian usaha yang dilakukan oleh orang yang melakukan kebathilan serta akibat buruk yang diterimanya.


📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi

Surat Al-Baqarah ayat 18: Allah kemudian menjelaskan bahwasanya keadaan mereka orang-orang munafik sebagaimana keadaan orang-orang yang tuli tidak dapat mendengar kebenaran , sebagaimana orang yang bisu yang tidak dapat bicara kebenaran , dan juga sebagaimana orang yang buta yang tidak dapat melihat petunjuk dan cahaya ; oleh sebab ini maka sungguh mereka tidak akan pernah keluar dari kesesatan dan keburukan mereka . Berkata Abdullah Bin Masud dan sebagian para sahabat : sesungguhnya manusia masuk ke dalam Islam diajarkan kepada mereka halal dan haram , serta mereka hidup di dalam cahaya islam ; kemudian tiba-tiba mereka memiliki penyakit nifaq sehingga turunlah ayat ini.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Walaupun pancaindera mereka sehat mereka dipandang tuli, bisu dan buta karena tidak dapat menerima kebenaran. Oleh karena itu, mereka tidak dapat kembali kepada keimanan dan kebenaran yang telah mereka tinggalkan dan mereka ganti dengan kesesatan. Berbeda dengan orang-orang yang meninggalkannya karena tidak mengetahui, mereka ini lebih mudah kembali.


📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Baqarah Ayat 18

Mereka seperti orang tuli, sebab mereka telah kehilangan fungsi pendengaran dengan tidak mengikuti kebenaran yang didengar. Mereka juga seperti orang bisu karena tidak mengucapkan kebenaran oleh sebab hati mereka tertutup, sehingga tidak tergerak melakukan itu. Dan mereka juga seperti orang buta, karena kehilangan fungsi penglihatan, baik melalui mata kepala (bashar) ataupun mata hati (bashirah), dengan tidak mengambil pelajaran dari hal-hal yang mereka lihat, sehingga pada akhirnya mereka tidak dapat kembali dari kesesatan itu kepada kebenaran yang telah mereka jual dan tinggalkan. Atau keadaan mereka yang penuh kebimbangan, kesulitan, dan ketidaktahuan akan manfaat dan bahaya seperti keadaan orang yang ditimpa hujan lebat dari langit, yang disertai kegelapan karena tebal dan pekatnya awan, petir yang menggelegar dan kilat yang menyambar cepat. Mereka menyumbat telinga dengan ujung jari-jarinya, untuk menghindari suara petir itu karena takut mati. Mereka mengira dengan berbuat demikian akan terhindar dari kematian. Mereka itu bila diturunkan Al-Qur'an yang berisi penjelasan tentang kegelapan akibat kekufuran dan siksa yang akan diterima, penjelasan tentang keimanan dan cahayanya yang kemilau, dan penjelasan tentang macam-macam siksaan yang menakutkan, mereka berpaling dan berusaha menghindar darinya dengan harapan terbebas dari siksa. Allah meliputi dan mengetahui orang-orang yang kafir dengan ilmu dan kekuasaan-Nya.


Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!

Demikian sekumpulan penjelasan dari berbagai pakar tafsir terhadap isi dan arti surat Al-Baqarah ayat 18 (arab-latin dan artinya), moga-moga membawa faidah untuk kita bersama. Bantulah kemajuan kami dengan mencantumkan link menuju halaman ini atau menuju halaman depan TafsirWeb.com.

Halaman Cukup Sering Dibaca

Nikmati berbagai topik yang cukup sering dibaca, seperti surat/ayat: Al-An’am, Al-Fajr, Al-Baqarah 153, Juz al-Qur’an, Al-Baqarah 185, Ar-Ra’d 11. Termasuk Ali Imran 190-191, Al-Balad, Al-‘Adiyat, Al-Insyirah 5-6, Luqman 14, Al-Maidah.

  1. Al-An’am
  2. Al-Fajr
  3. Al-Baqarah 153
  4. Juz al-Qur’an
  5. Al-Baqarah 185
  6. Ar-Ra’d 11
  7. Ali Imran 190-191
  8. Al-Balad
  9. Al-‘Adiyat
  10. Al-Insyirah 5-6
  11. Luqman 14
  12. Al-Maidah

Pencarian: surat adz dzariyat ayat 56-58 dan artinya, surat al hujurat 10 dan 12, surah al imran ayat 190-191 beserta artinya, isi kandungan surat asy syura ayat 38, waj alna mim baini aidihim

Bantu Kami

Setiap bulan TafsirWeb melayani 1.000.000+ kunjungan kaum muslimin yang ingin membaca al-Quran dan tafsirnya secara gratis. Tentu semuanya membutuhkan biaya tersendiri.

Tolong bantu kami meneruskan layanan ini dengan membeli buku digital Jalan Rezeki Berlimpah yang ditulis oleh team TafsirWeb (format PDF, 100 halaman).

Dapatkan panduan dari al-Qur'an dan as-sunnah untuk meraih rezeki berkah berlimpah, dapatkan pahala membantu keberlangsungan kami, Insya Allah.