Surat Ali ‘Imran Ayat 161
وَمَا كَانَ لِنَبِىٍّ أَن يَغُلَّ ۚ وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Arab-Latin: Wa mā kāna linabiyyin ay yagull, wa may yaglul ya`ti bimā galla yaumal-qiyāmah, ṡumma tuwaffā kullu nafsim mā kasabat wa hum lā yuẓlamụn
Artinya: Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.
« Ali 'Imran 160 ✵ Ali 'Imran 162 »
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Pelajaran Penting Terkait Dengan Surat Ali ‘Imran Ayat 161
Paragraf di atas merupakan Surat Ali ‘Imran Ayat 161 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada beberapa pelajaran penting dari ayat ini. Terdokumentasi beberapa penafsiran dari kalangan mufassir mengenai kandungan surat Ali ‘Imran ayat 161, antara lain seperti berikut:
📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Dan tidak pantas seorang nabi mengkhianati sahabat-sahabatnya dengan mengambil bagian dari harta rampasan selain apa yang Allah khususkan baginya. Dan barangsiapa melakukannya dari kalian,niscaya dia akan datang pada hari kiamat dengan memikul apa yang diambilnya itu,untuk dipermalukan dengan hal itu di tempat yang disaksikan seluruh makhluk. Kemudian tiap-tiap jiwa akan diberi balasan atas apa yang diusahakannya dengan penuh tanpa dikurangi dan dizhalimi.
📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah
161. Allah menyucikan nabi-Nya dari sifat khianat dalam urusan harta ghanimah, beliau tidak akan mengambil selain yang Allah tetapkan baginya. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan harta ghanimah niscaya ia akan datang di hari kiamat terbelenggu oleh harta itu, kemudian setiap jiwa akan mendapat balasan atas amalannya dengan sempurna tanpa ada pengurangan sedikitpun.
‘Adiy bin ‘Umairah al-Kindi berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang kami pekerjakan dalam suatu pekerjaan kemudian ia menyembunyikan dari kami satu jarum atau lebih dari itu, maka ia akan membelenggunya pada hari kiamat.”
‘Adiy berkata, maka orang yang berkulit hitam dari kaum Anshar berdiri seakan-akan aku melihatnya sekarang sambil berkata: “Wahai Rasulullah, terimalah pekerjaan dariku.”
Rasulullah menjawab: “Ada apa denganmu?”
Lelaki itu berkata: “Aku pernah mendengarmu berkata begini dan begitu.”
Beliau bersabda: “Dan aku sekarangpun mengatakan, Barangsiapa di antara kalian yang kami angkat untuk melakukan suatu pekerjaan, maka hendaklah ia mengerjakan pekerjaan itu, baik itu hal besarnya maupun hal kecilnya. Dan apa yang diberikan kepadanya makai a boleh mengambilnya, dan apa yang tidak boleh ia ambil hendaklah ia tidak mengambilnya.
(as-shahih 3/1465 no. 1866, kitab al-imarah, bab keharaman hadiah untuk pekerja).
📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram
161. Tidak pantas bagi seorang Nabi berkhianat dengan cara mengambil ganimah (harta rampasan perang) selain apa yang Allah tetapkan baginya. Maka siapa saja di antara kalian yang berkhianat dengan cara mengambil sesuatu dari ganimah (secara ilegal), ia akan dihukum dan dipermalukan di muka umum kelak pada hari Kiamat. Ia akan datang dengan memikul apa yang diambilnya dari harta ganimah di depan mata semua makhluk. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang setimpal dengan apa yang telah diperbuatnya secara penuh, tanpa dikurangi sedikit pun. Mereka tidak akan dizalimi dengan cara ditambah keburukannya atau dikurangi kebaikannya.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
161. وَمَا كَانَ لِنَبِىٍّ أَن يَغُلَّ ۚ (Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang)
Tidak benar bahwa seorang nabi akan berkhianat dalam urusan harta rampasan perang kemudian mengambilnya untuk dirinya sendiri tanpa sepengetahuan para sahabatnya.
Ada pendapat mengatakan bahwa ayat ini turun ketika ada salah satu harta rampasan berupa selendang merah yang hilang kemudian diantara mereka berkata: mungkin Rasulullah mengambilnya.
Dalam ayat ini terdapat pensucian terhadap para nabi dari pengkhianatan dalam harta perang.
Dan makna ghulul (الغلول) yakni apabila seseorang mengambil sesuatu dari harta kaum muslimin untuk dirinya sendiri, baik itu berupa harta rampasan, sedekah, atau hadiah padahal orang tersebut tidak memiliki hak didalamnya. Dan perbuatan ini haram dilakukan berdasarkan ayat ini.
Suatu hari Rasulullah mencabut bulu dari punggung unta rampasan perang kemudian berkata: aku tidak mempunyai hak atas ini kecuali sebagaimana hak kalian atasnya. Janganlah kalian berbuat ghulul karena ia akan menjadi penghina baginya di hari kiamat. Tunaikanlah hak meski sebesar jarum dan benang atau yang diatas itu.
وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ( Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu)
Potongan ayat ini terkandung didalamnya pengharaman ghulul dan peringatan darinya karena ia adalah dosa yang pelakunya akan dihukum secara terang-terangan dengan cara didatangkan di hari kiamat membawa apa yang dia berkhianat didalamnya sebelum dia dihisab dan disiksa.
ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ (kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal)
Yakni diberikan pahala apa yang dikerjakan secara sempurna baik itu yang baik atau yang buruk.
📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
161 Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang dengan mengambil bagian sebelum membaginya. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu untuk dihisab, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan pembalasan yang setimpal, sedang mereka tidak dianiaya sedikitpun berupa pengurangan pahala maupun penambahan siksa. Ibnu Abbas berkata bahwa ayat ini turun tentang Quthaifah Hamra, yang hilang ketika perang Badar, sebagian orang berkata bahwa mungkin rasul lah yang telah mengambilnya. Maka turunlah ayat ini
📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah
Tidak layak seorang nabi menyelewengkan} berkhianat dengan mengambil sedikit dari harta rampasan dengan sembunyi-sembunyi {Siapa saja yang menyelewengkannya} berkhianat,{niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya} datang dengan sesuatu yang diambilnya itu dengan diletakkan di punggungnya {Kemudian setiap orang akan diberi balasan sesuai apa yang mereka usahakan dan mereka tidak dizalimi
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
161. Berkhianat adalah menyembunyikan harta ghanimah dan berhianat kepada setiap harta yang di pegang oleh seseorang, ghulul ini dalah haram menurut ijma bahkan ia termasuk dalam dosa besar, sebagai mana yang di tunjukan oleh ayat yang mulia tersebut dan ayat-ayat lainnya dari nash-nash yang ada. Allah mengabarkan bahwasanya tidaklah patut dan tidak mungkin seorang Nabi itu melakukan khianat, karena berhianat itu sebagaimana yang telah anda ketahui termasuk dosa-dosa yang besar dan sejahat-jahatnya Aib.
Sungguh Allah telah memleihara para nabinya dari segala hal yang mengotori dan menjatuhkan mereka, dan dia menjadikan mereka orang-orang yang terbaik akhlaknya di seluruh alam dan orang yang paling bersih jiwanya. Allah membersihkan, membaikan, dan menyucikan mereka sebagai tempat risalahnya dan kandungan hikmahnya
"Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan" -Al an’am : 124-
Seorang hamba itu hanya cukup dengan mengetahui salah seorang dari mereka para nabi. niscaya dia akan memastikan keselamatan mereka dari setiap hal yang membuat mereka tercela, dan tidaklah di butuhkan dalil bantahan atas celaan yang dikatakan mereka dari musuh-musuh mereka. Karena pengetahuanya tentang kenabian mereka menuntut harusnya ada penolakan terhadap hal itu.Kemudian Allah membuat ancaman bagi orang yang berbuat khianat dalam firmanya, ”Barangsiapa bekhianat dalam urusan barang rampasan itu, maka pada hari kiamat dia akan datang dengan membawa sesuatu yang dikhianatkanya itu Maksudnya pembawa ghanimah itu membawanya dengan cara memikulnya di atas punggungnya, baik harta itu berupa hewan maupun barang atau selainya, dimana ia akan disiksa denganya pada hari kiamat.
“Kemudian tiap-tiap diri akan di beri pembalasan tentang apa yang dia kerjakan pembalsan setimpal,” seorang yang berkhianat atau orang lain, masing-masing akan di berikan ganjaran atas dosanya, seukuran apa yang dikerjakanya, ”sedang mereka tidak dianiaya" maksudnya, tidak di tambah kejelekan mereka dan tidak pula mengurang sedikitpun kebaikan mereka.
Simaklah dengan baik perlindungan proteksi yang terkandung dalam ayat yang mulia tersebut, ketika Allah menyebutkan hukuman bagi orang-orang yang berkhianat, dan bahwa dia akan datang pada hari kiamat dengan membawa harta yang dikhianatinya itu, dan ketika Allah akan menyebutkan tentang balasannya. Tindakan Allah membatasi kepada pelaku ghulul mengisyaratkan bahwa selain orang tersebut dari berbagai pelaku kejahatan lainya, terkadang tidak di penuhi balasannya, maka Allah menyebutkanya dengan lafadz yang umum yang meliputi semua orang yang bekhianat dan selainya.
📚 Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah
Ayat 159-164
Allah SWT berfirman seraya berbicara kepada RasulNya dan menambahkan atas dirinya dan orang-orang yang mukmin dalam apa yang telah mengendap dalam hatinya terhadap umatnya yang mengikuti perintahnya, yang meninggalkan larangannya, dan Dia memberikan kata-kata yang lembut kepada mereka: (Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka) yaitu hal apa yang membuat kamu bersikap lembut kepada mereka, kalau bukan karena rahmat Allah terhadapmu dan mereka.
Qatadah berkata terkait firmanNya (Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka) yaitu bahwa karena rahmat Allahlah yang membuat kamu bersikap lembut kepada mereka.
Huruf “maa” adalah “shilah”. Bangsa Arab menghubungkannya dengan isim ma’rifah, sebagaimana firman Allah: (Fa bimaa naqdhihim miitsaaqahum) (Surah An-Nisa, 155), dan dengan isim nakirah sebagaimana dalam firmanNya (‘amma qaliil) Demikian juga Allah berfirman di sini (Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka) yaitu disebabkan rahmat dari Allah
Hasan Al-Bashri berkata: “Ini adalah akhlak nabi Muhammad SAW yang diutus oleh Allah dengan hal itu”
Kemudian Allah SWT berfirman: (Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu) Maksud dari kata bersikap keras di sini adalah kata-kata yang kasar, sesuai dengan firmaan setelahNya (lagi berhati kasar) yaitu jika ucapanmu kasar, maka hatimu akan keras keras terhadap mereka dan mereka akan menjauh darimu dan meninggalkanmu. Akan tetapi Allah telah mengumpulkan mereka di sekitarmu, dan menjadikanmu lembut terhadap mereka untuk meneguhkan hati mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh Abdullah bin Amr bahwa dia melihat sifat Rasulullah SAW dalam kitab-kitab terdahulu: bahwa dia bukanlah orang yang kasar, keras, berbuat gaduh di pasar-pasar, dan membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi dia akan memaafkan.
Oleh karena itu, Allah SWT berfirman: (Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu) Demikian juga Rasulallah SAW biasa bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam suatu urusan, ketika beliau berbicara dengan lembut untuk memberi ketenangan hati mereka, sehingga mereka lebih tekun dalam melakukan apa yang akan mereka lakukan. Sebagaimana ketika Rasulullah SAW bermusyawarah dengan mereka terkait pergi ke suatu tempat Mereka berkata, “Ya Rasulullah, Seandainya engkau menghadapkan kami ke lautan ini, kami akan mengikutimu. Jika engkau berjalan dengan kami menuju telaga yang dalam, maka kami akan mengikutimu, Kami tidak akan mengatakan sesuatu yang dikatakan oleh kaum nabi Musa kepadanya: “Pergilah kamu dan Tuhanmu, lalu berperanglah. Kami akan menunggu di sini.” Tetapi kami akan berkata, “Pergilah, kami akan bersamamu, dan berada di sebelah depan, kanan, dan kirimu”. Rasulullah SAW juga bermusyawarah dengan mereka terkait tempat untuk tinggal, sehingga dia menyarankan kepada Mundzir bin Amr Al-Mu’taq untuk mati dengan maju menghadang musuh. Rasulullah SAW juga bermusyawarah dengan mereka terkait perang Uhud apakah mereka akan menunggu di Madinah atau keluar melawan musuh. Mayoritas mereka menyarankan untuk keluar menghadapi musuh, dan Rasulullah SAW bermusyawarah dengan mereka terkait peperangan dan urusan lainnya.
Firman Allah SWT: (Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah) yaitu ketika kamu bermusyawarah dalam suatu perkara dan membulatkan tekad atas perkara itu, maka bertawakallah kepada Allah dalam hal itu. (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadaNya) Firman Allah (Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal (160)) Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya dari firmanNya: (Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana) (Surah Ali Imran: 126). Kemudian Dia memerintahkan mereka untuk bertawakkal kepadaNya, lalu Dia berfirman: (hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal)
Firman Allah SWT: (Tidak mungkin seorang nabi berkhianat) Ibnu Abbas, Mujahid, Hasan, dan yang lainnya berkata: “Tidak patut bagi seorang nabi berkhianat”
Ini adalah pembebasan bagi beliau SAW dari segala bentuk khianat dalam menjalankan amanah, pembagian harta rampasan, dan lain sebagainya.
Kemudian Allah SWT berfirman: (Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya) Ini adalah ancaman yang sangat keras dan peringatan yang tegas, dan telah disebutkan dalam hadits yang tentang larangan melakukan hal tersebut.
Dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari Sa'id bin Zaid, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang berbuat zalim (dengan mengambil) sejengkal tanah, maka Allah akan mengalungkan di lehernya tujuh lapis bumi pada hari kiamat”
Firman Allah: (Apakah orang yang mengikuti keridhaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemurkaan (yang besar) dari Allah dan tempatnya adalah Jahannam? Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali (162)) yaitu tidaklah sama orang yang mengikuti keridhaan Allah dalam apa yang telah Dia syariatkan, maka dia pantas mendapatkan keridhaanNya yang agung dan pahala yang melimpah, serta dijauhkan dari siksaanNya yang berat. Adapun orang yang pantas mendapat murka Allah dan dihukum olehNya, maka tidak ada tempat menghindar dariNya, dan tempat kembali baginya pada hari kiamat adalah neraka Jahannam, seburuk-buruknya tempat kembali. Terkait hal ini terdapat dalam berbagai ayat dalam Al-Qur'an, sebagaimana firmanNya: (Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta?) (Surah Ar-Ra'd: 19), dan (Maka apakah orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga) lalu ia memperolehnya, sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya kenikmatan hidup duniawi; kemudian dia pada hari kiamat termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)? (61)) (Surah Al-Qashash).
Kemudian Allah SWT berfirman: ((Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah) Hasan Al-Bashri dan Muhammad bin Ishaq berkata,”Maknanya adalah beberapa derajat bagi orang yang melakukan kebaikan dan orang yang melakukan keburukan.
Abu 'Ubaidah dan Al-Kisa'i berkata bahwa maknanya adalah beberapa tempat, yaitu mereka dipisah-pisah dalam tingkatan dan kedudukan (tinggi) di surga dan kedudukan (rendah) di neraka, sebagaimana firman Allah SWT: (Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya…) (Surah Al-An’am: 132). Oleh karena itu, Allah SWT berfirman: (dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan) yaitu Dia akan membalas mereka dengan adil, sehingga Dia tidak akan menganiaya mereka dengan kebaikan dan tidak menambahkan kepada mereka dengan kejahatan, melainkan Dia akan memberikan balasan kepada setiap orang sesuai dengan amalnya.
Firman Allah SWT (Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri) yaitu dari kalangan mereka sendiri agar mereka dapat berbicara dengannya, duduk dengannya, dan mengambul manfaat darinya. Sebagaimana Allah SWT berfirman: (Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri) (Surah Ar-Rum: 21) yaitu dari kalangan kalian, dan Allah SWT berfirman: (Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa") (Surah Al-Kahfi: 110). Ini adalah bukti yang jelas atas pemberian Allah bahwa RasulNya yang diutus untuk mereka berasal dari kalangan mereka sendiri, sehingga mereka bisa berbicara dengannya, merenungkan ajaran-ajarannya, Oleh karena itu Allah SWT berfirman: (yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah) yaitu Al-Qur’an (membersihkan (jiwa) mereka) yaitu memerintahkan mereka untuk berbuat baik dan melarang dari perbuatan yang munkar. untuk membersihkan jiwa mereka dan membersihkan mereka dari kotoran yang mereka lakukan ketika mereka masih dalam keadaan musyrik dan jahiliyyah. (dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah) yaitu AL-Qur’an dan Sunnah (Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu) yaitu sebelum adanya rasul ini (mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata) yaitu dalam kesesatan dan kebodohan yang nyata dan jelas bagi setiap orang
📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi
Surat Ali ‘Imran ayat 161: Dan menipu itu bukan (pekerjaan) seorang nabi, karena barangsiapa menipu, niscaya ia akan membawa apa yang ia tipu itu di hari Kiamat. Kemudian akan disempurnakan bagi tiap-tiap seorang apa yang telah ia kerjakan; dan mereka tidak akan dianiaya.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Al Bazzar meriwayatkan dari Ibnu Abbas, tentang ayat di atas, ia berkata, "Tidak pantas bagi para sahabat menuduh Beliau begitu (yakni berbuat ghulul)." (Hadits ini dalam sanadnya Harun bin Musa Al Azdiy seorang ahli qira'at, ia ditsiqahkan oleh Ibnu Ma'in dan lainnya sebagaimana dalam Tahdzibuttahdzib).
Karena khianat dalam urusan harta rampasan perang adalah haram, bahkan termasuk dosa besar. Tidak mungkinnya seorang nabi berbuat itu adalah karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menjaga para nabi-Nya dari segala cacat yang menodai kepribadiannya, menjadikan mereka manusia yang paling utama akhlaknya, paling bersih jiwanya. Oleh karenanya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengangkatnya sebagai rasul-Nya.
Di atas punggungnya.
Baik orang yang berkhianat maupun lainnya akan diberi pahala atau dosa sesuai amal yang dikerjakannya.
Keburukannya tidak ditambah dan kebaikannya tidak dikurangi.
📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Ali ‘Imran Ayat 161
Ketika pasukan pemanah dalam perang uhud melihat ganimah yang ditinggalkan oleh pasukan kafir, mereka bergegas turun dari bukit untuk mengambilnya. Sebagian mereka mengira dan khawatir nabi muhammmad tidak membagikan ganimah kepada mereka. Lalu Allah menegaskan bahwa tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang atau yang lainnya. Barang siapa berkhianat, dalam urusan apa pun, niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa dosa apa yang dikhianatkannya itu, dia akan sangat tersiksa karenanya. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya ketika di dunia, dan mereka tidak dizalimi walau sedikit pun. Di akhirat tidak ada sedikit pun perbuatan aniaya. Semua akan mendapat balasan amal perbuatannya secara adil. Maka adakah orang yang mengikuti keridaan Allah, sungguh-sungguh menjalankan perintahnya dan menjauhi larangan-Nya, sama dengan orang yang kembali dengan membawa kemurkaan besar dari Allah dan tempatnya di neraka jahanam' pasti tidak sama. Neraka jahanam itulah seburuk-buruk tempat kembali.
Mau pahala jariyah & rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang!
Demikianlah beragam penjabaran dari para mufassir mengenai makna dan arti surat Ali ‘Imran ayat 161 (arab-latin dan artinya), semoga bermanfaat untuk kita. Bantu syi'ar kami dengan memberi link ke halaman ini atau ke halaman depan TafsirWeb.com.